shalat jamaah perempuan

Posisi Yang Utama Bagi Perempuan Saat Menjadi Imam Shalat

Beberapa hari belakangan ini sempat viral di media sosial tentang video yang menampilkan seorang perempuan menjadi imam shalat berjama’ah dari perempuan lain. Sebenarnya dari video tersebut tidak ada yang istimewa. Praktek shalat seperti demikian sudah sering kita jumpai di tempat-tempat shalat berjama’ahnya perempuan.

Tetapi yang menjadikan video ini viral karena praktek shalat sebagaimana yang ditampilkan dalam video tersebut dianggap praktek berjama’ah yang salah dan hukumnya haram. Yang menyebabkan praktek shalat berjama’ah yang mereka lakukan itu salah karena imam shalatnya yang merupakan perempuan berdiri di depan makmum yang banyak, sebagaimana yang biasa kita lihat di mana-mana.

Klaim salah terhadap praktek shalat berjama’ah seperti tersebut didasarkan kepada hadits yang menceritakan bahwa Sayyidah Aisyah ra pernah menjadi imam shalat maghrib dan ia tidak di depan makmum, tetapi di tengah-tengahnya. Begitu juga riwayat dari Hujairah binti Hushain ra yang menceritakan Sayyidah Ummu Salamah ra menjadi imam berdiri di tengah-tengah makmum, tidak berada di depan makmum.

أَمَّتْنَا أُمُّ سَلَمَةَ فِي صَلاَةِ الْعَصْرِ فَقَامَتْ بَيْنَنَا

Artinya: “Ummu Salaham mengimami kami dalam shalat Ashar, ia berdiri di antara kita” (HR. Daruqutni dan lainnya)

Lalu berarti haram seandainya imam perempuan berada di depan makmum sebagaimana yang biasa dilakukan ?

Apa yang dilakukan oleh Sayyidah Aisyah ra dan Sayyidah Ummu Salamah ra bukan berarti satu-satunya praktek shalat berjama’ah yang dilakukan oleh umat Islam perempuan yang harus diikuti secara sama. Lebih-lebih mereka berdua bukanlah Syari’ (Allah swt atau Rasulullah saw) yang memiliki otoritas hukum. Sebab itu, terlalu berlebihan hanya berdasarkan dua kisah di atas untuk menghukumi tidak sah apalagi sampai haram atas normalnya orang shalat berjama’ah. Namun apa yang dilakukan oleh Sayyidah Aisyah ra atau pun Sayyidah Ummu Salamah ra merupakan cara terbaik dalam melakukan shalat berjama’ah bagi perempuan. Tentu hal demikian tidak sampai membatalkan kepada pahala shalat berjama’ah apalagi sampai taraf haram.

Imam As Syairazi berkata:

وَالسُّنَّةُ أَنْ تَقِفَ إِمَامَةُ النِّسَاءِ وَسْطَهُنَّ لِمَا رُوِيَ أَنَّ عَائِشَةَ وَأُمَّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَمَّتَا نِسَاءً فَقَامَتَا وَسْطَهُنَّ

Artinya: “Yang sunnah bagi imam perempuan yaitu di tengah, karena ada riwayat bahwa sesungguhnya Aisyah dan Ummu Salamah radiyallahu anhuma menjadi imam dari jama’ah perempuan dan berdiri di tengah-tengah mereka”

Keterangan seperti ini sama dengan yang sunnah bagi makmum yang berjama’ah bersama laki-laki yang menepati di belakang laki-laki, tidak boleh berjejer atau di depannya. Hanya saja posisi seperti ini adalah posisi yang utama dalam berjama’ah. Seandainya tidak dilakukan, maka tidak sampai membatalkan shalatnya.

Imam Nawawi berkata:

وَحَاصِلُهُ اَنَّ الْمَوَاقِفَ الْمَذْكُوْرَةَ كُلَّهَا عَلَى الْاِسْتِحْبَابِ فَاِنْ خَالَفُوْهَا كُرِهَ وَصَحَّتِ الصَّلَاةُ

Artinya: “Kesimpulannya, tempat-tempat yang telah disebutkan kesemuanya hukumnya sunnah. Jika menyalahinya, maka hukumnya makruh dan shalatnya tetap sah”

Kenapa di tengah yang lebih utama ?

Sekalipun menurut madzhab Syafi’i perempuan sunnah shalat berjama’ah, tetapi tidak sunnah muakkad, berbeda dengan laki-laki. Sehingga seandainya perempuan tidak melaksanakan shalat berjama’ah, maka ia tidak terkena hukum makruh.

Di samping itu, yang paling utama bagi perempuan shalat berjama’ah di rumahnya, bukan di masjid. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:

صَلَاةُ الْمَرْأَةِ فِي بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي مَسْجِدِهَا

Artinya: “Shalatnya perempuan di rumahnya itu lebih utama dari pada shalatnya di masjid”

Sementara itu, perempuan berada di luar rumah sangat berpotensi terjadinya fitnah. Oleh sebab itu, maka sebisa mungkin perempuan menutupi dirinya dari pandangan orang laki-laki.

Dengan imam perempuan di tengah-tengah jama’ah, maka ia menjaga dirinya dari pandangan laki-laki, karena dapat tertutup oleh jama’ah.

Imam Mawardi dalam al Hawi al Kabir berkata:

فَالْأَوْلَى لِمَنْ أَمَّ مِنْهُنَّ أَنْ تَقِفَ وَسْطَهُنَّ ، لِأَنَّ ذَلِكَ أَسْتَرُ لَهَا

Artinya: “Yang lebih utama bagi orang yang menjadi imam perempuan (dari jama’ah perempuan), berdiri di tengah-tengahnya, karena hal tersebut lebih menutupi kepada dirinya”

Jadi, imam perempuan berada di tengah-tengah jema’ah hukumnya sunnah karena agar dirinya tertutup dari pandangan laki-laki, sehingga terhindar dari fitnah.

Dari uraian tersebut ada dua kesimpulan yang bisa dipetik:

  1. Perempuan yang menjadi imam hukumnya sunnah berada di tengah-tengah shaff yang depan.
  2. Seandainya imam perempuan berada di depan makmum, maka tidak sampai membatalkan shalatnya atau pun jama’ahnya, dan shalatnya tidak haram, tetapi makruh.

Wallahu a’lam

Bagikan Artikel ini:

About M. Jamil Chansas

Dosen Qawaidul Fiqh di Ma'had Aly Nurul Qarnain Jember dan Aggota Aswaja Center Jember

Check Also

al quran hadits

Bolehkah Menerima Hadits dari Perawi Syiah ?

Di dalam menilai kredibilitas suatu hadits, maka dapat dilihat dari dua aspek; Pertama, dari aspek …

rasulullah

Apakah Rasulullah Saw Pernah Berbuat Salah ?

Ulama’ Salaf dan Khalaf sepakat bahwa Nabi Muhammad saw adalah sosok manusia yang ma’shum (terjaga), …