sejarah maulid nabi
perayaan maulid nabi

Tanggapan Imam Suyuthi dan Ibnu Hajar Mengenai Perayaan Maulid Nabi

Setiap bulan Rabiul Awwal, di Indonesia, khususnya di kampung-kampung mulai merayakan kelahiran Nabi Muhammad ﷺ. Beberapa orang menyebut bulan ini dengan nama bulan Mulud. Bahkan ada yang dari tanggal satu Rabiul Awwal sudah mulai merayakan.

Perayaan yang kita kenal sekarang ini, yang dilakukan dengan cara berkumpul bersama menghidupkan malamnya dengan bermacam-macam ibadah seperti: membaca dzikir dan al-Quran, membaca dan mendengarkan sirah Nabi Muhammad ﷺ, memberikan makanan dan ibadah-ibadah lain, mulai terjadi dalam kurun ke-empat. Perayaan seperti ini dilakukan oleh orang-orang shaleh terdahulu. Hal ini bisa dilihat dalam karangan-karangan ahli sejarah muslim seperti: al-Hafidz Ibnu Katsir, al-Hafidz Ibn al-Jauzi, al-Hafidz Ibnu Hajar dan al-Hafidz Imam Suyuthi.

Imam Suyuthi pernah ditanya: “Apa hukumnya perayaan maulid Nabi ﷺ dalam segi syara’? termasuk amalan yang terpuji apakah tercela? Apakah pelakunya mendapatkan pahala?”

Imam Suyuthi menjawab: “Jawabannya menurutku adalah bahwa asal dari perayaan maulid yang berupa perkumpulan manusia dan membaca ayat-ayat al-Quran dan menceritakan kabar-kabar mengenai prinsip persoalan Nabi Muhammad ﷺ serta meriwayatkan tanda-tanda kelahiran Rasulullah ﷺ kemudian dihidangkan makanan untuk dimakan dan mereka pulang tidak lebih dari itu merupakan bid’ah hasanah yang pelakunya akan diberi pahala karena hal itu mengandung penghormatan pada Nabi Muhammad ﷺ dan menunjukkan rasa senang dan bahagia akan hari lahirnya Rasulullah ﷺ”

Sebagaimana kita ketahui, bahwa Imam Syafii pernah berkata: “Hal-hal baru itu ada dua. Yang pertama adalah hal baru yang menyelisihi al-Kitab, sunnah, atsar dan ijma’. Hal baru yang sepert ini disebut bidah yang sesat. Yang kedua adalah hal baru yang tidak menyelisihi salah satu darinya. Hal baru yang seperti ini tidak tercela. Dan sungguh Umar bin Khattab r.a. -mengenai shalat malam menghidupi malam bulan Ramadlan- pernah berkata: “Inilah sebaik-baik bid’ah”

Imam Suyuthi berkata: “Perayaan maulid Nabi Muhammad ﷺ tidak mengandung sesuatu yang menyeslisihi al-Quran, sunnah, atsar maupun ijma’. Jadi tidak tercela sesuai dengan yang diungkapkan oleh Imam Syafii. Dan itu termasuk perbuatan baik yang belum terjadi di kurun pertama. Karena memberi makanan yang tidak disertai perbuatan dosa adalah perbuatan baik, oleh karena itu perayaan maulid Nabi Muhammad ﷺ termasuk bid’ah yang dianjurkan seperti yang diungkapkan oleh Sulthan al-Ulama’ Izzuddin bin Abdis Salam.”

Imam Suyuthi pernah membantah orang-orang yang bekata: “Saya tidak mengetahui dasar dari perayaan tersebut dalam al-Quran dan hadis”. Imam Suyuthi menanggapi pernyataan tersebut dengan perkataan: “Tidak tahu bukan berarti tidak ada.” Dan hal itu memang benar.

Al-Hafidz Ibnu Hajar kemudian mengemukakan dasarnya dari hadis sahih. Dia menyebutkan sebuah hadis sahih Bukhari-Muslim sebagai dasar dari perayaan maulid Nabi Muhammad ﷺ.  Bahwa suatu ketika Nabi Muhammad ﷺ sampai di Madinah dan mendapati orang-orang Yahudi sedang berpuasa pada hari A’syura’.

Rasulullah bertanya pada mereka. Mereka menjawab : hari ini adalah hari dimana Allah swt. menenggelamkan Firaun dan menyelamatkan Nabi Musa a.s. Jadi kami berpuasa sebagai wujud syukur pada Allah swt.” Kemudian Nabi Muhammad ﷺ mensyariatkan puasa Asyura’ karena kaum muslim lebih berhak untuk mensyukurinya.

Ibnu Hajar berpendapat: “Jadi dari hadis tersebut bisa diambil hukum diperbolehkannya bersyukur pada Allah atas apa yang telah Allah anugerahkan pada hari tertentu, baik berwujud nikmat atau lolos dari hal yang menjengkelkan. Dan bersyukur untuk hari itu bisa diulang setiap tahun melihat hadis tersebut. Bersyukur bisa diwujudkan dengan segala macam ibadah seperti sujud, puasa, sedekah, membaca al-Quran. Lalu nikmat apa yang lebih besar daripada nikmat hadirnya Nabi Muhammad ﷺ pada hari itu?”

Bagikan Artikel ini:

About Samachatul Maula

Check Also

nabi sulaiman

Metode Psikologi Nabi Sulaiman dalam Mengorek Informasi

Nabi Sulaiman terkenal sebagai nabi yang kaya raya. Pasukannya terdiri dari bangsa manusia dan bangsa …

umar

Umar Bin Khattab Mengakui Kecerdasan Ali Bin Abi Thalib

Umar bin Khattab r.a. adalah khulafa ar-rasyidin kedua setelah Abu Bakar as-Shiddiq. Umar dikenal sebagai …