muslim ideal
muslim ideal

Silaturahmi Kepada Orang Tua dan Saudara Non Muslim, Bolehkah?

Meskipun hari raya Idul Fitri telah berlalu, namun sebagian masyarakat muslim tetap memanfaatkan momentum Syawal untuk bersilaturahmi kepada keluarga atau teman yang domisilinya jauh. Hal ini karena pada saat Idul Fitri mereka lebih dulu bersilaturahmi dengan keluarga dan tetangga dekat sehingga tidak cukup waktu mengunjungi keluarga yang tempat tinggalnya jauh.

Silaturahmi memang tidak terikat waktu, kapan saja boleh. Tetapi karena kesibukan dan aktivitas keseharian terkadang membuat seseorang tidak sempat untuk menjalin silaturahmi di selain hari raya Idul Fitri dan bulan Syawal. Karena itu, masyarakat muslim Indonesia memanfaatkan momen hari raya dan Syawal untuk menuntaskan silaturahmi.

Silaturahmi memang sangat dianjurkan. Namun dibalik anjuran tersebut masih menyisakan satu pertanyaan, “apakah boleh bersilaturahmi kepada orang tua atau keluarga yang non muslim”?

Untuk membahas pertanyaan ini lebih lengkap kalau kita melihat spektrum sejarah masa awal Islam. Dimana, pada masa itu banyak dijumpai fenomena anak memeluk agama Islam sementara orang tuanya tidak, atau sebaliknya.

Di antara yang merekam fenomena beda agama antara anak dan orang tua pada masa awal Islam adalah Ahmad bin Ali bin Hajar al ‘Asqalani dalam kitabnya Al Ishabah fi Tamyis al Shahabah. Adalah sahabat Handhalah dari suku Aus yang memeluk Islam, sementara ayahnya Abu Amir bin Shaifi memilih tetap dengan agamanya semula. Lebih dari itu, sang ayah malah sangat memusuhi Islam sampai-sampai ia pindah ke Makkah bergabung denga kafir Quraisy untuk memerangi pengikut Nabi. Handhalah meminta izin kepada Nabi untuk membunuh ayahnya, tapi beliau melarangnya.

Kenyataan yang sama dialami oleh Abdullah bin Abdullah bin Ubay yang memeluk Islam, sementara ayahnya Abdullah bin Ubay bin Salul memilih tetap kafir. Sama seperti Handhalah, ia meminta izin kepada Nabi untuk membunuh ayahnya, namun lagi-lagi Nabi melarangnya.

Jauh sebelum itu peristiwa yang sama dialami oleh Sa’ad bin Abi Waqqash, orang ketujuh yang memeluk Islam dan salah satu sahabat yang dijamin masuk surga. Sementara ibunya tidak menginginkan Sa’ad memeluk Islam sampai-sampai melakukan mogok makan selama tiga hari untuk meluluhkan hati anaknya dan urung memeluk Islam. Tapi, Sa’ad tidak bergeming. Namun tetap saja Islam memerintahkan dirinya untuk tetap berbuat baik kepada ibunya. Tiga ayat turun sebagai respon terhadap masalah ini dan memerintahkan Sa’ad untuk tetap berbakti kepada ibunya. Hal ini seperti ditulis oleh Ali bin Ahmad al Wahidi dalam kitabnya Asbabun Nuzul.

Hukum Silaturahmi Kepada Orang Tua dan Saudara Non Muslim

Imam Bukhari dalam kitabnya yang masyhur dengan Shahih Bukhari menulis bab khusus tentang “Silaturahmi kepada orang tua non muslim” (Bab shilatu al Walid al Musyrik). Disini diceritakan, Asma binti Abu Bakar disambangi ibunya yang beda agama. Asma kemudian bertanya kepada Nabi apakah dirinya boleh bersilaturahmi dengan ibunya yang beda agama tersebut. Nabi menjawab, “boleh”. Sebagai respon terhadap peristiwa ini kemudian turun surat al Mumtahanah ayat 8.

Imam Bukhari juga menulis bab Shilatu al Akhi al Musyrik, silaturahmi kepada saudara non muslim. Disini dikisahkan Khalifah Umar bin Khattab mengirimkan pakaian kepada saudaranya yang berbeda agama.

Kedua hadits yang ditulis oleh Imam Bukhari ini menjadi pengokoh sejarah perbedaan agama anak dan orang tua yang berbeda agama. Islam tetap menganjurkan silaturahmi kepada orang tua dan saudara yang sekalipun beda agama.

Dengan demikian, momentum Idul Fitri dan Syawal bagi umat Islam yang kebetulan memiliki orang tua atau saudara non muslim tetap mengunjungi dan bersilaturahmi dengan mereka. Inilah bentuk ajaran Islam memerintahkan anak harus tetap berbakti kepada orang tuanya sekalipun non muslim. Islam juga mengajarkan dan menganjurkan supaya bersilaturahmi kepada saudara non muslim. Tidak alasan untuk memusuhi mereka karena berbeda agama selama mereka tidak memerangimu dalam agama dan mengusirmu dari negerimu, sebagaimana ditegaskan dalam surat al Mumtahanah ayat 8.

Bagikan Artikel ini:

About Nurfati Maulida

Check Also

darah haid

Darah Haid Tuntas Tapi Belum Mandi Besar, Bolehkah Berpuasa?

Perempuan haid dilarang berpuasa. Tapi, larangan ini tidak bermakna diskriminasi Islam terhadap perempuan. Puasa ramadhan …

buah takwa

Bentuk Bahagia Menyambut Ramadan

Dalam kitab Durrotun Nashihin, ada yang yang berbunyi: “Siapa yang bergembira dengan masuknya bulan Ramadan, …