perempuan adzan
perempuan adzan

Problematika Adzan (6) : Menjawab Adzan bagi Orang yang Sedang Qadhil Hajah

Asumsi umum manusia tentang prilaku kemanusiaan adalah jika perbuatan yang diperbolehkan dilakukan bersama perbuatan lainnya yang memiliki hukum sama maka akan berdampak hukum sama. Sebab positif ditambah positif maka tetap positif. Berbeda halnya ketika perbuatan yang diperbolehkan dilakukan bersama perbuatan haram, seperti memberi makan bagi orang yang sedang puasa, maka hukumnya haram. Begitu hukum dasar manusia.

Akan tetapi di dalam hukum Islam, tidaklah demikian. Tidak pasti perbuatan yang mubah dilakukan bersama perbuatan mubah lainnya akan berdampak mubah. Sebab di dalam Islam tidak hanya melihat satu aspek persoalan saja, tetapi juga melihat aspek lainnya. Karena itu, di dalam hukum Islam terdapat hukum lidz dzati (karena dzatnya) dan hukum lil aridi (karena faktor lain).

Begitu juga kaitannya menjawab adzan bagi orang yang sedang melakukan qadhil hajah, dimana kedua perbuatan ini sama-sama perbautan boleh, bahkan dianjurkan di dalam Islam. Apakah hukumnya kemudian tetap menjadi sunnah, mengingat qadhil hajah merupakan hal yang mubah, atau bahkan dalam kondisi tertentu menjadi wajib ?.

Ini adalah salah satu pertanyaan yang sering menggelinding di masyarakat. Banyak asumsi mengatakan haram hukumnya menjawab adzan bagi orang yang sedang qadhil hajah atau berada di toilet. Sebab adzan mengandung dzikir yang tidak sepantasnya dilakukan sambil qadhil hajah. Hal ini sama saja dengan menghina simbol-simbol agama.

Namun sebenarnya tidak lah demikian. Dalam madzhab Syafii menjawab adzan pada saat qadhil hajah hukumnya makruh, tidak sampai haram. Syaikh Zainuddin bin Abdil Aziz al Malibari mengatakan: 

وَتُكْرَهُ لِمُجَامِعٍ وَقَاضِيْ حَاجَةٍ بَلْ يُجِيْبَانِ بَعْدَ الْفَرَاغِ

Artinya: Makruh menjawab adzan bagi orang yang sedang jimak dan qadhil hajah, akan tetapi keduanya sunnah menjawabnya setelah selesai jimak dan qadhil hajah

Begitu juga imam Nawawi dalam kitab al Adzkar an Nawawiyah menjelaskan:

يُكْرَهُ الذِّكْرُ وَالْكَلَامُ حَالَ قَضَاءِ الْحَاجَةِ سَوَاءٌ كَانِ فِي الصَّحْرَاءِ أَوْ فِي الْبُنْيَانِ وَسَوَاءٌ فِي ذَلِكَ جَمِيْعُ الْأَذْكَارِ وَالْكَلَامِ  إِلَّا كَلَامَ الضَّرُوْرَةِ. حَتَّى قَالَ بَعْضُ أَصْحَابِنَا إِذَا عَطَسَ لَا يَحْمَدُ اللهَ تَعَالَى وَلَا يُشَمِّتَ عَاطِسًا وَلَا يَرُدَّ السَّلَامَ وَلَا يُجِيْبُ الْمُؤَذِّنَ  وَيَكُوْنُ الْمُسْلِمُ مُقَصِّرًا لَا يَسْتَحِقُّ جَوَابًا وَالْكَلَامُ بِهَذَا كُلِّهِ مَكْرُوْهٌ كَرَاهَةَ تَنْزِيْهٍ وَلَا يَحْرُمُ

Artinya: Makruh berdzikir dan berbicara pada saat qadhil hajah baik berada di tempat luas atau di bangunan, baik semua dzikir dan berbicara, kecuali berbicara karena dhorurot. Hingga sebagian dari ashab kami berkata: Jika seseorang bersin maka tidak perlu mengucapkan alhamdulillah, begitu juga mengucapkan yarhamukallah kepada orang yang bersin, tidak perlu membalas salam, tidak perlu menjawab adzan. Dalam hal ini cukup mengucapkan salam saja tidak berhak menjawabnya. Berbicara dalam hal ini semua hukumnya makruh dengan makruh tanzih, tidak sampai haram

Akan tetapi yang perlu menjadi catatan penting dalam hal ini bahwa kemakruhan tersebut apabila menjawab adzan dengan disuarakan atau sampai menggerakkan lisannya. Akan tetapi, jika menjawabnya di dalam hati tanpa menggerakkan lisan, maka hukumnya tidak makruh, apalagi haram. Masih dalam kitab yang sama, imam Nawawi menjelaskan tentang orang bersin pada saat qadhil hajah lalu mengucapkan hamdalah di dalam hati, menurutnya tidak makruh.

فَإِنْ عَطَسَ فَحَمِدَ اللهَ تَعَالَى بِقَلْبِهِ وَلَمْ يُحَرِّكْ لِسَانَهُ فَلَا بَأْسَ وَكَذَلِكَ يَفْعَلُ حَالَ الْجِمَاعِ

Artinya: Jika seseorang bersin, lalu mengucapkan alhamdulillah dengan hatinya, dan tidak menggerakkan lisannya, maka yang demikian tidak apa-apa. Begitu juga jika dilakukan pada saat jimak

Sekalipun redaksi tersebut bukan kaitannya dengan adzan, namun seperti sebelumnya mengucapkan alhamdulillah dan lafadz-lafadz adzan sama-sama merupakan dzikir yang memiliki hukum sama antara kesunnahan, kemakruhan atau keharaman ketika dilakukan dalam kontek tertentu.

Jadi, menjawab adzan pada saat qadhil hajah hukumnya makruh jika sampai dilafadzkan (disuarakan) atau dengan menggerakkan lisan sebagai simbol ucapan. Akan tetapi hal ini tidak sampai kepada haram sebagaimana asumsi sebagian masyarakat. Namun kemaruhan menjawab adzan pada saat qadhil hajah atau sedang berada di toilet apabila dilafadzkan, jika diucapkan di dalam hati, maka sama sekali tidak makruh.

Bagikan Artikel ini:

About Ernita Witaloka

Mahasantri Ma’had Aly Nurul Qarnain Sukowono Jember Takhassus Fiqh Siyasah

Check Also

caci maki

Hukum Menghina Kinerja Pemerintah

Pada prinsipnya, Islam melarang siapa pun menghina orang lain, termasuk kepada Pemerintah. Menghina termasuk perbuatan …

politik

Siapakah yang Dimaksud Pemimpin Dzalim ?

Dalam salah satu riwayat, ketika Umar bin Abdil Aziz ra diganti menjadi khalifah ia berdiri …