kubah masjid berlafaskan allah 200826174728 473
kubah masjid berlafaskan allah 200826174728 473

Segala Sesuatu Milik Allah : Jangan Campuradukkan Pemikiran Teologis dengan Etika Sosial

Segala sesuatu yang di alam semesta adalah milik Allah. Dialah Pencipta dan Raja segala raja di alam semesta. Pemilik segala sesuatu yang ada di bumi dan di langit (QS: Al Baqarah 284). Pernyataan ini sudah sangat jelas dipahami oleh orang yang beriman sebagai pernyataan teologis-keyakinan.

Muncul pertanyaan nakal : jika segala suatu milik Allah berarti seluruh manusia sebagai khalifah di muka bumi bisa menikmati dan mengambil apa yang ada di bumi. Jika segalanya milik Allah mengambil barang orang lain termasuk mengambil milik Allah, bukan milik seseorang pada hakikatnya. Absah, mengambil barang lain?

Inilah sebenarnya cara berpikir yang mencampuradukkan antara persoalan teologis dan etika sosial atau hukum. Persis, bagaimana orang sering menafsirkan ayat tahkim, bahwa hanya Allah pembuat hukum di muka bumi. Sehingga aturan yang dibuat manusia tidak bisa diikuti, karena sesungguhnya pembuat hukum hanya Tuhan.

Cara berpikir seperti ini bukan hanya cacat secara metodologis keilmuan dalam Islam, tetapi berdampak buruk bagi kehidupan. Kekacauan, kerusakan dan ketidakstabilan akan terjadi, padahal dengan dalil pada segala sesuatu milik Allah dan hanya Allah Pencipta hukum yang sesungguhnya.

Ketika Allah berfirman dalam banyak ayat tentang kekuasaan Tuhan berarti ini adalah wilayah teologis keyakinan. Tuhan sedang mengajarkan kepada manusia bahwa sesungguhnya Pencipta hakiki dari segala sesuatu yang patut disembah hanyalah Allah.

Allah sedang menerangkan kepada manusia tentang kekuasaannya. Surah Ibrahim 32-33 Allah berbicara tentang kekuasaan penciptaan langit, bumi dan proses hukum alam. Surat Al-Anam 12 Allah menegaskan kepemilikan segala di langit dan bumi sebagai kepunyaan Allah. Surat An-Nisa 126 Allah menegaskan Milik Allah-lah apa yang ada di langit dan di bumi dan kekuasaanya meliputi segala sesuatu.

Ayat-ayat tentang penciptaan dan kepemilikan hakiki ini bertujuan pada pemantapan teologis, bukan penciptaan hukum sosial. Artinya, tidak ada justifikasi dengan ayat-ayat tersebut orang bisa mengambil barang orang lain dengan dalih segala sesuatu milik Allah. Itu pemahaman yang cacat!

Ayat teologis diarahkan untuk meyakinkan manusia agar tidak ragu bahwa yang patut disembah, diyakini dan segala suatu akan kembali adalah Allah. Makanya, ayat-ayat tersebut selalu bergandengan dengan keimanan semisal hari kiamat, tentang larangan menyekutukan, kebangkitan setelah kematian, dan lain sebagainya. Allah sedang mengajarkan prinsip keimanan dengan kekuasaanNya yang sangat luar biasa melampaui segala kekuatan manusia.

Ayat teologis ini tidak bisa dipakai untuk justifikasi hubungan sosial. Islam mengatur etika sosial dalam hukum syariat yang menjamin keadilan, kerukunan, hak dan tanggungjawab. Karena itulah, dalam surat An-Nisa 29 Allah mengatakan orang beriman jangan saling memakan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan perdagangan. Artinya, ada hukum dan etika sosial yang dipegang yang tidak dicampuradukkkan dengan ayat kepemilikan di atas.

Nabi juga dengan tegas bersabda : mengambil harta orang lain dengan cara tidak benar di hari kiamat akan dibangkitkan dalam keadaan memikul harta tersebut. Dalam hadist yang lain misalnya, tidak halal harta seseorang kecuali dengan keridhoannya.

Catat! Keridhoan manusia menjadi penting. Bukan karena segala sesuatu milik Allah berarti kita bisa mengambil dengan seenaknya. Tetapi faktor keridhoan manusia menjadi pra syarat dalam kepemilikan tersebut.

Jadi, pengetahuan dan pemahaman teologis tidak bisa dicampuradukkan dengan pemahaman tindakan sosial. Syariat juga melindungi kepemilikan, syariat juga mengatur tentang hak dan kewajiban, dan syariat juga mengatur tentang etika hubungan sosial.

Jangan pernah menjustifikasi semisal ayat kepemilikan Tuhan atau ayat tahkim bahwa Tuhan pencipta hukum untuk melanggar syariat Tuhan yang lain. Kelompok tertentu sering salah kaprah dengan mengatakan Tuhan Pengatur segalanya dan Tuhan Pemilik Hukum yang sesungguhnya dengan cara menolak segala aturan yang diciptakan manusia. Pemahaman seperti itu  sama saja seperti memahami Tuhan yang punya segala sesuatu di langit dan bumi yang digunakan untuk mengambil harta orang lain dengan alasan sebagai milik Tuhan.

Bagikan Artikel ini:

About Farhan

Check Also

tionghoa dan islamisasi nusantara-by AI

Jejak yang Terlupakan: Etnis Tionghoa dalam Islamisasi Nusantara

Seberapa sering kita mendengar nama-nama besar dalam sejarah Islam di Nusantara? Seberapa banyak kita mengingat …

mengucapkan selamat Natal

Kenapa Tidak Ada Dalil dari Nabi tentang Ucapan Selamat Natal?

Ucapan selamat Natal selalu menjadi buah perdebatan yang membelah pandangan umat Islam. Apakah sepenting itu …