dalil maulid nabi
maulid nabi

Maulid Memperingati Hakikat Cinta

Maulid Nabi Muhammad yang setiap tahun diperingati umat Islam bukan sekadar seremoni tanpa makna, apalagi selalu dipahami dalam perdebatan sesat dan bid’ah. Maulid merupakan momentum spiritual untuk merenungi hakikat cinta.

Maulid adalah ekspresi cinta kepada Sang Nabi, dan pada saat yang sama merupakan jalan untuk meneguhkan cinta kepada Allah. Sebab, mencintai Nabi tidak bisa dipisahkan dari mencintai Allah. Rasulullah adalah pembawa risalah, penuntun manusia menuju cahaya, dan utusan yang hidupnya menjadi penjelmaan kasih sayang Allah bagi seluruh semesta.

Cinta sebagai Inti Ajaran Islam

Islam sejatinya adalah agama yang berdiri kokoh di atas fondasi cinta. Cinta kepada Allah, cinta kepada Nabi-Nya, cinta kepada sesama manusia, bahkan cinta kepada lingkungan dan seluruh makhluk. Al-Qur’an menegaskan: “Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran: 31).

Penegasan Tuhan sebagai Maha Kasih dan Sayang adalah doktrin keagamaan yang mengajarkan kelembutan dan kasih sayang. Ukuran cinta kepada Allah adalah dengan mengikuti Nabi Muhammad. Dengan kata lain, mencintai Nabi bukanlah bentuk pengkultusan berlebihan, tetapi jalan lurus untuk mencintai Allah.

Maulid mengingatkan kita bahwa cinta kepada Nabi harus diterjemahkan dalam meneladani akhlaknya. Nabi bersabda: “Tidak sempurna iman salah seorang dari kalian sampai ia mencintai aku lebih dari cintanya kepada dirinya sendiri, orang tuanya, anak-anaknya, dan seluruh manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dengan demikian, cinta Nabi bukanlah sekadar romantisme, melainkan dasar dari keimanan yang utuh. Kecintaan itu adalah bagian dari ajaran Islam. Dalam konteks inilah Maulid diterjemahkan sebagai bagian dari ekspresi cinta kepada utusan Tuhan.

Menerjemahkan Rahmat Semesta Melalui Maulid

Kelahiran Nabi Muhammad yang diperingati dalam Maulid bukanlah peristiwa biasa. Itu adalah awal dari hadirnya rahmat Allah bagi seluruh makhluk. Allah berfirman: “Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya: 107).

Dengan memperingati Maulid, umat Islam selalu diingatkan tentang rahmat Tuhan yang diturunkan kepada semesta melalui misi kenabiannya. Rahmat yang dimaksud bukan hanya untuk manusia, tetapi juga untuk hewan, tumbuhan, bumi, dan seluruh kosmos.

Rasulullah mencontohkan bagaimana kasih sayang melampaui sekat-sekat agama, suku, bahkan jenis makhluk. Beliau melarang menyiksa hewan, menganjurkan menanam pohon, dan menegaskan bahwa menyingkirkan duri dari jalan adalah sedekah. Semua itu adalah refleksi nyata dari cinta yang meluas kepada semesta.

Maulid, dengan demikian, adalah momen untuk meneguhkan kembali misi rahmat itu: mengubah cinta kepada Nabi menjadi cinta universal yang merangkul seluruh makhluk.

Kecintaan kepada Nabi harus diwujudkan dalam sikap cinta terhadap sesama manusia dan alam semesta. Rasulullah ﷺ bersabda: “Orang-orang yang penyayang akan disayangi oleh Allah Yang Maha Penyayang. Sayangilah makhluk yang ada di bumi, niscaya kalian akan disayangi oleh (Penguasa) yang ada di langit.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).

Hadis ini menjadi fondasi etika ekologis Islam dengan menjaga lingkungan, memelihara bumi, dan mencintai makhluk hidup adalah bagian dari ibadah. Jika Maulid hanya diisi dengan perayaan tanpa refleksi, maka kita kehilangan esensinya. Tetapi jika Maulid menjadikan kita lebih peduli terhadap alam dan sesama, maka itulah manifestasi sejati dari cinta Nabi.

Semua cinta itu bermuara pada Maulid, karena kelahiran Nabi adalah simbol lahirnya rahmat yang meliputi segalanya. Maulid adalah perayaan cinta—cinta yang berawal dari Allah, terpantul dalam diri Nabi, dan meluas kepada seluruh semesta.

Maulid bukan sekadar seremoni, tetapi momentum reflektif untuk menumbuhkan cinta universal. Ketika kita mencintai Nabi, kita sedang belajar mencintai Tuhan. Ketika kita meneladani Nabi, kita sedang belajar mencintai manusia dan alam.

Perayaan Maulid sejati adalah ketika kita menjadikan hidup ini sebagai jalan cinta—cinta yang menyejukkan, memelihara, dan menebar rahmat bagi seluruh semesta.

 

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

Delegasi AIMEP

AIMEP 2025: Jembatan Lintas Iman dan Budaya Australia-Indonesia

Jakarta – Persahabatan antarbangsa bukan hanya urusan diplomasi, melainkan juga amanah iman untuk saling mengenal …

Studium Generale di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ulama Saudi: Islam Itu Jalan Tengah, Bukan Kekerasan

Jakarta – Moderasi beragama bukan hanya ajaran Islam, tetapi juga fondasi kebangsaan Indonesia. Nilai wasathiyah …