flexing

Menahan Diri dari Flexing dan Hedonisme: Panduan Islam untuk Kehidupan yang Bermakna

Dalam pertemuan dengan anggota DPR Fraksi Gerindra di kediamannya, Presiden Prabowo Subianto, sebagai Ketua Umum Partai Gerindra, memberikan arahan yang akhir-akhir ini menjadi perhatian publik (8/9/2025). Prabowo menekankan pentingnya menjaga gaya hidup dan menghindari perilaku pamer atau “flexing” yang tidak memberikan manfaat.

Hal ini terungkap dari pernyataan Sugiono, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, yang menyampaikan pesan Prabowo agar para legislator dari partai ini menjaga representasi yang baik, tidak berlebihan dalam gaya hidup, apalagi flexing dan tidak menyakiti perasaan masyarakat. Arahan ini sangat relevan mengingat posisi mereka sebagai wakil rakyat yang harus memberikan teladan yang baik.

Pesan ini menjadi momentum penting untuk merenungkan kembali bagaimana seharusnya seorang pemimpin dan wakil rakyat berperilaku. Bagaimana sebenarnya Islam memandang fenomena flexing dan gaya hidup hedon yang kian marak saat ini. Tidak hanya pejabat, tetapi banyak orang-orang kaya atau yang sedang pura-pura kaya mempertontonkan gaya hidup hedon dan pamer harta di media sosial.

Di era media sosial yang serba terbuka, fenomena “flexing” atau pamer kekayaan telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Dari memamerkan barang-barang mewah, gaya hidup glamor, hingga pencapaian material, praktik ini seolah menjadi ukuran kesuksesan.

Namun, bagaimana sebenarnya pandangan Islam terhadap gaya hidup pamer dan hedonisme? Artikel ini akan mengurai tuntas larangan flexing dan gaya hidup hedon berdasarkan Al-Quran dan hadis Nabi Muhammad SAW.

Flexing dan Hedonisme dalam Islam

Flexing dalam bahasa gaul modern merujuk pada perilaku memamerkan kekayaan, kemewahan, atau pencapaian material untuk mendapat pengakuan sosial. Sementara hedonisme adalah filosofi hidup yang mengutamakan kesenangan dan kepuasan duniawi sebagai tujuan utama kehidupan.

Kedua konsep ini bertentangan dengan prinsip dasar Islam yang mengajarkan kesederhanaan, rasa syukur, dan fokus pada kehidupan akhirat sebagai prioritas utama.

1. Larangan Kesombongan dan Peringatan Tipu Daya Dunia

Allah SWT berfirman dalam Surat Luqman ayat 18: “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi sangat membanggakan diri.”

Ayat ini secara tegas melarang sikap sombong dan membanggakan diri, yang merupakan inti dari perilaku flexing. Allah SWT dengan jelas menyatakan bahwa Dia tidak menyukai orang-orang yang angkuh dan suka memamerkan diri.

Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Hadid ayat 20: “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu, serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak… Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu.”

Ayat ini mengingatkan bahwa bermegah-megah dengan kekayaan dan kemewahan duniawi hanyalah kesenangan semu yang dapat melalaikan dari tujuan hidup yang sesungguhnya.

Dari Uqbah bin Amir ra, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya yang paling aku takutkan terhadap umatku adalah kemewahan dunia.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Rasulullah SAW secara eksplisit menyatakan kekhawatirannya terhadap dampak kemewahan dunia bagi umatnya.

2. Ancaman Kehancuran bagi Kaum yang Bermewah-mewah

Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Isra ayat 16: “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah pasti berlaku kepadanya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.”

Dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah SAW bersabda: “Binasalah orang-orang yang suka berlebih-lebihan.” Beliau mengulangi ucapan ini hingga tiga kali. (HR. Muslim)

Hadis ini menunjukkan betapa seriusnya Rasulullah SAW dalam melarang perilaku berlebihan, hingga beliau mengulanginya tiga kali sebagai penegasan.

Dalam hadist lain, dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan seberat biji sawi.” (HR. Muslim) Hadis ini menunjukkan betapa berbahayanya sifat sombong yang seringkali muncul dari perilaku flexing dan pamer kekayaan.

Gaya Hidup Sederhana sebagai Jalan Hidup Islami

Nabi mengajarkan prinsip kesederhanaan dalam semua aspek kehidupan, termasuk dalam berpakaian dan gaya hidup. Dari Abdullah bin Umar ra, Rasulullah SAW bersabda: “Makanlah, minumlah, bersedekahlah, dan berpakaianlah selama tidak berlebih-lebihan dan tidak sombong.” (HR. Bukhari).

Dari Aisyah ra, ia berkata: “Rasulullah SAW wafat dalam keadaan tidak pernah kenyang makan roti gandum dua hari berturut-turut.” (HR. Bukhari dan Muslim). Cerita Aisyah ini menunjukkan teladan hidup sederhana Rasulullah SAW yang jauh dari kemewahan, meskipun beliau adalah pemimpin umat.

Alih-alih memamerkan nikmat, Islam mengajarkan untuk bersyukur dalam hati dan menggunakan nikmat tersebut untuk kebaikan yang lebih luas. Gunakan kelebihan rezeki untuk membantu sesama melalui zakat, infak, dan sedekah, bukan untuk pamer di media sosial.

Alihkan fokus dari mengumpulkan barang-barang mewah menuju investasi akhirat melalui amal saleh, ilmu bermanfaat, dan anak saleh. Terapkan prinsip “cukup sesuai kebutuhan” dalam kehidupan sehari-hari, dengan tetap mempertahankan kualitas hidup yang layak.

Islam memang tidak melarang total kemewahan, tetapi mengatur batasannya. Kembangkan sifat qanaah dengan selalu mengingat bahwa kecukupan sejati bukan dari banyaknya harta, tetapi dari rasa syukur dalam hati.

Islam tidak mengharamkan kemewahan secara mutlak, tetapi mengajarkan keseimbangan dan adab dalam menikmati rezeki Allah. Yang dilarang adalah berlebih-lebihan, kesombongan, dan menjadikan kemewahan sebagai tujuan hidup utama.

Wallahu a’lam bishawab

 

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

Delegasi AIMEP

AIMEP 2025: Jembatan Lintas Iman dan Budaya Australia-Indonesia

Jakarta – Persahabatan antarbangsa bukan hanya urusan diplomasi, melainkan juga amanah iman untuk saling mengenal …

Studium Generale di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ulama Saudi: Islam Itu Jalan Tengah, Bukan Kekerasan

Jakarta – Moderasi beragama bukan hanya ajaran Islam, tetapi juga fondasi kebangsaan Indonesia. Nilai wasathiyah …