Ketum PBNU KH Said Aqil Siroj
Ketum PBNU KH Said Aqil Siroj

Strategi Cegah Terorisme, Ketum PBNU: Habisi Pintu Masuknya Yaitu Wahabi dan Salafi

Jakarta – Ajaran wahabi dan salafi dinilai sebagai pintu masuk terorisme. Pasalnya, mereka sama-sama suka membid’ahkan dan mengkafirkan orang lain.

Pernyataan itu diucapkan Ketua Umum PBNU KH. Said Aqil Siroj dalam webminar ‘Mencegah Radikalisme dan Terorisme untuk Melahirkan Keharmonisan Sosial’ yang disiarkan di YouTube TVNU Televisi Nahdlatul Ulama, Selasa (30/3/2021). Dalam kesempatan itu, Kiai Said menyampaikan strategi untuk menghabisi jaringan terorisme.

“Kalau kita benar-benar sepakat, benar-benar kita satu barisan ingin menghabisi jaringan terorisme, benihnya dong yang harus dihadapi. Benihnya, pintu masuknya yang harus kita habisi. Apa? Wahabi, ajaran Wahabi itu adalah pintu masuk terorisme,” kata Kiai Said.

Ia menegaskan ajaran wahabi bukan terorisme, tetapi pintu masuk terorisme. Sebab, ajarannya dianggap ajaran ekstremisme.

“Ajaran wahabi bukan terorisme, bukan, wahabi bukan terorisme, tapi pintu masuk. Kalau udah wahabi ini musyrik, ini bid’ah, ini sesat, ini nggak boleh, ini kafir, itu langsung satu langkah lagi, satu step lagi sudah halal darahnya boleh dibunuh. Jadi benih pintu masuk terorisme adalah wahabi dan salafi. Wahabi dan salafi adalah ajaran ekstrem,” paparnya.

Kiai Said juga menyarankan agar ajaran agama di perguruan tinggi di fakultas umum, bukan agama Islam, dalam 14 kali pertemuan jangan semua diisi dengan akidah dan syariah.

“Akidah dan syariah cukup empat kali pertemuan. Rukun Iman yang enam sampaikan, itu cukup jangan diulang-ulang. Yang diulang-ulang itu bagian di fakulta ushuluddin, bukan di kedokteran, bukan di teknik. Cukup memperkenalkan bahwa orang Islam itu harus percaya enam rukun yaitu iman kepada Allah, Malaikat, Rosul, Kitab Suci, Hari Kiamat, dan Qadha dan Qadhar. Sudah titik,” terangnya.

Yang kedua, lanjut Kiai Said, syariat. Orang Islam harus mengetahui bahwa rukun Islam itu ada lima yaitu syahadat, salat, puasa, zakat, dan puasa. Sudah itu, sepuluh pertemuan akhlakul karimah. Misalnya menolong sesama, menghormati orang tua, membantu orang lagi susah, silaturahmi, menghormati tamu dan tetangga, menengok orang sakit, menengok orang sedang berduka karena kematian, tidak boleh dengki, tak boleh hasut, tidak boleh adu domba, hoax.

“Jadi, kalau pelajaran agama disampaikan di fakultas yang bukan (jurusan) agama kemudian terulang-ulang ‘neraka, surga, kafir, sesat, musyrik, bid’ah, neraka surga’. Wah, radikal semua itu, itu bagian fakultas yang memperdalam akidah, yang memperdalam syariah,” ujarnya.

“Kalau di fakultas umum cukup hanya mengenal hanya mengajak meyakini itu yang ditekankan adalah akhlakul karimah, menghindari radikalisme yang tumbuh di perguruan tinggi jurusan teknik atau yang bukan jurusan agama. Ini yang saya lihat kurikulum yang harus dijalankan di perkuliahan mata kuliah agama di perguruan tinggi yang bukan jurusan agama Islam,” tandas Kiai Said.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

Haji mabrur

Dewan Ulama Saudi Nyatakan Haji Tanpa Izin Dosa, Kemenag: Hanya Visa Haji yang Dibolehkan

Jakarta – Dewan Ulama Senior Arab Saudi menyatakan ibadah haji tanpa izin tidak diperbolehkan dan …

Relijius copy

Indonesia Menempati Negara Paling Relijius Sejagad

Jakarta – Indonesia adalah negera mayoritas beragama Islam. Sepertiga dari kurang lebih 270 juta penduduk …