mengajar
mengajar

3 Jenis Manusia dalam Mengajar dan Mengejar Ilmu, Anda Termasuk yang Mana?

Hari ini seolah belajar agama begitu mudah. Dengan akses internet segalanya bisa dijangkau, bahkan pengetahuan agama sekalipun. Tanpa pikir panjang kita menimba banyak ilmu dari berbagai sumber. Namun, apakah itu sudah jalan yang membawa keselamatan?

Di lain sisi, kita juga melihat banyak sekali para pengajar atau sebutlah ustadz yang muncul di berbagai media sosial. Tidak banyak diketahui latarbelakang keilmuannya, tetapi terkadang begitu populer dan memiliki banyak follower. Namun, apakah mereka juga dapat disebut pengajar yang baik?

Dalam hal ini, seorang sahabat yang diakui kepintarannya oleh Rasulullah dengan majaz sebagai kunci Ilmu, Sayyidina Ali bin Abi Thalib, pernah memberikan ulasan yang tepat tentang jenis para pengajar dan pengejar ilmu.

الناسُ ثلاثةٌ؛ فعالمٌ ربَّانيٌّ، ومتعلِّمٌ على سبيل نجاةٍ، وهَمَجٌ رِعَاعٌ أتباعُ كلِّ ناعقٍ يميلون مع كلِّ رِيح؛ لم يستضيئوا بنور العلم ولم يلجَئوا إلى ركنٍ وثيقٍ؛

Secara sederhana perkataan itu bisa diartikan bahwa manusia hanya ada tiga, yaitu: 

Pertama, Alimun rabbaniy : kategori ini khusus untuk para pengajar. Alimun Rabbani berarti orang yang memiliki ilmu sekaligus kemampuan untuk mendidik manusia ke jalan Allah.

Inilah karakter guru yang baik. Bukan guru yang hanya mengejar popularitas dan pengikut. Sekalipun muridnya sedikit, ia akan menasbihkan dirinya untuk memberikan ilmu sebagai jalan menuju ridha Allah.

Kedua, Muta’allimun ala sabilin Najah : kategori ini khusus untuk para pengejar ilmu atau pelajar. Muta’allimun ala sabilin Najah berarti seseorang yang meniatkan mencari ilmu di atas jalan kesalamatan. Artinya, belajar menuntut ilmu agama sesuai dengan Al-Quran dan sunnah dan mengikuti perjalanan para sahabat dan para ulama dalam memahami dan melaksanakan agama ini.

Ketiga, Hamajun ri’a’ : kategori ini juga untuk pengejar ilmu. Hamajun ri’a’ berarti orang-orang rendahan yang memiliki karakter atba’ kulli na’iq yakni mengikut siapa saja yang bersuara dan pengikut yang banyak. Dia tidak memiliki prinsip dalam hidup dan beragama. Ia tidak memiliki manhaj sehingga siapa yang sedang trend dan viral akan diikuti.

Tipologi yang disampaikan oleh Sayyidina Ali ini sangat tepat menggambarkan para pengejar ilmu saat ini. Akibat banyak pengikut dengan lautan massa dan follower, ia menjadi terpukau. Tanpa ia mengetahui apakah pengajarnya mengarahkan pada jalan menuju Allah dan keselamatan atau sekedar populer saja.

Di sinilah sebenarnya penting bagi para pengejar ilmu untuk memperhatikan sanad keilmuan. Sanad ini berarti ada garansi ketersambungan keilmuan sang pengajar atau guru dari ulama, sahabat, hingga Rasulullah.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

Lebaran Topat perkuat silaturahmi dan jaga tradisi leluhur

Lebaran Topat di Mataram Pupuk Silatarahmi Antaragama dan Jaga Tradisi Leluhur

Mataram – Seperti di daerah-daerah lain saat Hari Raya Idul Fitri, di Kota Mataram, Nusa …

KH Yusnar Yusuf Rangkuti PhD

Tak Bertentangan dengan Syariat Islam, Budaya dan Kearifan Lokal Saat Idulfitri Perlu Terus Dilakukan

Jakarta – Perayaan Idulfitri di Indonesia biasanya diramaikan dengan berbagai budaya dan kearifan lokal, sesuai …