Bagi pengantin baru, saat pesta pernikahan (walimatul ‘ursyi,) di samping menjalankan sunnah Nabi juga menjadi momen paling indah, saat paling bahagia, sebagai raja dan ratu sehari. Namun juga melelahkan. Hampir tidak ada waktu untuk istirahat.
Dalam kondisi demikian, bolehkah pasangan pengantin baru yang sedang merayakan pesta pernikahan menjama’ atau mengqashar shalat?
Bila berpedoman pada pendapat sebagian ulama dari kalangan madhab Syafi’i, seperti tertulis dalam kitab Majmu’ Syarh al Muhaddzab karya Imam Nawawi, pasangan pengantin baru yang sedang melangsungkan pesta pernikahan, juga orang-orang yang terlibat di dalam acara tersebut, tidak boleh menjama’ shalat. Sebab, shalat jama’ (mengerjakan dua shalat dalam satu waktu) hanya diperuntukkan untuk musafir (orang yang sedang dalam perjalanan). Pendapat seperti ini juga dikatakan oleh Imam Malik, Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal. Jadi, pendapat ini adalah pendapat mayoritas ulama.
Akan tetapi, menurut sebagian ulama yang lain, boleh melaksanakan shalat dengan cara jama’ bila ada hajat (kebutuhan). Pesta pernikahan masuk dalam kategori hajat sebab bukan kebiasaan. Hanya pada waktu-waktu tertentu. Oleh karena itu, pasangan pengantin baru yang sedang melangsungkan pesta pernikahan dan orang-orang yang terlibat boleh menjama’ shalat. Baik jama’ taqdim ataupun jama’ ta’khir. Adalah Imam Ibnu Sirin, Imam al Qaffal dan Imam Abu Ishaq al Mawarzy yang berpendapat seperti ini.
Pendapat ini juga dikatakan oleh Al Khattabi dalam kitab Bughyatu Al Musytarsyidin menukil riwayat Abu Ishaq yang berpendapat boleh melakukan shalat jama’ saat ada hajat atau kebutuhan sekalipun tidak sedang melakukan perjalanan.
Namun pasangan pengantin baru dan orang-orang yang terlibat tidak boleh melakukan shalat qashar. Sebab shalat qashar hanya diperuntukkan bagi musafir dengan jarak yang telah ditentukan (sebagian pendapat 89 km).
Dengan demikian, penyampaian dua pendapat di atas, membuka kesempatan bagi pengantin baru yang sedang melangsungkan pesta pernikahan dan juga orang-orang yang terlibat di dalamnya untuk melaksanakan shalat dengan cara dijama’. Sehingga bisa menikmati momen paling berharga dalam hidupnya, melayani tamu undangan dengan sempurna dan menikmati dirinya sebagai raja dan ratu sehari tanpa melalaikan kewajiban shalat sebagai ibadah utama.