Musailamah al Kadzab
Musailamah al Kadzab

Musailamah al-Kadzab: Sang Pendusta yang Mengaku Nabi

Dalam literatur sejarah Islam, para ahli sejarah tidak satu kata mengenai siapa sebenarnya Musailamah al-Kadzab (sang pendusta). Menurut sebagian ulama adalah Musailamah bin Hubaib al-Hanafi. Sebagian yang lain menyebut Musailamah bin Tsamamah bin Katsir bin Hubaib al-Hanafi.

Sementara terkait kunyahnya (nama panggilan) sejarahwan Islam juga tidak satu pendapat. Sebagian mengatakan Abu Tsamamah dan ada pula yang menyebutnya Abu Harun.

Musailamah al-Kadzab lahir di sebuah desa yang sekarang ini disebut al-Jibliyah, Yamamah, dekat dengan Uyainah di lembah Hanifah wilayah Nejd. Usianya lebih tua dan lebih panjang dibanding Rasulullah.

Ada yang menyebutkan ia terbunuh pada usia 150 tahun saat Perang Yamamah. Ia adalah seorang tokoh agama di Yamamah dan telah memiliki pengikut sebelum wahyu kerasulan datang kepada Nabi Muhammad.

Sang Pendusta ingin Menjadi Nabi

Dalam kitab Futuh al-Buldan karya al-Baladzuri dijelaskan, sebelum mengaku sebagai nabi, Musailamah al-Kadzab sering menyusuri jalan-jalan. Masuk ke pasar-pasar yang ramai oleh masyarakat Arab maupun non-Arab. Berjumpa dengan orang-orang berbagai macam profesi di sana. Pasar yang ia kunjungi semisal pasar di wilayah al-Anbar dan Hirah.

Musailamah termasuk orang yang pandai beretorika dan memiliki kepribadian kokoh. Memiliki pengaruh di tengah bani Hanifah dan kabilah-kabilah tetangga. Tutur katanya lembut, namun suka menipu. Pandai menarik simpati, bagi laki-laki maupun wanita.

Ia menyebut dirinya Rahman al-Yamamah. Namun Allah berkehendak beda. Ia dikenal dengan nama Musailamah al-Kadzab (Musailamah sang pendusta) hingga hari ini.

Imam Thabari dalam Tarikh al-Rusul wa al-Muluk menerangkan, saat Musailamah mengumumkan kenabiannya (nabi palsu), Rasulullah berada di Mekah. Musailamah mengutus orang-orang pergi ke Mekah untuk mendengarkan Alquran. Kemudian kembali ke Yamamah untuk membacakannya kepadanya. Setelah itu ia menirunya atau memperdengarkan ulang ke hadapan orang-orang sambil mengklaim itu adalah kalamnya

Dalam usaha menutupi kebohongannya supaya orang-orang mempercayai dirinya sebagai Nabi, Ia melakukan pendekatan-pendekatan dan lobi-lobi kepada masyarakat Arab khususnya Bani Hanifah untuk memaklumkan bahwa dirinya adalah Nabi seperti Nabi Muhammad.

Kampanye kebohongan publik yang dilakukannya ini bertujuan untuk mengganti posisi Nabi Muhammad sebagai Nabi dan Rasul. Harapannya, ketika suatu saat Nabi Muhammad wafat, maka ia menjadi penggantinya.

Dengan begitu ia dan pengikutnya bisa meraup untung dan menumpuk kekayaannya. Bukan hanya itu, ia juga berambisi mematahkan keyakinan umat Islam bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi dan Rasul terakhir.

Ingin Menandingi al-Qur’an

Untuk mengokohkan pengakuannya sebagai Nabi, Musailamah mengaku mendapatkan wahyu dari Allah dengan menyusun beberapa karya sastra yang dimaksudkan untuk menandingi ayat-ayat Al-Qur’an. Sayangnya, karya-karya yang dibuat yang ia klaim sebagai wahyu itu malah menunjukkan kebohongannya sendiri.

Pasalnya, karya-karya sastra ciptaannya begitu jelek dan tidak bermutu sama sekali. Jangankan diperbandingkan dengan al Qur’an, diadu dengan sastra-sastra Arab yang lain kualitasnya masih jauh di bawah standar sastra Arab kala itu.

Bahkan karya wahyu palsunya menjadi ejekan dan olok-olokan masyarakat Arab saat itu. Selain isinya yang dinilai terlalu mengada-ngada, gaya bahasanya juga meniru Al-Qur’an.

Salah satu karya Musailamah berbunyi: “Hai katak anak dari dua katak, berkuaklah sesukamu, bahagian atas engkau di air dan bagian bawah engkau di tanah”. Anehnya, walaupun sebegitu buruknya karya Musailamah, masih saja ada orang yang percaya bahwa ia adalah benar-benar nabi dan rasul Allah.

Lebih mencengangkan lagi jumlahnya mencapai puluhan ribu orang. Bahkan orang sekelas Al Rajjal bin Unfuwah juga terpengaruh. Padahal ia merupakan salah satu sahabat Nabi yang mengerti ilmu agama Islam dan diutus oleh Nabi Muhammad sebagai tenaga pengajar bagi kaum Bani Hanifah di Yamamah.

Musailamah terus bergerilya untuk memperkuat legitimasinya sebagai nabi. Segala cara ia tempuh. Baik saat Nabi Muhammad masih hidup dan terlebih setelah beliau wafat. Salah satunya mengirimkan surat kepada Nabi Muhammad.

Dalam surat itu, Musailamah menyakinkan bahwa dirinya adalah seorang nabi dan rasul Allah juga, sama seperti Nabi Muhammad. Musailamah mengklaim bahwa dirinya juga ditugaskan untuk menyebarkan risalah langit dan berhak menguasai separuh negeri Arab. Semacam meminta pengakuan kepada Nabi Muhammad bahwa dirinya juga Nabi dan meminta untuk berbagi lahan kekuasaan.

Surat tersebut berbunyi, “Dari Musailamah Rasulullah untuk Muhammad Rasulullah. Salam sejahtera. Aku telah ditetapkan untuk menjalankan tugas dan kekuasaan bersama kamu. Aku berkuasa atas separuh negeri dan separuh untuk Quraisy, tetapi Quraisy adalah umat yang kasar dan kejam.”

Kemudian Nabi Muhammad menjawab surat tersebut seperti tertuang dalam kitab Sirah Ibnu Ishaq sebagai berikut:  “Dari Muhammad Rasulullah kepada Musailamah sang pendusta. Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk (QS. Thaha: 47). Sesungguhnya bumi ini adalah kepunyaan Allah. Diwariskan-Nya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.”

Bukan malah sadar atas kedustaannya, setelah menerima surat balasan dari Nabi Muhammad, Musailamah tetap giat dalam usaha menutupi kebohongannya dengan cara berdakwah seperti Nabi Muhammad.

Musailamah Pasca Rasulullah

Intensitas dakwahnya bertambah setelah wafatnya Nabi Muhammad. Propaganda-propaganda semakin gencar dilakukan dan disebarluaskan oleh Musailamah. Dan jumlah orang yang murtad semakin bertambah.

Untuk memutus rantai gerakan Musailamah, Maka, Khalifah Abu Bakar, sahabat yang paling senior yang terkenal bijaksana dan lemah lembut, mengambil keputusan untuk menumpas gerakan Musailamah dan pengikutnya. Pasukan Islam di bawah pimpinan Khalid ibn Walid, panglima Islam yang terkenal berani dan tak terkalahkan berjuluk “Saifullah” (pedang Allah), diberangkatkan  untuk menghancurkan Musailamah dan pengikut-pengikutnya.

Di medan Yamamah kedua pasukan bertemu. Melalui pertempuran yang sengit dan banyak memakan korban, pasukan Islam berhasil membinasakan Musailamah beserta pengikutnya. Medan tempur Yamamah menjadi saksi runtuhnya kebatilan.

Secara heroik pasukan Islam di bawah komando Khalid berhasil mematahkan perlawanan kaum murtad. Di pertempuran Yamamah tersebut, Musailamah Al Kadzab (pendusta) meregang nyawa setelah lemparan tombak Sahabat Wahsyi ibn Harb menancap di tubuhnya. Maka, surat Nabi Muhammad sebagai balasan untuk pendusta tersebut telah nyata terjadi, bahwa Al Haq telah datang dan Al Bathil telah hilang.

Bagikan Artikel ini:

About Khotibul Umam

Alumni Pondok Pesantren Sidogiri

Check Also

sirah nabi

Pesan Nabi Menyambut Ramadan

Bulan Ramadan, atau di Indonesia familiar dengan sebutan Bulan Puasa, merupakan anugerah yang diberikan Allah …

imam ahmad bin hanbal

Teladan Imam Ahmad bin Hanbal; Menasehati dengan Bijak, Bukan Menginjak

Sumpah, “demi masa”, manusia berada dalam kerugian. Begitulah Allah mengingatkan dalam al Qur’an. Kecuali mereka …