jamak shalat ketika macet
jamak shalat ketika macet

Terjebak Macet, Bolehkah Menjamak Shalat?

Bagi yang berdomisili di kota-kota besar, seperti Jakarta dan Surabaya, kemacetan sering terjadi. Problem klasik ini menjadi pemandangan sehari-hari dan tak pernah bisa diuari. Sehingga perjalanan yang jaraknya dekat akan memakan waktu yang sangat lama.

Dalam kondisi seperti ini seseorang tidak akan sempat keluar dari kendaraan, misalnya mobil, untuk menunaikan shalat. Walaupun masih mungkin shalat dikendaraan jika tidak hadas. Persoalannya menjadi semakin sulit jika ia berhadas dan tidak mendapati air untuk berwudhu, atau debu untuk tayammum.

Jika ia dalam keadaan hadast, yakni wudhunya telah batal, sementara tidak ada air untuk wudhu, atau debu untuk tayammum, ketika itu ia disebut Faqidu al Thahurain (orang yang tidak menemukan air untuk berwudhu, atau debu untuk tayammum). Problemnya sama seperti orang yang dipenjara di ruangan yang tidak ada air maupun debu. Pada kondisi seperti ini seseorang tetap wajib melakukan shalat, yakni shalat lihurmatil wakti (shalat menghormati waktu). Setelah menemukan air atau debu shalat lihurmatil wakti tadi di qadha’ (diganti).

Hal ini sebagaimana penjelasan dalam kitab Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah dan kitab Majmu’Syarh al Muhaddzab karya Imam Nawawi, seseorang yang tidak menjumpai air atau debu (Faqidu al Thahurain), seperti di penjara, di kapal, keadaan sakit yang sulit untuk wudhu dan tayammum, maka menurut mayoritas ulama kalangan madhab Imam Syafi’i dan Hanafi tetap wajib shalat sekedar penghormatan terhadap waktu dan wajib mengganti (qadha’) setelah menjumpai air atau debu.

Adapun menurut kalangan Hanabilah tidak wajib mengqadha’. Artinya shalat lihurmatil wakti sah dan menggugurkan kewajiban. Pendapat ini sama dengan pendapat yang mu’tamad (bisa dipedomani) dikalangan madhab Maliki. Walaupun ada pendapat sebagian ulama madhab Maliki yang menyatakan shalatnya tetap harus diqadha’.

Lalu, apakah dalam situasi terjebak macet seseorang bisa menjamak shalat bila menemukan air atau debu?. Dalam kitab Bughyatu al Musytarsyidin dijelaskan, seseorang yang melakukan perjalanan, walaupun jaraknya dekat, boleh menjamak shalat. Seperti pendapat yang disampaikan oleh Imam al Bandaniji. Alasannya, dalam Shahih Muslim ada hadis yang secara tegas menjelaskan bolehnya seseorang menjamak shalat meskipun tidak melakukan perjalanan.

Al Khattabi menuqil dari Abu Ishak menjelaskan, boleh menjamak shalat bagi seseorang yang melakukan perjalanan jarak dekat karena suatu keperluan (hajat), meskipun perjalanan tersebut tidak dalam situasi keamanan yang mencekam, tidak hujan dan tidak dalam keadaan sakit. Pendapat ini juga diamini oleh Ibnu Mundzir.

Bagikan Artikel ini:

About Khotibul Umam

Alumni Pondok Pesantren Sidogiri

Check Also

sirah nabi

Pesan Nabi Menyambut Ramadan

Bulan Ramadan, atau di Indonesia familiar dengan sebutan Bulan Puasa, merupakan anugerah yang diberikan Allah …

imam ahmad bin hanbal

Teladan Imam Ahmad bin Hanbal; Menasehati dengan Bijak, Bukan Menginjak

Sumpah, “demi masa”, manusia berada dalam kerugian. Begitulah Allah mengingatkan dalam al Qur’an. Kecuali mereka …