“hayya alal jihad” memiliki masa silam nan kelam. Abdur rahman Ibn Muhammad Sa’id mengatakan. “hayya alal jihad” mengingatkan kita pada salah satu insiden berdarah di Masjid al-Jami’ah al-‘Arabiyyah, di mana mereka memasuki masjid dan mengeluarkan imam masjid (Salim al-Babidi) dan menikam beberapa jamaah dengan pisau. Hasil dari insiden itu setidaknya empat belas terluka. Salah seorang dari mereka berteriak di pintu masjid, “hayya alal jihad”, dan kemudian masjid ditutup dan lampu dimatikan. Mausu’ah ahl al-Sunnah, 1/866
Petamburan kembali berulah. Beredar video ‘hayya alal jihad’ (ayo segera berjihad) menggantikan ‘hayya alas shalah’ (ayo segera shalat). Konyol ! mereka membawa bawa ikon agama dalam kepentingan mereka. Apa ini?! kalau bukan konyol !
Syahdan, PBNU menilai, ini adalah hasutan. PBNU meminta masyarakat tidak gampang terhasut. Karena tercium indikasi mereka ingin membuat kekisruhan dan keonaran di Negeri yang damai ini. Semoga Allah melindungi negeri ini dari kaum para perusak !
Lalu bolehkah merubah redaksi adzan? Bagaimana agama menilai fenomena ini?
Syaikh Zainuddin al-Malibari berkeyakinan bahwa redaksi adzan bukanlah redaksi antah berantah dan tak beralamat. Tetapi redaksi adzan adalah sejumput imla’ yang didiktekan oleh Malaikat Jibril atas perintah Allah. Fath al-Muin, 29
Al-Nawawi mengatakan bahwa adzan semata mata disyari’atkan untuk memberitahukan masuknya waktu shalat maktubah. Bukan untuk yang lainnya, termasuk jihad. Al-Baihaqi menegaskan, redaksi adzan sudah baku dari agama. Menambah atau bahkan merubah redaksinya adalah tindakan tak terpuji (makruh). Al-Majmu’,3/76,98
Zakariya al-Anshari berkata: merubah redaksi adzan termasuk perbuatan yang sangat dibenci Agama. Karena dianggap telah membuat syari’at baru dalam agama (bid’ah). Sebab adzan adalah syari’at agama, dimana panduannya langsung dari agama. Maka tak seorangpun memiliki wewenang untuk merancang syari’at agama. Asna al-Mathalib, 1/133
Sejalan dengan nalar ilmiah Al-Bujairami yang berkata bahwa hay’alah (hayya ‘alal shalat dan hayya alal falah) sejatinya adalah panggilan untuk shalat . Maka tidak boleh dirubah rubah. Hasyiyah al-Bujairami, 4/332
Jihad tidak harus bertarung di medan laga apalagi hingga mengusik sebuah kedamaian. Menurut Dr. Musthafa al-Bugha, sesungguhnya jihad itu adalah I’la kalimat Allah (memprioritas aturan Allah) serta menyebarluaskan syari’at Allah. Artinya bagaimana Islam menjadi Agama mayoritas dan Allah menjadi sesembahan prioritas. Di Indonesia, ini sudah terwujud. Di Indonesia, Islam menjadi agama mayoritas. Dan Allah menjadi prioritas. Maka berarti, tidak ada ruang untuk mengumandangkan seruan jihad di Indonesia. Al-Fiqh al-Manhaji, 8/119
Bila terdengar seruan jihad di Indonesia, maka seruan itu tak ubahnya seperti lolongan anjing di siang hari, tidak menakutkan ! Di zaman Rasulullah. Jihad adalah kebutuhan agama, namun sedikitpun Rasulullah tidak pernah merubah redaksi adzan ‘hayya alas shalat’ menjadi ‘hayya alal jihad’. Jika demikian, seseorang yang merubah redaksi ‘hayya alas shalat’ menjadi ‘hayya alal jihad’, merasa lebih alim dari pada Rasulullah. Sungguh perasaan yang sesat ! masihkah hendak didengar fatwanya dan diikuti kiprahnya. Konyol !