“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”. (QS. Al Jumu’ah:9)
Menurut Ibnu Katsir dalam tafsirnya, Tafsir al Qur’an al ‘Adzim, kata bersegera tidak berarti buru-buru berjalan menuju masjid tempat shalat Jum’at dilaksanakan, tetapi memiliki arti untuk memperhatikan secara serius perjalanan menuju shalat Jum’at. Dengan kata lain, tidak boleh mengentengkan shalat Jum’at.
Pada ayat ini ada perintah untuk meninggalkan segala bentuk transaksi jual beli ketika adzan shalat Jum’at telah dikumandangkan. Perintah ini sekaligus mengharamkan segala bentuk transaksi pada saat itu. Alhasil, segala aktivitas kerja wajib ditinggalkan untuk shalat Jum’at.
Bagaimana kalau seseorang melakukan pekerjaan yang tidak boleh ditinggalkan? Misalnya bekerja di perusahaan listrik sebagai penjaga peralatan yang harus dimonitor setiap saat supaya tidak nyendat yang berakibat aliran listrik mati, atau penjaga palang lintas rel kereta api di perempatan supaya pengendara lain tidak ketabrak dan pekerjaan sejenis.
Problem ini dijawab oleh Imam Zarkasyi dalam karyanya Khabaya al Zawaya, menurutnya bila seseorang menerima upah untuk suatu pekerjaan dalam jangka waktu yang telah ditentukan, maka boleh meninggalkan shalat. Artinya, shalat dikecualikan untuknya. Dan pahala shalat tidak berkurang sedikitpun meski harus dikerjakan pada waktu yang lain (qadha’). Termasuk shalat Jum’at.
Tapi perlu dicatat, pekerjaan yang dimaksud memang dalam tingkat darurat dan tidak ada pilihan lain yang jika ditinggalkan akan membawa akibat buruk terhadap maslahat orang banyak.
Dalam kitab yang sama menurut Imam Zarkasyi konteks ini sama dengan orang di penjara yang sulit untuk melakukan shalat Jum’at.
Maka bagi pekerja dalam kondisi darurat dan tidak bisa ditinggal boleh tidak shalat Jum’at diganti shalat dhuhur. Penjelasan ini sekali lagi menunjukkan fleksibilitas hukum Islam. Islam hadir untuk membina manusia menuju kebaikan. Taklifnya (pembebanan hukum) tidak sedikitpun memberatkan kepada penganutnya.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah