rukyat dan hilal
rukyat dan hilal

Rukyah dan Hisab, Mana yang Didahulukan ?

Secara umum, dalam menentukan awal dan akhir Ramadlan menggunakan metode rukyah dan ikmal. Karena dua metode ini yang disampaikan oleh Rasulullah saw. Namun demikian, ulama’ Fiqh tidak mengingkari ada metode lain selain rukyah dan ikmal dalam menentukan awal atau akhir bulan, seperti metode nujum (menetapkan awal atau akhir bulan menggunakan tanda-tanda bintang) dan metode hisab (menetapkan awal dan akhir bulan berdasarkan peredaran bulan).

Di Indonesia, metode yang lumrah digunakan yaitu rukyah dan hisab. Adapun ikmal sebenarnya konsekwensi ketika rukyah tidak bisa dilakukan. Ketika hasil rukyah sama degan hisab, tentu tidak akan ada masalah. Yang menjadi masalah manakala hasil rukyah tidak sama dengan hisab.

Lalu mana yang didahulukan ?

Konteks perbedaan hasil rukyah dan hisab setidaknya terjadi pada dua bentuk;

Pertama, Menurut metode hisab, hilal bisa dilihat, artinya hilal di malam tanggal 30 Sya’ban sudah ada, hanya saja tidak terlihat karena tertutup mendung.

Kedua, Menurut metode hisab, hilal tidak mungkin dapat dilihat. Hal ini bukan karena tertutup mendung, tetapi karena memang belum waktunya hilal muncul di atas permukaan bumi. Sehingga tidak mungkin akan terlihat.

Jika pada kondisi pertama, di mana hilal sebenarnya sudah ada secara metode hitungan peredaran bulan, hanya saja tidak bisa dilihat (rukyah) karena sedang mendung, menurut imam As Subki ulama’ sepakat mendahulukan rukyah, hanya saja ulama’ berbeda pendapat apakah boleh atau tidak mengikuti hasil metode hisab dalam kondisi ini.

Sebagian ulama’ mengatakan tidak boleh dan ini pendapat yang paling kuat yang sesuai dengan intruksi hadits; Jika hilal tidak terlihat karena tertutup mendung, maka sempurnakanlah bulan Syaban sebanyak tiga puluh hari. Pendapat lain mengatakan boleh mengikuti hasil hisab, sebab hilal sudah ada hanya tidak terlihat.

Dan jika terjadi pada kondisi kedua, di mana menurut hisab tidak mungkin bisa dilihat karena memang belum saatnya hilal muncul dipermukaan, lalu ternyata dapat dilihat, maka di sini pun ulama’ berbeda pendapat, Pendapat pertama, mengatakan wajib mengikuti rukyah, karena faktanya hilal sudah terlihat. Jadi tidak perlu mempertimbangkan metode lain. Kaerna standart awal dan akhir bulan dengan terlihatnya hilal, dan sekarang sudah terlihat. Pendapat kedua, yaitu pendapatnya imam As Subki mengatakan wajib mengikuti hisab. Sebab jika belum waktunya seharusnya tidak terlihat. Pendapat ketiga, yaitu pendapatnya imam Ibn Hajar al Haitami mengatakan wajib mengikuti hisab jika hisabnya memenuhi empat syarat, yaitu:

  1. Metode hisab yang digunakan harus akurat
  2. Sepakat dalam penghitungannya
  3. Hasil hisab menetapkan belum bisa dilihat
  4. Orang yang menghitung peredaran bulan ini banyak mencapai jumlah mutawatir (banyak dengan hasil yang sama).

Jika tidak demikian, maka menurut Ibn Hajar al Haitami wajib mengikuti rukyah.

Namun secara umum, ulama mendahulukan rukyah dari pada hisab karena sesuai hadits Nabi saw. Di dalam kitab Bugyatul Mustarsyidin dijelaskan:

إِنْ عَارَضَ الْحِسَابُ اَلرُّؤْيَةَ فَالْعَمَلُ عَلَيْهَا لَا عَلَيْهِ عَلَى كُلِّ قَوْلٍ

Artinya: Jika bertentangan antara hasil hisab dan rukyah maka yang diamalkan adalah rukyah bukan hisab

Itu perbedaan pendapat ulama’ jika hisab dan rukyah tidak sama.

Semoga bermanfaat

Bagikan Artikel ini:

About Tiena M. Al Layli

Pengajar Di PP. Nurul Qarnain Sukowono Jember

Check Also

kodok tuli

Apakah Kodok Halal ?

Kodok merupakan hewan yang bisa hidup di darat dan air. Hewan ini memiliki keistimewaan yang …

fadhilah puasa arafah

Fadhilah Puasa Arafah: Keutamaan dan Manfaatnya

Puasa Arafah adalah puasa sunnah yang dilakukan pada tanggal 9 Dzul Hijjah. Dinamakan demikian karena …