prinsip bermadzhab
prinsip bermadzhab

Menjaga Kemurnian Islam dengan Cara Bermadzhab

Tren atau klaim menjaga kemurnian Islam, diplopori oleh klompok Wahabi yang anti madzhab. Dengan jargon umat Islam harus kembali kepada al – Qur’an Hadis.kelompok Wahabi ini menganggap selama 600 tahun terhitung sampai berdirinya paham wahabi, umat Islam dalam kemusyrikan dan dia datang sebagai pembaharu yang memperbaharui agama mereka.

Ide pemurnian Islam ini muncul pada abad ke tiga belas di Jazirah Arabia melalui Muhammad Bin Abdul Wahhab, bersamaan dengan berdirinya Negara Saudi pertama, pengikutnya disebut Wahabi. Menurut Syeh Ahmad Zaini Dahlan, Wahabi adalah Gerakan separatis yang muncul pada masa pemerintahan Sultan Salim ketiga. Yaitu pada tahun 1204 – 1222 H.

Sebagian ada yang tidak menyukai istilah “Wahabi” dan lebih menyukai dengan istilah “Salafi” , karena penamaan tersebut dianggap salah dari sisi Bahasa, ini disebabkan ayahnya Abdul Wahhab tidak menyebarkan dakwah ini. Apa pun istilahnya ciri utama kelompok wahabi ini adalah anti madzhab.

Ciri yang lain,  gerakan Islam ini terus menerus menyerukan “ Kembali kepada al- Qur’an dan Sunnah” serta pemberantasan TBC (Tahayul, Bid’ah dan Churafat). mereka  mengaku sebagai  pembaharu yang tidak meyakini kebenaran amaliyah penganut madzhab yaitu adanya karamah, syafaat, barokah, ziarah kubur, tawassul, wirid selesai sholat, tahlil, rukyat hisab, maulid, ratib, manaqib Istighotsah, qunut Shubuh, doa Bersama, haul, hizib dan lain lain.

Lalu bagaimana, menjaga kemurnian Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan sunnah yang disampaikan di Mekah dan Madinah oleh Nabi Muhammad saw. lima belas abad yang lalu. Bagaimana dengan rentang waktu yang begitu Panjang itu terus terjaga kebenaran dan otoritasnya syari’at Islam dari sumber utamanya yaitu al – Qur’an hadits.

Tentu, dalam menjaga kemurnian agama Islam. Ketika rasulullah masih hidup umat Islam menerima langsung ajaran syari’at Islam dari beliau, atau dari para sahabat yang hadir saat nabi Muhammad menyampaikan ajaran Islam.

Ketika Rasulullah wafat ajaran Islam disebarkan dan diwariskan oleh para sahabat kegenerasi berikutnya, secara berangsur – angsur dan berkesinambungan, yang  dilandasi rasa tanggung jawab yang tinggi, dalam istilah lain dengan metode riwayat. Metode ini yang di gunakan oleh pemikir Islam penganut madzhab.

Pemikiran hukum Islam berbasis madzhab ini, menjadi ciri khas tersendiri bagi kalangan penganut sunni atau dikenal dengan ahlussunnah wal jamaah. di Indonesia merupakan khas bagi kaum Nahdliyin dalam mengambil keputusan hukum fikih untuk menjawab problematika persoalan di masyarakat luas.

Dengan bermadzhab, secara benar dan sadar, bagi kalangan Ahlussunnah wa al jamaah merupakan ihtiar untuk menjaga agar terpelihara kelurusan dan kemurnianya ajaran Islam, dalam penyebaran dan pewarisan yang terus berlangsung dari generasi kegenerasi.

Prinsip dan Pedoman Bermadzhab

Bermadzhab, tentu tidaklah sama dengan taqlid a’ma, yaitu mengikuti pandangan hukum orang lain dengan membuta-tuli. Tetapi, bermadzhab adalah mengikuti tokoh yang mampu berijtihad, diantara tokoh yang mempunyai otoritas berijtihad sejak generasi sahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in. banyak yang ijtihadnya kuat, sehingga bukan hanya mampu berijtihad sendiri, tetapi juga mampu menciptakan pola pemahaman tersendiri dalam pengaplikasian sumber hukum Islam yaitu al -Qur’an dan hadits.

Imam Syafii, merupakan salah satu imam madzhab,  contoh dari kalangan tabi’in, yang mempunyai kapasitas seperti demikian. Dicerminkan pada metode ijtihad yang dirumuskanya sendiri, digunakanlah kaidah – kaidah ushul fiqh, qawa’idul ahkam, qawaidul fiqhiyah dan sebagainya.

Proses dan prosedur ijtihad yang dihasilkan imam Syafii, dan imam madzhab lainya,  yang kapasitasnya sebagai  imam madzhab. Ijtihadnya dilakukan sendiri, dan berhasil memberikan solusi terbaik yang sesuai dengan syari’at Islam terhadap persoalan – persoalan kemasyarakatan yang sedang mengemuka.

Produk hukum Islam imam madzhab inilah yang menjadi parameter atau dasar dalam penetapan hukum Islam pasca nabi wafat, karena “tafsir hidup’ itu tidak ada lagi, sementara permasalahan sosial terus berkembang. Dengan demikian, hasil ijtihad  imam madzhab, merupakan pembuktian akan kemampuan Islam menjawab tantangan zaman yang terus berkembang dan berubah.

Adapun konsep bermadzhab, menurut KH. Abdul Muchit Muzadi (2006), dapat di kategorikan dalam beberapa tingkatan;

pertama, bermadzhab awam , yakni tingkatan dimana yang bersangkutan mengikuti hasil ijtihad orang lain, hal ini terjadi karena yang bersangkutan sama sekali tidak mampu berijtihad sendiri. Bahkan tidak tau dalil yang dipergunakan.

kedua, bermadzhab dengan berijtihad sendiri secara sangat terbatas, untuk kasus ini seperti santri yang sudah mampu menguasai problematika secara dasar dari penggunaan dalil, serta penyimpulanya, ini biasanya ijtihadnya dengan bahtsul masᾱil.  Ulama – ulama NU berijtihad dengan bahtsul masᾱil  sebagai bentuk kerendahatian bi hurmati syuyȗkh, sekaligus bentuk kecerdasan ulama -ulama NU dalam melakukan pembaharuan hukum Islam.

 Ketiga, bermadzhab dalam tingkat sudah mampu berijtihad sendiri, dengan mempergunakan dan pola pemahaman yang diciptakan oleh tokoh lain, seperti contoh Imam al – Ghazali yang kemampuanya berijtihad tidak diragukan lagi, tetapi dia masih disebut bermadzhab Syafii.

Dengan demikian, jika ada anggapan bahwa, Pemikiran hukum Islam yang berbasis madzhab,  itu statis tidak dinamis dan tidak mengikuti tren perkembangan zaman, kaum kolot dan ortodok, terlihat pada kenyataannya tidaklah demikian, bermadzhab justru adalah sebuah metode pengambilan hukum yang dinamis dan mengikuti perkembangan zaman.

Para ulama yang menganut madzhab, beranggapan bahwa, penyebaran ajaran Islam tidak hanya menyampaikan dengan wujud al – Qur’an dan sunnah saja, tetapi juga hasil -hasil ijtihad para mujtahid. Semakin pesat dan luas perkembangan masyarakat, maka dengan secara otomatis semakain banyak pula diperlukan ijtihad mereka yang secara keilmuan dan persyaratan lain telah terpenuhi. Tentu ijtihad yang sesuai  peroses dan hasilnya itu dapat dipertanggung jawabkan sesuai garis ajaran al – Qur’an dan hadits.

Al hasil, menjaga kemurnian Islam dengan cara mengikuti madzhab, merupakan kebenaran beragama sesuai dengan prosedur ilmiah periwayatan keilmuan yang dapat dipertanggung jawabkan supaya sampai pada sumbernya yaitu Nabi Muhammad saw. sedangkan pemikiran anti madzhab berarti memotong tangga periwayatan ilmiyah untuk mencapai kebenaran dan tentu sulit untuk di pertanggung jawabkannya walau berselogan kembali ke al Qur’an hadits.

Wallahu a’lam bishawāb

Bagikan Artikel ini:

About Karyudi

Mahasiswa Pasca Sarjana UNUSIA Jakarta

Check Also

merayakan kemerdekaan

Refleksi Muharram di Bulan Agustus Momentum Muhasahabah Kebangsaan

Muharram adalah awal bulan di tahun baru Islam sebagai  bulan muhasabah bagi umat Islam. Sebagaimana …

walisongo

Jejak Khilafah dan Islamisasi Walisongo di Nusantara (Bagian 2)

Istilah jejak Khilafah, yang dipopulerkan oleh eks HTI, sebetulnya sangatlah tidak jelas, baik secara definitf …