bahaya wahabi
bahaya wahabi

Mengapa Wahabi Perlu Diwaspadai? Yuk Intip Alasannya!

Kelompok Wahabi di Indonesia mendadak kembali menjadi sorotan banyak orang. Penyebabnya adalah pernyataan ketum PBNU KH. Said Aqil Siradj yang mengusulkan agar pemerintah menutup akun dan media online milik Wahabi. Said Aqil Siradj menilai bahwa selama ini, akun dan media online miliki Wahabi gemar memproduksi dan menyebarkan informasi ‘sampah’, seperti fitnah, hoaks, dan radikalisme, yang menyebabkan Indonesia gaduh.

Memang, kelompok Wahabi sudah menjamur di Indonesia dan mereka juga sudah sejak lama menebarkan pengaruhnya di dunia maya secara massif dan sistematis serta menghanyutkan. Infiltrasi ideologi Wahabi sudah menusuk ke bidang-bidang strategis dalam kehidupan berbangsa dan negara, seperti di desa-desa dan kota melalui majlis ta’lim, lembaga pendidikan, telivisi hingga media online dan sosial, bahkan juga mendistribusikan kader ke lembaga pemerintahan dan swasta.

Sebagai informasi, kelompok Wahabi sebagaimana yang dimaksud dalam artikel ini bukanlah Wahabi secara keseluruhan, namun bagian dari sekte Wahabi yang memiliki pandangan, karakteristik dan ideologi keras atau ekstrem (Salafi/Wahabi Jihadis). Hal ini perlu ditegaskan lantara Wahabi secara umum ada dua golongan; pertama golongan yang urusannya jauh dengan kegiatan politik praktis. Artinya, kelompok pertama ini orientasinya adalah bagaimana mengamalkan nilai-nilai Islam sebagaimana yang dipraktekkan pada era Nabi Muhammad.

Golongan kedua adalah mereka yang mendambakan sebuah wilayah yang berdasarkan syariat Islam. Jelas, kelompok ini orientasinya adalah sosial-politik (praktis). Kelompok kedua inilah yang menjadi pokok atau objek pembahasan dalam artikel ini. Pada paparan selanjutnya, penulis akan menguak hal-hal yang menjadikan Wahabi kelompok kedua ini patut diwaspadai.

Pertama, mudah menyesatkan.

Dikit-dikit sesat, bid’ah. Itulah ciri utama kelompok Wahabi. Mereka selalu mengklaim bahwa hanya kelompoknya-lah yang mampu mengajarkan syariat Islam secara benar dan kaffah. Pandangan superioritas ini kemudian memunculkan sikap mudah menyesatkan, bahkan mengkafirkan sesama muslim yang tidak sependapat dengan kelompok mereka.

Abdurrahman bin Muhammad bin Qosim al-Hambali an-Najdi menulis kitab “Ad-Durar as-Saniyah”. Dalam kitab ini disebutkan bahwa pendiri Wahabi, yakni Muhammad bin Abdul Wahab secara sadar mendeklarasikan sebagai sosok yang paling benar dalam memahami konsep tauhid dari kalimat Laailaaha illallah. Bahkan ia menafikan pemahaman ulama dari golongan lain. Tidak hanya itu, Abdul Wahab juga mengklaim bahwa ulama yang memahami konsep tauhid tidak seperti dirinya, dituduh sebagai ulama yang mengajarkan kebatilan.

Kedua, mudah mengkafirkan.

Mudah mengkafirkan, padahal orang tersebut shahadat dan shalat tentu saja akan meresahkan. Akan tetapi, inilah karakteristik kelompok Wahabi. Jangankan terhadap orang biasa, ulama kenamaan pun, jika tidak sejalan dengan pendapat, akan dicap kafir oleh Wahabi.

Shihabuddin dalam bukunya berjudul “Telaah Kritis atas Doktrin dan Paham Salafi/Wahab” menjelaskan beberapa ulama yang menjadi ‘korban’ pengafiran Abdul Wahab, salah satunya Fakhruddin Ar-Razi (pengarang kitab Tafsir al-Kabir). Abdul Wahab mengatakan: “Sesungguhnya Razi telah mengarang sebuah kitab yang membenarkan para penyembah bintang.” (hlm. 18).

Sebenarnya masih banyak kisah yang mencerminkan bahwa diantara karakteristi sekte Wahabi yang paling menonjol adalah mudah memvonis kafir dan syirik terhadap sesama kelompok muslim lainnya yang tidak sejalan.

Ketiga, tekstualis.

Bagi Wahabi, Alquran hanya bisa dipahami atau artikan secara tekstual (tekstualis). Artinya, tidak ada makna majazi atau kiasan di dalam Alquran. Padahal, sebagaimana dipahami oleh para ulama Ahlun Sunnah, bahwa Alquran tidak bisa dipahami secara harfiah saja karena di dalamnya juga terdapat makna majazi atau kiasan serta makna kontekstualnya.

Akibat pemahaman yang saklek itu, kelompok Wahabi perpandangan bahwa minta tolong itu harus langsung sama Allah, tidak boleh melalui hamba-Nya. Dalil yang mereka gunakan, antara lain, QS. Al-Fatihah ayat 5: “Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolongan.” Akibatnya, mereka mengharamkan tahlilan, manaqiban dan sejenisnya.

Sejatinya masih banyak karakteristik maupun doktrin Wahabi selain tiga yang disebutkan dan diuraikan di atas. Namun, tiga poin di atas sudah lebih cukup bagi bangsa ini untuk menaruh sikap waspada terhadap mereka. Ketiga karakteristik di atas tidak hanya sekedar tidak sesuai dengan karakter umat Islam nusantara, melainkan juga dapat mengoyak ketentraman yang sudah sejak dulu diupayakan oleh para pendiri bangsa dan dipertahankan oleh ulama saat ini.

Jika Wahabi-jihadis dibiarkan melang-lang buana terutama di dunia maya, maka tidak hanya kegaduhan yang akan terjadi di republik ini. Lebih dari itu akan menimbulkan perpecahan dan melahirkan kader-kader keras yang siap berjihad setiap saat. Ini sangat bertentangan dengan prinsip moderasi yang saat ini dipegang teguh Islam Indonesia.

Itulah sebab, gerakan kelompok Wahabi harus diwaspadai. Bahkan tidak cukup hanya sekedar diwaspadai, melainkan harus diputus sumber ideologi dan gerakan mereka di Indonesia. Usulan penutupan akun dan media online milik Wahabi sebagaimana yang didengungkan oleh ketum PBNU patut diperhitungkan dan dikawal hingga goal.

Bagikan Artikel ini:

About Muh. Ulin Nuha, MA

Check Also

jihad

Catat! Jihad dan Terorisme Itu Beda Jauh, Yuk Simak Penjelasannya

Kejadian aksi bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar menyisakan duka yang mendalam bagi …

kunjungan paus

Adakah Nilai-nilai yang Bisa Dipetik dari Kunjungan Paus di Irak?

Paus Fransiskus sudah mengunjungi beberapa wilayah di Timur Tengah. Teranyar, Paus Fransiskus melakukan kunjungan bersejarah …