Sekalipun dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar adalah ajaran dan perintah Islam, namun tidak setiap umat Islam boleh melakukannya. Untuk menjadi dai, mubaligh dan pendakwah harus memenuhi persyaratan dan kriteria yang ketat. Fenomena munculnya dai dan mubaligh yang asal bunyi (asbun) di media sosial membuktikan dirinya belum memenuhi kualifikasi yang ditetapkan.
Demikian pula, dai atau mubaligh yang berdakwah dengan kasar, suka menyalahkan orang dan kelompok lain dan menuduh sesat, adalah contoh dari yang tidak memenuhi syarat. Alih-alih berdakwah dan beramar ma’ruf nahi munkar, sebaliknya, justru berseberangan dengan ajaran Islam sendiri.
Allah berfirman: “Dan hendaklah diantara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (QS. Ali Imran: 104).
Ayat di atas mengatakan “sebagian”, tidak semuanya. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa hukum amar ma’ruf nahi munkar itu adalah fardhu kifayah atau kewajiban kolektif yang apabila ada sebagian telah melakukan, yang lain tidak berdosa.
Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Imam Jalaluddin al Suyuthi dalam Tafsir Jalalain ketika menafsiri ayat di atas. Hukum berdakwah dan amar ma’ruf nahi munkar adalah fardhu kifayah. Oleh karena itu, orang yang bodoh yang tidak menguasai ilmu agama secara baik tidak boleh berdakwah.
Tentang syarat menjadi dai atau mubaligh dijelaskan oleh Imam al Ghazali dalam al Ghunyah li Thalibi Thariq al Haq. Beliau menulis, ada lima syarat yang harus dipenuhi oleh seorang da’i atau mubaligh.
Pertama, mengetahui sesuatu yang diperintahkan dan sesuatu yang dilarang.
Kedua, tujuan utama berdakwah adalah mengharap ridha Allah, menanamkan nilai-nilai luhur ajaran Islam dan meninggikan kalimat Allah.
Ketiga, berdakwah dengan lemah lembut, ramah dan kasih sayang. Setiap nasihat disampaikan dengan baik dan lemah lembut, tidak dengan keras dan marah-marah.
Keempat, dai harus penyabar, toleran, murah hati, rendah hati, mampu mengontrol hawa nafsu, kuat hatinya, tidak beringas dan tidak sangar.
Kelima, praktik amaliahnya harus sesuai dengan apa yang ia sampaikan. Seorang da’i tidak boleh hanya pandai berbicara namun perbuatannya menyimpang jauh dari ceramah-ceramah yang ia sampaikan.
Lima syarat ini harus dipenuhi sebelum terjun menjadi dai atau mubaligh. Semua syarat tersebut tidak akan terpenuhi sebelum yang bersangkutan menguasai ilmu agama secara baik dan benar. Dengan demikian, pemahaman yang baik dan benar terhadap ilmu agama menjadi kunci dalam berdakwah.