meneladani nabi
Nabi Muhammad

Memori Hidup Rasulullah (2): Sangat Pemalu

Nabi Muhammad terang-terangan menjelaskan misinya, yaitu untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Beliau tidak mengatakan akhlak yang manusia kala itu tercela, jelek dan hancur lebur. Hanya ingin menyempurnakan saja. Dari diksi kata yang dipilih sudah bisa diketahui keagungan akhlak Nabi. Beliau tidak hendak merubah, mengoreksi atau membabat seluruh prilaku manusia, hanya sekadar menyempurnakan saja.

Keagungan akhlak Nabi pun telah tampak sejak sebelum diangkat sebagai Nabi. Gelar al Amin diberikan masyarakat Arab sebelum misi kenabian diembannya. Kepantasan dirinya sebagai uswatun hasanah terbukti sejak masih usia belia. Lalu, apa hubungan akhlak mulia dengan Islam? Misi utama Nabi untuk menyempurnakan akhlak menjadi inti terwujudnya Islam rahmatan lil ‘alamin.

Diantara akhlak mulia yang dicontohkan oleh Nabi adalah sifat pemalu. Beliau sangat pemalu. Lebih pemalu dari gadis perawan. Apabila tidak suka terhadap sesuatu rasa malu tampak dari raut wajah beliau. Hal ini sebagaimana dikisahkan oleh Abu Sa’id al Khudri.

Dari Abi Mas’ud ‘Uqbah bin ‘Amr al Anshari, Nabi bersabda, “Sesungguhnya sebagian dari apa yang telah diketahui oleh manusia dari pesan kenabian yang terdahulu; jika kamu tidak punya malu, maka berbuatlah sesukamu”. (HR. Bukhari).

Hadis ini sebagai sindiran bahwa segala perbuatan ada balasannya. Karenanya, kalau tidak punya rasa malu silahkan berbuat apa saja. Tapi ingat, perbuatan itu ada balasannya. Perbuatannya baik dengan kebaikan dan perbuatan buruk, dosa, dan kemaksiatan akan dibalas dengan siksa.

Dari Abdullah bin Mas’ud, Nabi bersabda, “Merasa malulah kalian kepada Allah dengan perasaan malu yang sungguh-sungguh”. Para sahabat berkata, “Alhamdulillah, kami telah memiliki rasa malu itu”. Nabi menimpali, “bukan begitu, tapi sesungguhnya malu kepada Allah adalah kalian menjaga kepala (akal dan pikiran), memelihara perut (dari makanan yang haram), serta senantiasa mengingat kematian. Orang yang mengharapkan akhirat akan meninggalkan gemerlapnya dunia, dan orang yang melampaui itu telah sungguh malu kepada Allah”. (HR. Turmudzi, Baihaqi dan Ahmad).

Dalam kitab al Barzanji, Nabi digelari “Sayyidul Haya”, artinya sangat pemalu. Sangat pemalu kepada manusia, apalagi kepada Allah.

Dari Ibnu Umar, Nabi bersabda, “Malu dan iman selalu bersama, apabila salah satunya dicabut hilanglah yang lainnya”.

Beginilah Nabi, memiliki rasa malu sangat tinggi. Malu untuk berbuat tidak baik kepada manusia dan malu kepada Allah kalau tidak mengindahkan perintahkan, lebih-lebih kalau melanggar larangannya.

Padahal, Nabi adalah manusia paling dikasihi Allah. Tanpa rasa malu itu pun beliau tetap mulia dan dikasihi Allah. Namun, Nabi benar-benar manusia dengan akhlaknya yang paling sempurna. Semakin dicintai semakin malu. Kalau demikian, apakah kita punya rasa malu seperti dicontohkan oleh Nabi?

Bagikan Artikel ini:

About Nurfati Maulida

Check Also

darah haid

Darah Haid Tuntas Tapi Belum Mandi Besar, Bolehkah Berpuasa?

Perempuan haid dilarang berpuasa. Tapi, larangan ini tidak bermakna diskriminasi Islam terhadap perempuan. Puasa ramadhan …

buah takwa

Bentuk Bahagia Menyambut Ramadan

Dalam kitab Durrotun Nashihin, ada yang yang berbunyi: “Siapa yang bergembira dengan masuknya bulan Ramadan, …