al quran hadits
hadist

Benarkah Melakukan Perbuatan yang Tidak Pernah Dilakukan Nabi Hukumnya Haram ?

Persoalan ini pada biasanya oleh Salafi Wahabi ditarik kepada persoalan bid’ah. Jadi setiap perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi saw hukumnya haram, karena termasuk perbuatan bid’ah.

Hal demikian tidak menurut Ahlussunnah wal Jama’ah. Tidak semua yang tidak dilakukan Nabi saw hukumnya haram. Karna tidak ada satu dalil pun yang tegas menyatakan bahwa apa yang ditinggalkan oleh Nabi saw adalah haram. Bahkan, jika di dalamnya mengandung kebaikan hukumnya malah sunnah.

Kesimpulan ini tidak lepas dari firman Allah swt:

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا

Artinya: Apa yang Rasul datangkan kepada kalian, maka ambillah dan apa yang Rasul larang, maka tinggalkan (QS. Al Hasr: 7)

Ayat ini menjelaskan bagaimana berbuat sesuatu tentang dua hal yang datang dari Nabi saw. yaitu perintah dan larangan. Berdasarkan ayat tersebut, apa yang diperintahkan oleh Nabi saw maka kita harus mengerjakannya, dan apa yang dilarang maka kita harus meninggalkannya. Jadi ayat tersebut hanya berkisar dua hal ini. Dan yang harus ditinggalkan adalah apa saja yang dilarang oleh Nabi saw, bukan yang tidak dilakukannya.

Oleh karena itu, maka tidak benar mengharamkan suatu perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi saw di masa hidupnya. Di dalam hadits, Nabi saw juga bersabda:

مَا أَحَلَّ اللهُ فَهُوَ حَلَالٌ وَ مَا حَرَّمَ فَهُوَ حَرَامٌ وَ مَا سَكَتَ عَنْهُ فَهُوَ عَفْوٌ

Artinya: Apa yang Allah halalkan maka hukumnya halal, dan apa yang Allah haramkan maka hukumnya haram, dan apa yang tidak sampaikan, maka itu dimafu (HR. Abu Dawud)

Hadits ini mempertegas makna ayat di atas tentang apa yang tidak dibahas oleh Syari’; Allah dan Rasul_Nya adalah perbuatan yang diperbolehkan untuk dikerjakan. Kecuali memang perbuatan itu mengandung keburukan seperti hal-hal yang dapat merugikan diri sendiri atau orang lain. Karena setiap yang merugikan bertentangan dengan tujuan-tujuan syariat Islam. Di dalam hadits disebutkan:

لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ

Artinya: Janganlah membuat celaka kepada orang lain atau diri sendiri (HR. Ibn Majah)

Namun selama perbuatan tidak mengandung unsur dharar (merugikan) maka boleh-boleh saja dikerjakan.

Sementara tentang hadits:

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

Artinya: Barangsiapa yang mengada-ngada dalam urusan kami (agama Islam) yang bukan dari urusan kami maka tertolak (HR. Bukhari dan lainnya)

Yang menjadi catatan pertama, hadits ini tidak sebatas berkaitan dengan masalah ibadah, sebagaimana diklaim oleh Salafi Wahhabi, tetapi juga seluruh amaliyah manusia. Kedua, terkait makna hadits tersebut, ulama’ bermacam-macam penafsiran. Sebagian memahami dari aspek lafadz roddun yang memiliki makna fasad (rusak). berdasarkan penafsiran ini, perbuatan tersebut tidak diterima oleh Syariat Islam. Yang perlu dipahami, hukum yang berkaitan dengan fasad bukanlah hukum taklifi yang menyebabkan halal dan haram. Tetapi hukum wadi yang mengarah kepada aspek diterima atau tidak.

Sebagian ulama’ lain menafsirkan dari aspek ma laysa minhu yang dipahami perbuatan yang bertentangan dengan al Qur’an dan al Hadits. Jika dipahami melalui pendekatan penafsiran ini, maka sangat mendukung kepada kesimpulan ulama’ Ahlussunnah wal Jama’ah tentang hukum melakukan perbuatan yang tidak dilakukan Nabi saw. hukumnya boleh. Dan begitulah konsep bid’ah di dalam Ahlussunnah wal Jama’ah, yaitu perbuatan yang bertentangan dengan al Qur’an dan al Hadits bukan perbuatan yang tidak dilakukan Nabi saw.

Wallahu alam

Bagikan Artikel ini:

About M. Jamil Chansas

Dosen Qawaidul Fiqh di Ma'had Aly Nurul Qarnain Jember dan Aggota Aswaja Center Jember

Check Also

al quran hadits

Bolehkah Menerima Hadits dari Perawi Syiah ?

Di dalam menilai kredibilitas suatu hadits, maka dapat dilihat dari dua aspek; Pertama, dari aspek …

rasulullah

Apakah Rasulullah Saw Pernah Berbuat Salah ?

Ulama’ Salaf dan Khalaf sepakat bahwa Nabi Muhammad saw adalah sosok manusia yang ma’shum (terjaga), …