etika berhubungan
etika berhubungan

Suci dari Haid Tapi Belum Mandi Hadast, Bolehkah Istri Digauli?

“Janganlah kalian mendekati mereka (istri-istri), sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri”. (al Baqarah: 222).

Ayat ini melarang melakukan persetubuhan disaat haid. Semua ulama fikih sepakat akan keharamannya. Namun, mereka beda pendapat manakala masa haid telah lewat tetapi istri belum mandi junub atau mandi untuk menghilangkan hadas besar. Apakah boleh melakukan hubungan badan atau tidak?

Dalam kitab Hulliyah al Ulama dijelaskan, pendapat Imam Malik, Imam Ahmad dan Imam Abu Tsaur, haram menggauli istri yang telah suci dari haid tetapi belum mandi besar.

Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, jika darah telah berhenti setelah lewat masa haid (sepuluh hari menurut madhab Hanafi), meskipun belum mandi besar suami boleh menggaulinya. Namun bila darah haid telah tuntas sebelum masa maksimal haid, haram menyetubuhi istri sebelum mandi hadas.

Berbeda dengan pendapat ini, Syaikh Zainuddin al Malibari dalam Fathu al Mu’innya mengutip pendapat Imam Suyuthi menyatakan, boleh menggauli istri yang telah suci dari haid sekalipun belum mandi besar.

Silang pendapat ulama ini berawal dari perbedaan menafsirkan kata suci pada ayat di atas. Beda penafsiran ini dirangkum oleh Muhammad Ali al Shabuni dalam kitab tafsirnya Rawai’u al Bayan Tafsir Ayati al Ahkam min al Qur’an.

Tulisnya, menurut mayoritas ulama, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal, arti “suci” pada ayat di atas bermakna bersuci dengan air atau mandi besar. Menurut mereka, ada dua syarat yang harus dipenuhi bolehnya suami menyetubuhi istrinya, yakni tuntasnya darah haid dan telah mandi besar.

Imam Abu Hanifah memaknai kata “suci” pada ayat di atas dengan berhentinya darah haid. Apabila darah haid telah berhenti boleh menyetubuhi istri.

Sedangkan Imam Thawus dan Mujahid menyatakan, boleh menggauli istri bila istri telah membersihkan kemaluannya dan berwudhu.

Dengan demikian ada tiga pendapat tentang boleh dan tidaknya menyetubuhi istri setelah tuntasnya darah haid. Dan, menurut penulis sendiri pendapat yang lebih kuat adalah pendapat jumhur ulama. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Syarbini dalam al Iqna’ mengutip perkataan Imam Ghazali, melakukan hubungan intim setelah tuntasnya darah haid namun belum mandi besar berpotensi menyebabkan penyakit kusta (judam) pada bayi yang dilahirkan.

Bagikan Artikel ini:

About Faizatul Ummah

Alumni Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo dan Bendahara Umum divisi Politik, Hukum dan Advokasi di PC Fatayat NU KKR

Check Also

kopi sufi

Kopi dan Spiritualitas Para Sufi

Ulama dan Kopi apakah ada kaitan diantara mereka berdua? Kopi mengandung senyawa kimia bernama “Kafein”. …

doa bulan rajab

Meluruskan Tuduhan Palsu Hadits-hadits Keutamaan Bulan Rajab

Tahun Baru Masehi, 1 Januari 2025, bertepatan dengan tanggal 1 bulan Rajab 1446 H. Momen …