Tampilan elegan, ramah, santun dan penuh kasih dari penganut suatu agama menggambarkan esensi agama yang dianutnya. Agama dipandang baik dalam penilaian umum tergantung dari seberapa baik penganutnya menampilkan ajarannya dalam keseharian hidupnya.
Demikian juga, Islam akan dipandang elok apabila umatnya tampil dengan pakaian Islam yang memiliki sifat rahmat bagi semesta. Sebagai agama penyempurna agama Allah sebelumnya, sejatinya Islam hadir dengan senyum yang bersahabat. Untuk itu, Islam rahmatan lil ‘alamin mesti dijadikan project model.
Islam rahmatan lil ‘alamin, sebagaimana dipahami dari definisi Islam sebagai agama penyelamat, adalah upaya komprehensif memahami al-Qur’an dan Hadis yang bertujuan untuk mempraktikkan nilai-nilai universal Islam untuk kebaikan sesama manusia, menjaga kelestarian alam dan lingkungan, mencipta kehidupan yang asri, menebar kedamaian, ketenteraman dan keharmonisan untuk semua manusia. Tanpa terkecuali. Inilah pesan al-Qur’an “Tidaklah Kami utus engkau (Muhammad) melainkan agar menjadi rahmat bagi seluruh alam.”
Kalau Islam rahmatan lil ‘alamin seperti ini dijadikan model dan rujukan oleh umat Islam, maka sikap phobia terhadap Islam tak akan pernah ada. Tengoklah Islam ketika masa Nabi yang begitu digandrungi masyarakat yang kemudian berbondong-bondong memeluk Islam. Magnet Islam waktu itu tidak lain karena performa Rasul yang menampilkan sikap beragama model seperti ini. Dengan cara demikian Islam semakin nyata kontribusinya dalam mewujudkan situasi yang kondusif yang memungkinkan berbagai aktivitas masyarakat dapat berjalan dengan baik.
Jika kondisi seperti ini mampu ditampilkan di seluruh belahan Negara di dunia, tentu Islam sebagai agama yang agung semakin memuncak keagungannya. Adagium Al Islamu Ya’lu wala Yu’la ‘alaih akan melambung tinggi. Dihormati, disegani, dan diminati. Dengan model Islam rahmatan lil ‘alamin seperti ini pula, agama terakhir yang menyempurnakan agama Allah sebelumnya ini tidak hadir sebagai “monster” yang hanya dianut, diagung-agungkan, tapi tidak pernah dimintakan manfaatnya bagi kehidupan.
Dengan demikian, Islam rahmatan lil alamin tidak hanya lantang diucapkan, diperbincangkan dan didiskusikan oleh para elite agama, tokoh masyarakat dan pemangku strategis agama ini, akan tetapi diramu dan diintegrasikan dengan baik dalam kehidupan, sehingga tidak stop dan mandeg sebagai wacana belaka. Karena sesungguhnya klaim-klaim siapa yang paling kaffah atau kelompok mana yang paling ‘rahmatan lil ‘alamin’ tidaklah terlalu penting kalau praktiknya justru bersimpangan dengan yang semestinya.
Bukan Sekedar Slogan
Lalu bagaimana mempraktikkan nilai-nilai universal Islam untuk kebaikan sesama manusia, menjaga kelestarian alam dan lingkungan, mencipta kehidupan yang asri, menebar kedamaian, ketenteraman dan keharmonisan untuk semua manusia? Supaya prinsip mendasar Islam rahmatan lil alamin tidak hanya menjadi jargon bagi penganut agama Islam, maka praktiknya atau realitasnya, visi, watak dan prinsip mendasar Islam ini harus tampil di alam nyata.
Secara umum umat Islam baik yang awam ataupun alim, tentu bisa memahami dengan mudah kalimat “rahmat bagi seluruh alam semesta” ini. Pemahamannya mudah dinalar. Redaksinya menunjukkan dan menegaskan bahwa rahmat Islam itu bukan hanya untuk internal umat Islam saja. Akan tetapi juga untuk umat non-Islam atau umat manusia dan bahkan untuk semua makhluk hidup yang tinggal di alam semesta dan jagat raya ini.
Oleh sebab itu praktik Islam rahmatan lil alamin menghendaki umat Islam untuk tidak berbuat kerusakan terhadap alam-lingkungan dan berbuat semena-mena terhadap makhluk yang lain. Terhadap seluruh penghuni di bumi. Kaum muslimin hendaknya memahami, menafsiri dan mempraktikkan visi Islam secara universal. Untuk kebaikan semua manusia. Sehingga tidak menjadi jargon tertutup eksklusif yang hanya berlaku untuk internal kaum muslim saja. Lebih ironis lagi, hanya untuk kaum muslim kelompok, ormas, partai dan jamaah golongannya saja.
Praktik Islam rahmatan lil alamin harus berangkat dari pemahaman bahwa ajaran Islam mengharuskan sikap kasih sayang kepada semua umat manusia. Agama Islam melarang untuk menyakiti, menghina, dan bahkan melakukan tindakan kekerasan terhadap penganut agama lain, serta ciptaan Allah yang lain. Lebih-lebih kepada sesama muslim sebagai saudara seiman. Muslim sejati akan merasa berdosa apabila melakukan aksi-aksi diskriminasi, intoleransi dan kekerasan terhadap sesama manusia.
Oleh karena itu, jika ingin mengamalkan Islam sebagai rahmat semesta, mengikuti dan percaya dengan visi dan misi Islam yang dikehendaki oleh Allah melalui pundak Rasulullah. Kalau dambaan Islam sebagai agama rahmat bagi alam semesta ingin terwujud, maka tunjukkanlah dengan tindakan nyata bahwa umat Islam sejatinya adalah “duta perdamaian alam semesta”, tak perlu teriak-teriak di mimbar khutbah, ceramah, dan pidato “Islam rahmatan lil alamin” tetapi tindakan dan pengamalan sehari-hari justru menunjukkan sebaliknya. Bukan rahmat bagi alam semesta, tetapi “bencana bagi alam semesta”.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah