akhlakul karimah
akhlakul karimah

Pentingnya Akhlak dalam Berislam dan Mendakwahkan Islam

Era digital, ekspresi keislaman semakin tampak di permukaan. Dakwah keagamaan menjadi semarak dipertontonkan di dunia maya. Terlihat antusias masyarakat muslim mengakses konten dakwah keagamaan apalagi masyarakat muslim perkotaan. Tanda bahwa sepiritualitas dianggap sebagai jawaban kepongahan duniawi.

Namun demikian tidaklah sedikit yang terjebak dengan berlebihannya semangat keberagamaan, dengan tanpa memahami betul makna Islam yang sebenarnya dan ahlakul karimah sebagai yang harus tampak dipermukaan dalam ekspresi keberagamaan dan spiritualitas. Akibatnya, formalisasi dianggap lebih penting dari pada substansi. Tidak jarang dakwah keislaman tidak mencerminkan ahlakul karimah.

Memahami apa makna Islam dan ahlakul karimah menjadi penting untuk menjawab kebutuhan sepiritual era digital ini, agar berislam terasa mewujudkan salam bukan malah saling hantam. Dalam tinjauan lugowi, islam mengandung arti “upaya mewujudkan salam”  dalam makna salam ini merujuk pada pandangan KH. Ali Yafie seperti yang ditulis dalam buku “Ruh Islam dalam Budaya Bangsa” (1996) meliputi tiga makna penting yaitu, keselamatan, kedamaian dan kesejahtraan. Kemudian KH. Ali Yafie menjelaskan, seharusnya manusia berupaya beramal untuk mewujudkan dan merealisasikan konsep salam itu dalam kehidupan pribadi dan maupun kehidupan masyarakatnya. Dan kesadaran untuk berbuat dengan patuh dan tunduk melaksanakan petunjuk-petunjuk tersebut. Itulah hakekat Islam dan pelakunya disebut muslim.

Melihat perspektif  ini setidaknya cukup untuk mewakili bahwa Islam adalah agama yang penuh rahmat dan memberi jaminan keselamatan bagi pemeluknya. Tidaklah etis jika ada banyak yang mendakwahkan Islam sambil penuh dengan kebanggaan diri sambil mencaci sesama  muslim, hanya karena perbedaan pandangan dan atau karena dianggap keliru tanpa di dasari dengan hujjah dan klarifikasi yang santun. Pun demikian, maka Akhlak merupakan varian yang tidak bisa dilepaskan dari dimensi berislam kita.

Akhlak sebagai Etalase Keber-Islaman

  Pandangan imam Al Ghazali dalam kitabnya yang fenomenal “Ihya ‘ulumuddiin” menjelaskan, pokok-pokok akhlak diantaranya adalah al hikmah (kebijaksanaan), as sajaah (keberanian), al afwah (pemaaf) dan  al adl  (keadilan). Jika semua elemen ini terkumpul akan menghasilkan quwwatul ilmu, yakni kekuatan dan atau kemampuan untuk membedakan yang jujur dan yang bohong, antara yang bagus dan yang jelek, dan antara hak dan bathil dalam segala aspek prilaku maupun perkataan. dan kemudian menghasilkan hikmah (wisdom).   

Sementara,  dalam definisi yang lain,  akhlak adalah sepadan dengan kata moral yang sering di identikan dengan budi pekerti, adab, etika, dan sopan santun. Menurut Said Aqil Siroj dalam “Tasawuf sebagai Kritik Sosial” (2009) kata akhlaq bentuk plural dari kata khuluq, yang artinya budi pekerti. Pada mulanya kata akhlq diproyeksikan sebagai sandingan dari kata kholq yang artinya ciptaan.

Sungguh pun berasal dari kata yang sama  kh-la-qa,  kedua istilah tersebut memiliki perbedaan substansi, kata  al khuluq,  bersifat imateri dan permanen, sedangkan al kholq, sebagai mitra keberadaan manusia yang bersifat material, kasat mata, dan temporer. Meski demikian, kedua kata tersebut tidak dapat di pisahkan, meniadakan salah satunya berarti meniadakan jati diri manusia. Karena manusia sejati dan paripurna, (ahsani taqwim) yaitu bentuk formulasi ciptaan tuhan yang mempunyai nilai terbaik di buktikan dari bertemunya al khuluq dengan akhlaq.

Oleh karena itu lanjut Kiyai Said, manusia dalam proses bertindak, harus selaras dengan penciptaan yang telah di titahkan kepadanya oleh Allah SWT. Dan berakhlak yang baik, berarti kesadaran untuk mewujudkan kesesuaian langkah dengan hakekat penciptaan, sebaliknya berakhlak yang buruk berarti melanggar hakekat penciptaan. Artinya berakhlak adalah berseturut dengan fitrah manusia yang memang diciptakan oleh tuhan sebagai mahluk yang baik.  Dan kemudian sejalan dengan ini hadis nabi yang terkenal adalah “ tidaklah aku diutus kecuali hanya untuk menyempurnakan akhlak yang luhur”.

Dalam tinjauan yang demikian, akhlak menjadi penting dalam penataan cara berIslam kita dan atau cara mendakwahkan Islam, agar supaya tidak terjadi pembelokan dan atau justru  perusakan yang menyengsarakan. Manusia yang mengabaikan standar moral akan mudah terjerumus dalam tindakan yang destruktif, dan mengatasnamakan agama sebagai tameng untuk kepentingan kepentingan nafsu pribadinya. Pada akhirnya semangat keberagamaan kita justru menjauhkan kita dari sepiritualitas dan fitrah kemanusiaan.

Alhasil, ahlakul karimah  penting menjadi etalase berislam kita untuk mewujudkan salam atau perdamaian.

Karyudi, Mahasiswa Magister UNUSIA

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

ketum pemuda muhammadiyah dzul fikar ahmad tawalla 169

Usai Putusan MK, Pemuda Muhammadiyah Serukan Persatuan Dan Hidup Rukun-Damai

Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan sengketa Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) 2024 pada Senin, …

Alissa Wahid ok

Semangat Emansipasi Kartini Bisa Pengaruhi Penafsiran Agama Modern Terhadap Posisi Perempuan

Jakarta – Kesetaraan gender dan penolakan terhadap diskriminasi perempuan merupakan nilai-nilai yang terus diperjuangkan dalam …