tadarus
tadarus

Tradisi Tadarus al Qur’an: Bid’ah ataukah Sunnah

Tiap bulan Ramadhan datang, mayoritas umat Islam terbiasa berkumpul untuk membaca al Qur’an secara bergantian. Tradisi membaca al Qur’an berjamaah ini dikenal dengan istilah tadarusan. Siang dan malam, di rumah-rumah, mushalla-mushalla dan di masjid-masjid.

Sebenarnya tidak penting untuk mempertanyakan dalilnya. Membaca al Qur’an tidak diragukan lagi akan dibalas dengan pahala. Apalagi kalau sampai pada tingkat membaca dan menelaah. Namun begitu, masih ada sebagian kecil umat Islam yang mempertanyakan legalitas dalilnya dengan pertanyaan, apakah membaca al Qur’an berjamaah model tadarusan pernah dilakukan oleh Nabi, atau minimal oleh kalangan ulama salaf?

Agak lucu memang kalau seperti membaca al Qur’an berjamaah harus ditanyakan detail dalilnya, apalagi sampai mengatakan tadarusan adalah bid’ah. Untuk itu, perlu memberi sedikit sumber argumentasi dari amaliah yang telah turun temurun dipraktikkan dan menjadi tradisi di setiap bulan Ramadhan.

Beberapa ulama pada masa Imam Nawawi ada yang beranggapan bahwa praktik membaca al Qur’an secara berjamaah adalah bid’ah, mereka berasumsi praktik tadarusan ini tidak pernah ada pada masa ulama salaf. Dan, tidak seorang sahabat pun yang melakukannya.

Imam Nawawi membicarakan hal ini dalam kitabnya al Tibyan fi Adabi Hamlati al Qur’an. Dan beliau membantah asumsi sebagian ulama tersebut. Menurutnya, menganggap bid’ah tadarusan atau membaca al Qur’an berjamaah merupakan ucapan yang tak berdasar. Tak perlu dihiraukan, tinggalkan saja, jangan diikuti. Menurut Imam Nawawi, membaca al Qur’an berjamaah dianjurkan dan dalilnya jelas. Ulama salaf mendukung hal ini.

 Apakah Nabi atau para sahabat melakukannya?

Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Tidaklah suatu kaum duduk di majelis berdzikir kepada Allah, melainkan malaikat menaungi mereka dan rahmat-Nya menyelimuti mereka. Allah menyebut mereka di tengah-tengah orang yang ada di sisi-Nya (para malaikat, para rasul dan para wali)”. (HR. Muslim, Turmudzi dan Abu Sa’id al Khudri).

Dari Abu Hurairah, dari Nabi Muhammad, beliau bersabda, “Tidaklah satu kelompok orang berkumpul di sebuah rumah ibadah, mereka membaca al Qur’an dan mempelajarinya, melainkan ketenteraman turun kepada mereka, rahmat menyelimuti mereka, malaikat menaungi mereka, dan Allah menyebut mereka di tengah-tengah orang yang ada di sisi-Nya”. (HR. Muslim, Abu Daud, Ahmad dan Baihaqi).

Apakah yang mendengar (neteni) juga mendapatkan pahala?

Dari Ibnu Abbas, “Siapa saja yang mendengarkan satu ayat al Qur’an, niscaya ada baginya pahala”. (HR. Al Darimi).

Dengan demikian, tadarusan adalah tradisi yang baik, sebagaimana definisi al Qur’an itu sendiri seperti ditulis oleh Dr. Wahab Khalaf dalam kitab Ushul al Fiqh al Islaminya, adalah titah Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dan membacanya mendapatkan pahala.

Meskipun tidak cukup hanya membaca karena telaah maknanya lebih penting tapi tadarusan adalah awal menuju telah makna tersebut. Dan, akhir-akhir ini, telah banyak model tadarusan yang membaca sekaligus menelaah maknanya. Seperti pengajian tafsir al Qur’an.

Untuk itu, alangkah baiknya tradisi tadarusan ini dilanggengkan terutama di masjid sambil berniat i’tikaf dan persiapan untuk menyambut datangnya malam yang lebih baik dari seribu bulan, yakni malam lailatul qadar yang menurut mayoritas ulama pasti datang di tiap bulan Ramadhan meskipun waktunya adalah rahasia Ilahi.

Bagikan Artikel ini:

About Faizatul Ummah

Alumni Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo dan Bendahara Umum divisi Politik, Hukum dan Advokasi di PC Fatayat NU KKR

Check Also

Toa masjid

Toa dan Sejarah Tadarus Al Qur’an di Bulan Ramadan

Ramadan kali ini pun tak luput dari perdebatan soal pengeras suara (TOA). Polemik bermula dari …

manfaat tidur

Hati-hati, Ternyata Ada Tidur yang Membatalkan Puasa

Pemahaman tekstual terhadap dalil agama bisa berakibat fatal. Pemaknaan apa adanya tersebut berkontribusi memberikan informasi …