Muslimah Jeman berjilbab
Muslimah Jeman berjilbab

Pengadilan Jerman: Larangan Guru Perempuan Kenakan Jilbab Saat Mengajar Inkonstitusional

Jakarta – Para guru muslimah di Jerman, khususnya di kota Berlin, akhirnya bisa bernafas lega. Pasalnya, setelah memperjuangkan hak-haknya untuk tetap mengenak jilbab saat mengajar dikabulkan pengadilan.

Pengadilan Kerja Tingkat Federal di Erfurt, Kamis (27/8) menetapkan bahwa aturan di kota Berlin yang secara umum melarang guru perempuan mengenakan jilbab di depan kelas melanggar konstitusi. Putusan ini menguatkan keputusan pengadilan sebelumnya di tingkat yang lebih rendah, yang juga menyimpulkan hal yang sama.

Dikutip dari laman detikcom, gugatan ke pengadilan diajukan oleh seorang guru perempuan yang ditolak bekerja sebagai guru di sekolah negeri Berlin karena mengenakan jilbab. Negara bagian Berlin memiliki UU Netralitas yang mewajibkan lembaga pendidikan bersikap netral dalam hal keyakinan dan ideologi. Menurut UU tersebut, atribut keagamaan dilarang digunakan di ruang kelas.

Namun hakim menyatakan UU itu inkonstitusional. Pengadilan Kerja Tingkat Federal dalam putusannya menyebutkan, dengan aturan di Berlin itu maka penggugat telah “didiskriminasi karena agamanya,” dan hal itu jelas melanggar konstitusi Jerman.

Putusan itu adalah yang terbaru dari sengketa hukum panjang antara seorang guru perempuan muslim yang dilarang mengajar di kota Berlin karena mengenakan jilbab. Ketika melamar sebagai guru, setelah wawancara kerja dia diberitahu bahwa dia tidak akan diizinkan mengajar di Berlin karena ada UU Netralitas, yang melarang pegawai negeri di Berlin mengenakan pakaian atau pelengkap pakaian yang menjadi simbol keagamaan.

Guru perempuan itu lalu menggugat pemerintah Berlin ke pengadilan tenaga kerja tingkat negara bagian Berlin-Brandenburg. Pengadilan Kerja kemudian memutuskan bahwa larangan berjilbab tidak bisa diberlakukan secara umum, dan hanya bisa diberlakukan dalam situasi khusus yang mengganggu kegiatan pembelajaran, misalnya “jika ada ancaman perdamaian ” di sekolah.

November 2018, pengadilan kerja Berlin-Brandenburg memerintahkan kota Berlin untuk membayar kompensasi senillai 5.159 euro kepada penggugat karena lamarannya ditolak.

Namun pemerintah kota Berlin tidak menerima putusan itu dan mengajukan banding sampai ke pengadilan federal. Ternyata pengadilan federal menguatkan keputusan pengadilan di tingkat bawah.

Kedua pengadilan dalam putusannya mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi Jerman dari tahun 2015, yang menetapkan bahwa larangan berjilbab secara umum di sekolah negeri adalah ilegal.

Beberapa anggota senat di Berlin sekarang mendesak agar UU Netralitas diganti secepatnya. Senator Kehakiman Berlin Dirk Behrendt menulis lewat Twitter, bahwa dalam masyarakat multi-agama, yang penting adalah apa yang ada dalam benak seseorang, bukan apa yang ada di atas kepalanya.

Kepala Kantor Anti-Diskriminasi Federal Bernhard Franke menyatakan menyambut putusan itu dan juga menyerukan agar UU Netralitas segera direvisi untuk menghindari sengketa hukum serupa di masa depan.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

084039400 1760199435 830 556

Pesan Habib Ja’far: Manfaatkan AI Sebagai Tools, Bukan Rujukan Utama Soal Persoalan Agama

JAKARTA — Perkembangan zaman tidak bisa dinapikan oleh masyarakat, termasuk perkembangan teknologi yang mempermudah keperluan, …

Bincang Jurnal

Perkuat Literasi dan Iman Untuk Bendung Penyebaran Radikalisme di Media Baru

Purwokerto — Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Sosial dan …