Di era media sosial, segalanya bisa viral dalam hitungan detik. Ada yang baru berbuat salah, langsung discreenshot, direkam, dan disebarkan. Katanya “biar jadi pelajaran,” tapi sering kali, niat baik berubah jadi tontonan yang mempermalukan orang lain.
Fenomena spill dan kepoan terhadap aib orang ini makin marak, dan tanpa sadar, kita justru sedang bermain-main dengan dosa besar.
Padahal, Rasulullah sudah memberi peringatan keras soal ini. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, beliau bersabda:
“Jika seseorang menutupi kesalahan-kesalahan orang lain, maka Allah akan menutupi kesalahannya pada Hari Kiamat. Dan siapa yang menyingkap aib saudaranya, Allah akan menyingkap aibnya meskipun di dalam rumahnya.”
Hadis ini sederhana tapi dalam banget maknanya. Artinya, kalau kita sibuk membuka aib orang lain, bersiaplah — karena Allah sendiri yang akan “membalas” dengan membuka aib kita, bahkan yang paling tersembunyi.
Bayangkan kalau rahasia atau kesalahan kecilmu yang kamu pikir aman, tiba-tiba dibongkar di depan publik? Malu, kan? Nah, itu sebabnya Islam sangat menekankan adab menjaga rahasia dan kehormatan sesama manusia.
Kepo Itu Bukan Cinta, Itu Pelanggaran Privasi
Kadang kita merasa wajar “penasaran” dengan kehidupan orang lain. Tapi rasa penasaran bisa berubah jadi racun kalau diarahkan ke hal yang nggak seharusnya. Al-Qur’an sudah mengingatkan dengan sangat jelas dalam Surah Al-Hujurat ayat 12:
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, karena sebagian prasangka itu dosa. Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain…”
Lihat kata “jangan mencari-cari kesalahan”? Dalam bahasa sekarang, itu sama saja dengan stop stalking buat nyari aib. Islam tidak melarang tahu informasi, tapi melarang mengorek hal pribadi yang tidak ada manfaatnya.
Apalagi kalau ujung-ujungnya cuma buat spill di Twitter, update di FYP TikTok, atau kasih sindiran di story. Itu bukan nasihat, tapi ghibah yang dibungkus gaya kekinian.
Spill Aib = Menyebar Luka
Rasulullah pernah berkata, “Tidaklah seorang menutupi aib saudaranya, melainkan Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat.” (HR. Muslim)
Jadi, setiap kali kita menahan diri untuk tidak spill aib orang, sebenarnya kita sedang menabung perlindungan dari Allah. Tapi kalau kita ikut-ikutan menyebarkan, bahkan dengan alasan “biar semua tahu siapa dia sebenarnya”, itu bukan kebenaran — itu kebanggaan diri yang terselubung.
Bayangkan kalau setiap kesalahanmu dulu juga dijadikan bahan konten orang lain? Nggak akan ada yang mau berteman. Orang jadi saling curiga, saling menilai, dan kehilangan kasih sayang. Padahal, inti ajaran Nabi adalah kasih dan rahmat, bukan menghakimi dan mempermalukan.
Menutup Aib Itu Bentuk Cinta
Menutupi aib bukan berarti mendukung kejahatan, tapi memberi ruang bagi seseorang untuk bertobat tanpa kehilangan martabat. Rasulullah sendiri, kalau tahu ada sahabat yang berbuat salah, beliau tak langsung memarahi di depan umum. Beliau memberi nasihat secara lembut dan pribadi.
Itulah seni dalam mendidik dan mencintai sesama. Karena sejatinya, cinta dalam Islam adalah tentang menjaga — menjaga hati, menjaga nama baik, dan menjaga martabat manusia.
Kalau hari ini kita bisa menahan diri dari spill aib dan kepoan nggak penting, itu bukan karena kita suci, tapi karena Allah masih menutup aib kita. Jangan tunggu sampai Allah membalas dengan membuka semua yang kita tutup rapat.
Jadi, yuk mulai sekarang, berhenti cari aib orang, fokus perbaiki diri sendiri. Karena mungkin, satu-satunya alasan kita belum “dispill” oleh Tuhan… adalah karena Dia masih sayang.