Diskursus soal bid’ah selalu mendapatkan ruang dalam khazanah pemikiran umat. Bid’ah selalu menjadi tema menarik, hangat dan aktual. Alasannya, di samping karena memang terjadi banyak di masyarakat yang berhubungan dengan bid’ah, juga karena dari masa ke masa senantiasa hadir kelompok kelompok yang gencar menuding, atau bahkan menolak beberapa aktifitas ritual peribadatan sebagian umat dengan alasan bid’ah.
Lalu apa itu bid’ah?
Bid’ah dalam pandangan al-Shan’ani—seorang cendekia Syi’ah Zaidiyah, idola dari Kaum Wahabi—memberikan ulasan sederhana bahwa bid’ah adalah melakukan suatu perbuatan baru yang tidak pernah ada contoh sebelumnya di masa Rasul. Maksudnya, suatu amal tanpa legalitas syari’at melalui al-Qur’an ataupun al-Hadits. Subul al-Salam, 2/406
Jika definisi ini diterima, maka mengendarai mobil, sepeda motor, adzan dengan pengeras suara adalah bid’ah. Alasannya karena Rasulullah tidak pernah mengendarai mobil, sepeda motor dan adzan dengan pengeras suara.
Jika definisi bid’ah begitu sempit, tentu saja aktifitas umat Islam akan selalu terjepit. Tidak ada inovasi dan kreatifitas dalam mengembangkan dakwah Islam gara-gara definisi bid’ah yang seperti itu. Karena itulah, Imam Syafi’i dan Ibnu Taimiyah membagi bid’ah dalam dua kategori.
Pembagian Bid’ah
Al-Syafii membagi bid’ah (muhdatsat) menjadi dua; bid’ah hasanah (bid’ah yang positif) sesuatu yang baru dalam hal kebaikan yang tidak bertentangan dengan al-Qur’an, al-Hadits, dan Ijma’ dan bid’ah madzmumah (bid’ah yang negatif) ialah sesuatu yang baru yang bertentangan dengan al-Qur’an, al-hadits dan Ijma’. Bid’ah macam ini disebut dhalalah (kesesatan). Manaqib al-Imam al-Syafii, 1/469
Al-Syawkani mengutip pernyataan Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata, sesuatu yang baru yang dinilai baik oleh agama, maka itu disebut bid’ah hasanah, namun sesuatu yang baru bila diluar koridor penilaian baik dalam agama, maka disebut bid’ah madzmumah. Nail al-Awthar, 3/25.
Ibnu Taimiyyah juga membagi bid’ah menjadi dua macam; bid’ah dhalalah dan bid’ah hasanah. Bid’ah dhalalah yaitu bid’ah yang bertabrakan dengan aturan al-Qur’an, al-hadits, Ijma’ dan Atsar. Bila tidak, maka disebut bid’ah hasanah. Majmu’ al-Fatawa, 20/163
Bila ada seseorang, kelompok, komunitas, jam’iyyah atau organisasi menuduh atau mengklaim orang lain, kelompok lain, komunitas lain, jam’iyyah lain atau organisasi lain sebagai pelaku bid’ah maka sejatinya, dialah yang telah melakukan bid’ah. Karena menuduh tanpa hujjah mendasar adalah tuduhan yang brutal.
Tuduhan brutal ini tidak ubahnya dengan menghina, mengejek, merendahkan. Menghina orang lain tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Maka jelas ini adalah bid’ah yang menyesatkan. Sebab bertentangan dengan al-Qur’an. Firman Allah
يأيها الذين ءامنوا لا يسخر قوم من قوم عسى أن يكونوا خيرا منهم
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik dari mereka yang merendahkan”. QS: al-Hujurat, 11
Al-Qurthubi memaparkan, ayat ini turun saat Ikrimah Putra Abu Jahal diolok olok secara brutal oleh kaum muslimin dengan cercaan Putra Fir’aun masa kini. Merasa terganggu dengan cercaan itu, Ikrimah lalu mengadukannya kepada Rasulullah dengan tujuan agar kaum muslimin tidak terjebak pada perbuatan yang tidak pernah ia kenal dari Rasulullah. Kemudian QS. Al-Hujurat, 11 diturunkan oleh Allah sebagai respon terhadap perbuatan culas yang dilakukan kaum muslimin kepada Ikrimah. Tafsir al-Qurthubi, 16/325.
Secara tekstual, ayat ini menuturkan, orang yang kita anggap bejat dan jahat, belum tentu lebih bejat dan jahat dari pada kita sendiri. Kelompok yang dihujat pelaku bid’ah ada kemungkinan mereka adalah pelaku sunnah, sebaliknya, kelompok yang menilai sunnah justru merekalah yang pelaku bid’ah. Wallahu A’lam bish shawab.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah