toleransi nabi
toleransi beragama gambar jawa pos

Pemaksaan dalam Beragama bukan Sikap Qurani

Menanggapi kejadian kontroversial di SMKN 2 Padang terkait dugaan pemaksaan siswi non muslim untuk mengenakan jilbab, Sekretaris Jenderal Habib Rizieq Shihab (HRS) Center, Haikal Hassan ikut berkomentar. Menurutnya jika benar ada kejadian itu terjadi ada pemaksaan tindakan tersebut melanggar al-Quran dan konstitusi serta menciderai harmoni keberagaman. Begitulah, komen Haikal di akun twitter, Minggu (24/1/2021).

Ketika berbicara pemaksaan keyakinan dan agama sebagai pelanggaran terhadap konstitusi, saya kira ini cukup jelas. Negara menjamin kebebasan beragama dan ekspresi keagamaan seseorang sebagai hak konstitusional. Jika itu dilanggar nampak sangat jelas keragaman dan kebhinekaan sebagai ciri khas bangsa ini akan tercemar.

Lalu, bagaimana jika sikap pemaksaan dalam beragama dianggap bertentangan dengan prinsip al-Quran dan Sunnah Nabi? Cukup jelas dan sering menjadi dalil kebebasan beragama tentang Surat al-Baqarah ayat 256 : Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Jika ada pemaksaan dalam beragama tentu sangat bertentangan dengan prinsip al-Quran ini.

Jika kita lihat dalam beberapa riwayat sebab turunnya ayat (asbabun nuzul) ayat ini semakin menjadi terang benderang. Salah satu riwayat yang cukup populer dan disebutkan dalam beberapa kitab tafsir adalah tentang Sahabat anshor yang mengeluhkan perihal putranya yang tidak sejalan dengan keimanan orang tuanya.

Sahabat anshor yang pernah menitipkan anaknya kepada salah seorang suku Yahudi di Madinah tumbuh besar dan mengikuti agama orang tua angkatnya. Ketika ada kebijakan dari Rasulullah tentang pengusiran terhadap salah satu suku Yahudi yang mengkhianati perjanjian, sang anak harus terpaksa terusir karena masih memeluk agama Yahudi.

Melihat anaknya menjadi Yahudi dan akan ikut terusir dari Madinah, Sahabat Anshor memohon kepada Rasulullah agar anaknya diislamkan., meskipun dengan cara paksa. Tentu sang ayah tidak rela anaknya terusir dari Madinah dan yang paling menyakitkan harus tetap memeluk agama Yahudi. Ia sangat memohon kepada Nabi : “belahan diriku sendiri akan masuk neraka, ya Rasulullah”.

Dari peristiwa itu turunlah Surat al-Baqarah ayat 256 sebagai jawaban sekaligus prinsip tentang tidak adanya pemaksaan dalam beragama. Meskipun dalam kasus itu adalah anaknya sendiri yang telah memutuskan untuk memilih keimanan dan akidahnya. Nabi tidak mengabulkan permohonan Sahabat anshor tadi sebagai penegasan bahwa dalam beragama tidak ada pemaksaan karena sudah cukup jelas mana jalan cahaya Islam dan jalan yang tersesat.

Jika dalam konteks tersebut seorang ayah saja tidak bisa memaksakan anaknya untuk memeluk Islam ketika sang anak memilih keimanannya bagaimana dengan anak-anak siswa yang hanya dititipkan kepada sekolah? Haruskah sekolah juga memaksakan aturan yang dianggap bagian dari pemaksaan keagamaan tertentu? Jika itu dilakukan dan benar adanya tentu sudah bertentangan dengan prinsip Islam dan panduan al-Quran tentang larangan pemaksaan dalam beragama.

Dalam konteks yang lebih luas Saya ingin mengatakan bahwa terkadang umat ingin menegaskan tentang pentingnya ajaran Islam atau lebih luas ingin membela Islam, tetapi terkadang dilakukan dengan cara yang tidak baik seperti pemaksaan. Ketika pemaksaan terjadi bukan pembelaan yang didapatkan tetapi pelanggaran terhadap prinsip-prinsip Islam itu sendiri.

Bagikan Artikel ini:

About Farhah Salihah

Check Also

madinah

Siapa yang Mengangkat Nabi Muhammad Menjadi Pemimpin di Madinah?

Persoalan kepemimpinan politik sejak dulu memang menjadi salah satu perhatian serius umat Islam. Tentu saja, …

Moderasi

Katanya Moderasi Beragama Mendangkalkan Akidah?

Moderasi beragama yang masif dijalankan oleh beberapa ormas termasuk pemerintah sering menjadi perdebatan. Beberapa orang menganggapnya …