allah
allah

Pemahaman Tentang Tangan Allah Swt (2) : Pandangan Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah

Ahlussunnah wal Jama’ah tetap konsisten dengan aqidahnya bahwa Allah swt bersih dari sifat jismiyah yang merupakan sifat makhluk. Sebab itu manakala ada ayat al Qur’an atau hadits yang datang dengan lafadz yang mengandung makna jismiyah Ahlussunnah wal Jama’ah tetap menggunakan dua pendekatan yang diajarkan oleh ahlul hadits dan ahluttafsir dari kalangan sahabat, tabi’in dan tabi’ittabi’in.

Begitu juga tentang sifat dzatiyah seperti “yad”, Ahlussunnah wal Jama’ah tidak mengartikan kata tersebut dengan tangan, sebab tangan merupakan jisim yang mustahil ada pada diri Allah swt. Tentang nash-nash yang menyebutkan yad Allah, sikap Ahlussunnah wal Jama’ah tetap kepada dua pendekatan di atas (tafwid dan takwil). Manakala menggunakan tafwid sebagaimana yang biasa dilakukan oleh mayoritas ulama Salaf, seperti Imam Malik bin Anas, Abu Hanifah dan lainnya, maka makna yad Allah diserahkan semuanya kepada Allah swt, baik dari segi makna dan kaifiyahnya.

Tetapi ulama Salaf yang menggunakan takwil, seperti Ibn Abbas ra, Mujahid ra, Ibn Uyaynah, makna yad Allah disesuaikan dengan konteknya. Sebab itu yad Allah dalam pandangan ulama Salaf ahluttakwil memiliki makna yang bermacam-macam. Bisa kekuasaan, nikmat atau kekuatan Allah swt sesuai konteks dari redaksi nash itu sendiri.

Contoh pada ayat:

يَدُ اللهِ فَوْقَ أَيْدِيْهِمْ

Artinya: “Yad Allah di atas yad-yad mereka”

Menurut Ibn Abbas ra yang dimaksud yad Allah disini adalah nikmat Allah, bukan tangan Allah[1]. Bahkan menurut Ibn Hayyan al Andalusi ini bukan hanya pendapatnya Ibn Abbas ra, tapi pendapat jumhur ulama. Sehingga maksud dari ayat tersebut nikmat Allah dalam masalah transaksi jual beli. Karena mereka menerima nikmat-nikmat Allah berupa syurga sebagai imbalan dari amal baik manusia[2].

Kemudian Ibn Abbas ra pada ayat:

وَالسَّمَاءَ بَنَيْنَاهَا بِأَيْدٍ وَإِنَّا لَمُوسِعُونَ

Artinya: “Dan langit itu Kami bangun dengan kekuatan dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa” (QS. Adz Dzariyat: 47)

Kata “aydi” diartikan dengan kekuatan tidak dengan nikmat[3]. Karena seandainya diartikan dengan nikmat maka tidak nyambung dengan konteksnya. Begitu juga ulama lain seperti al Baghawi, Mujahid, Ibn al Jauzi, Abu Su’ud dan ulama tafsir lainnya. Memaknai “aydi” pada konteks ini dengan kekuatan atau kekuasaan[4].

Begitu juga ayat yang menjelaskan bahwa “Tangan Allah terbuka lebar-lebar” dapat dipahami dengan Allah maha pemurah. Atau ayat yang mengataka “Allah menggenggam langit” maksudnya langit berada dalam kekuasaan Allah. Dan begitu juga ayat lain yang menunjukkan makna yad Allah dapat berubah sesuai konteknya.

Kesimpulannya, makna yad Allah menurut ulama ahluttakwil dapat berubah-rubah sesuai konteknya. Tidak pasti maknanya adalah nikmat, bisa saja kekuasaan atau kekuatan sesuai kontek dari ayat tersebut. Tapi tidak ada seorang ulama pun dari ahluttakwil yang mengartikan yad Allah dengan tangan Allah, sebab mereka sadar bahwa pemaknaan Yad Allah dengan tangan Allah dapat menceburkan kepada kesyirikan.

Sekalipun makna yad Allah berbeda-beda menurut ahluttakwil, tetapi pemaknaan dengan pendekatan ini tetap diterima oleh Ahlussunnah wal Jama’ah, sama diterimanya dengan menyerahkan makna-makna tersebut kepada Allah (tafwid). Karena yang terpenting bagi Ahlussunnah wal Jama’ah adalah pemaknaan yang benar dan mensucikan Allah swt dari sifat-sifat makhluk.

Wallahu a’lam


[1] Abdurrahman bin Tamam bin Athiyah, al Muharrar al Wajiz, Juz 2, Hal 316

[2] Ibn Hayyan al Andalusi, al Bahr al Muhith, Juz 9, Hal 486

[3] Jarir al Thabari, Tafsir al Thabari, Juz 22, Hal 437

[4] Al Baghawai, Tafsiral Baghawi, Juz 7, Hal 379

Bagikan Artikel ini:

About M. Jamil Chansas

Dosen Qawaidul Fiqh di Ma'had Aly Nurul Qarnain Jember dan Aggota Aswaja Center Jember

Check Also

shalat jamaah perempuan

Posisi Yang Utama Bagi Perempuan Saat Menjadi Imam Shalat

Beberapa hari belakangan ini sempat viral di media sosial tentang video yang menampilkan seorang perempuan …

menghambat terkabulnya doa doa

Meminta Doa kepada Orang Shalih Hukumnya Haram? Ini Dalilnya !

Dalam salah satu ceramahnya, Yazid bin Abdil Qadir Jawas berkata tidak boleh meminta doa kepada …