konferwil fatayat nu

Pertegas Peran Perempuan dalam Moderasi, Fatayat NU Kalbar Gelar Konferwil VIII

Pontianak-Konflik berlatar suku dan agama pernah terjadi di Kalimantan Barat. Di Sambas, pernah terjadi tragedi kemanusiaan konflik antar suku, sementara di Sintang tragedi kemanusiaan pembakaran masjid kelompok Ahmadiyah. Konflik kekerasan atas nama suku dan kejahatan kemanusiaan atas nama agama masih sangat mungkin terjadi lagi apabila tidak diantisipasi secara serius.

Salah satu bentuk mengantisipasi fenomena negatif tersebut adalah dengan memberikan pemahaman yang baik dan benar tentang esensi ajaran agama yang mengajarkan pentingnya menghormati sesama tanpa melihat perbedaan agama, suku, etnis maupun golongan. Bentuk kongkritnya seperti  yang dilakukan oleh Fatayat Nahdlatul Ulama Kalimantan Barat yang menggelar Konferensi Wilayah VIII hari ini (19/8/23) di Hotel Grand Mahkota Pontianak.

Konferwil VIII PW Fatayat NU yang mengangkat tema “Optimalisasi Peran Perempuan dalam Penguatan Moderasi Beragama” dihadiri Pengurus Pusat Fatayat Nahdlatul Ulama Hj. Margareth Aliyatul Maimunah, Ketua Tanfidziah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Kalimantan Barat Dr. KH. Syarif, S. Ag, MA, Pengurus IPNU dan IPPNU Kalimantan Barat, Pengurus Cabang Fatayat Nahdlatul Ulama se- Kalimantan Barat dan beberapa Pengurus Anak Cabang Fatayat Nahdlatul Ulama serta organisasi keagamaan dan kepemudaan yang ada di Kalimantan Barat.

Menurut Ketua Pimpinan Wilayah Fatayat NU Kalimantan Barat, Umi Marzuqoh, SE, ME dalam sambutanya, mengatakan: “bahwa di tengah perbedaan tidak ada ruang bagi tumbuhnya kekerasan, apalagi membawa agama sebagai alat justifikasi. Memang, dengan berkembangnya media informasi, selalu ada peluang untuk memecah kesatuan bangsa, dan agama sering dijadikan media provokasi untuk melakukan kejahatan tersebut. Perempuan, sering terlibat atau bahkan dilibatkan dalam pusaran kekerasan atas nama agama dan menjadi senjata paling efektif karena lebih sulit terdeteksi dibandingkan pelaku laki-laki.

Karenanya, lanjut Umi Marzuqoh, keragaman yang ada di Indonesia harus dimaknai sebagai berkah, bukan musibah. Agama, semuanya mengajarkan kebaikan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Keragaman adalah fakta sosial yang tak terbantahkan sebagai sunnatullah. Kita berharap kader Fatayat dari semua tingkatan mampu menjadi agen dari pencegahan dosa besar kemanusiaan dengan agama sebagai tamengnya”.

Gelaran acara seperti ini sejatinya mendapatkan support dari berbagai pihak, terutama pemerintah daerah maupun pusat sebab sangat membantu untuk melindungi warga negara dari kejahatan kemanusiaan atas nama agama. Organisasi keagamaan maupun kepemudaan diharapkan juga mampu melakukan hal serupa sebagai sumbangan terhadap kehidupan berbangsa yang harmonis.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

Santri

Semangat Jihad Santri Kini Bertransformasi Jadi Perjuangan Intelektual dan Kultural

Semarang — Peringatan Hari Santri Nasional 2025 yang jatuh pada Selasa (22/10) diperingati secara khidmat …

Gubernur Jatim Khofifah Parawansa hadiri Lirboyo Bersholawat

Hari Santri: Panggilan Suci Teguhkan Peran Santri Sebagai Penjaga Iman, Bangsa, dan Peradaban Dunia

Kediri — Hari Santri bukan sekadar peringatan, melainkan panggilan suci untuk meneguhkan peran santri sebagai …