terapi emosi
amarah

Mulut Kita Masih Senang Melaknat dan Mengutuk, Hati-hati!

Setiap manusia pasti mendambakan kehidupan yang harmonis yang berjalan selaras dengan apa yang diinginkan. Namun, terkadang hal terjadi tidak sesuai harapan dan impian. Banyak yang mampu untuk melewati kejadian buruk yang menimpa dirinya, namun tidak sedikit pula yang justru terperangkap dan terpuruk dalam emosi dalam menyikapi setiap kejadian.

Ketika terperangkap dalam emosi,  kita merasa orang lain telah berulah menyakiti dan membuat diri kita merana. Luapan kekecewaan, kekesalan dan kemarahan muncul tak terbendung. Amarah menyebabkan hati tidak terkontrol dan mulut tidak bisa dikendalikan. Perasaan ingin membalas dendam dan merusak muncul. Dan bibir tidak kuat menahan kalimat kotor, makian bahkan laknat dan kutukan.

Islam menganjurkan umatnya untuk selalu berkata-kata baik, membalas keburukan dengan kebaikan, dan melarang mendoakan apalagi mengutuk orang lain. Dalam kitab Risalatul Mu‘awanah wal Mudzaharah wal Muwazarah karya Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad dijelaskan tentang larangan mendoakan jelek dan melaknat, baik ditujukan pada diri sendiri, orang lain maupun sesuatu apa pun orang lain.“Jangan sekali-kali mendoakan datangnya bencana atau mengutuk diri sendiri, keluargamu, hartamu ataupun seseorang dari kaum Muslimin walaupun ia bertindak zalim terhadapmu, sebab siapa saja mengucapkan doa kutukan atas orang yang menzaliminya, berarti ia telah membalasnya”.

Mendoakan sesuatu yang buruk atau bahkan melaknat siapa pun dan apa pun dari kaum Muslimin termasuk diri sendiri, harta benda, keluarga dan orang lain agar tertimpa suatu bencana, sangat tidak dianjurkan dalam islam sekalipun mereka telah berbuat kezaliman kepada kita. Artinya tidak sepantasnya kita melakukan hal yang sama buruknya sebab mendoakan jelek dan melaknat, bukan termasuk akhlak karimah. Akan lebih baik bagi mereka yang merasa dirugikan oleh orang lain, untuk bersikap mendoakannya untuk disadarkan dari perbuatan yang buruk yang telah mereka lakukan.

Mengucapkan doa kutukan atau laknat atas orang lain agar tertimpa bencana bisa sama saja dengan melaknat diri sendiri. Alasannya,  sebagaimana dijelaskan Rasulullah SAW karena bisa jadi pada saat kita mengucapkan kutukan atau laknat kepada orang lain, pada saat itu Allah sedang menghendaki terkabulnya doa-doa, sementara orang lain tersebut ternyata tidak pantas mendapat kutukan karena tidak bersalah, misalnya.  Dan parahnya kutukan atau laknat seperti itu bisa berbalik kepada diri sendiri, “Ketahuilah bahwa suatu laknat, bila telah keluar dari mulut seseorang, akan naik ke arah langit, maka ditutuplah pintu-pintu langit di hadapannya sehingga ia turun kembali ke bumi dan dijumpainya pintu-pintu bumi pun tertutup baginya, lalu ia menuju ke arah orang yang dilaknat jika ia memang patut menerimany , atau jika tidak, laknat itu akan kembali kepada orang yang mengucapkannya,”. (Sayyid Abdullah Al-Haddad hal. 141)

Kutukan dan laknat yang diucapkan memiliki dua kemungkinan. Pertama, orang yang dilaknat akan terkena bencana jika memang menurut Allah ia pantas menerimanya. Kemungkinan kedua, jika ternyata Allah memandang lain, bencana itu akan menjadi bumerang  atau berbalik arah menuju orang yang telah mengucapkannya. Ini artinya sangat riskan melakukan kutukan atau melaknat orang lain.

Berulang kali Rasulullah memberikan contoh untuk mendoakan orang lain dalam kebaikan, bahkan terhadap mereka yang jelas menghina dan menyakiti secara terang-terangan seperti yang dilakukan masyarakat Thaif kala itu. Malaikat sudah menyatakan siap membinasakan penduduk Thaif jika Rasulullah mau memohon doa kepada Allah. Meski mengetahui doa atau laknatnya akan terkabulkan, justru Rasulullah memilih untuk semakin mendoakan kaum yang banyak menyakitinya dan mendoakan supaya mereka dibukakan hatinya dan diberikan hidayah oleh Allah.

Sebagai umat nabi Muhammad hendaknya kita mampu menjadikan Nabi Muhammad sebagai suri teladan yang baik dengan tidak semestinya kita mengumbar kutukan, laknat dan doa buruk kepada siapapun. Terlebih jika orang yang kita pandang buruk, ternyata Allah tidak menganggapnya buruk, doa yang kita ucapkan bisa berbalik kepada kita. Karena Allah maha mengetahui apa yang tidak kita ketahui, segala apa yang kita pandang buruk, namun tidak semuanya benar buruk adanya.

Namun apabila seorang muslim mendoakan saudaranya dalam kebaikan, kebaikan pula yang akan kembali kepadanya. Hal yang sama juga berlaku jika seorang muslim mendoakan buruk kepada saudaranya. Rasulullah bersabda, “Tidaklah seorang hamba  muslim yang mendoakan saudaranya di belakangnya (tanpa sepengetahuannya) kecuali malaikat berkata,” Dan doa yang sama untukmu.” (HR Muslim dari Abu Darda’ RA).

Sebagai seorang muslim, kita dilarang untuk tidak melaknat siapa pun dan apa pun, baik itu muslim maupun non-muslim. Melantunkan doa-doa kebaikan adalah wujud kebaikan hati dan kemuliaan budi. Doa-doa jelek yang muncul dari diri kita sebenarnya hanya letupan nafsu amarah akibat lepas kendali. Doa-doa buruk berlandaskan hawa nafsu, amarah seperti itu tidak layak kita mintakan kepada Allah yang jelas-jelas meminta umatnya untuk bersabar.

 

Bagikan Artikel ini:

About Sefti Lutfiana

Mahasiswa universitas negeri jember Fak. Hukum

Check Also

kesehatan puasa

Menjaga Harmoni antara Kesehatan Jasmani dan Rohani : Belajar dari Praktek Berpuasa

 Perbincangan mengenai kesehatan jasmani dan rohani seringkali menimbulkan beragam pandangan. Namun, seharusnya kita tidak melihatnya …

mencari jodoh

Jodoh dalam Islam: Takdir yang Ditunggu atau Ikhtiar yang Harus Terus Dikejar

Seringkali ketika berbicara jodoh selalu diiringi dengan kata takdir. Orang sering bilang jodoh sudah ada …