Tradisi iwel-iwel dalam masyarakat Jawa telah menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari, khususnya dalam menyambut kelahiran anak. Di balik kesederhanaannya, tradisi ini mengandung makna filosofis yang mendalam, mencerminkan akulturasi antara nilai-nilai Islam dan budaya Jawa.
Apa itu Tradisi Iwel-Iwel?
Iwel-iwel adalah tradisi doa bersama bagi anak bayi atau balita di bawah satu tahun, yang dilakukan sebelum pelaksanaan sedekah bumi. Secara filosofis, bentuk iwel-iwel yang berbentuk limas dengan lima sisi dipercaya dapat mewakili rukun Islam, dengan ujungnya mengarah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Filosofi dan Makna di Balik Iwel-Iwel
Konsep lima sisi pada iwel-iwel menunjukkan keselarasan dengan lima rukun Islam, seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan iman kepada Allah SWT. Dalam beberapa versi, asal kata “iwel-iwel” diambil dari bahasa Arab, yaitu bagian dari doa untuk orang tua, “Rabbighfirlii waliwalidayya”, yang secara harfiah berarti “Tuhan ampunilah aku dan orang tuaku”. Namun, karena kesulitan dalam pengucapan, kata tersebut berubah menjadi “iwel-iwel” dalam bahasa Jawa.
Selain filosofi dalam bentuk dan makna kata, iwel-iwel juga mengandung makna budaya yang mendalam dalam tradisi Jawa. Kata “iwel-iwel” diyakini berasal dari bahasa Jawa “Kamiwel”, yang berarti “menggemaskan”. Tradisi ini dilakukan sebagai ungkapan kebahagiaan orang tua atas kelahiran anak mereka.
Harapan dan Doa dalam Tradisi Iwel-Iwel
Kue iwel-iwel menjadi simbol harapan orang tua akan masa depan anaknya. Harapan ini mencakup keinginan agar anak tumbuh menjadi individu yang berbakti kepada orang tua, selalu mendoakan mereka, menjadi anak yang sholeh dan sholehah, serta memiliki kesehatan jasmani dan rohani yang baik.
Kontroversi: Apakah Iwel-Iwel Bid’ah?
Beberapa ulama menyatakan bahwa tradisi iwel-iwel merupakan bid’ah. Bid’ah dalam terminologi Islam merujuk kepada inovasi atau perubahan dalam praktik keagamaan yang tidak memiliki dasar atau legitimasi dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Dalam hadis dari Abu Dawud, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang membuat suatu amal yang tidak sesuai dengan ajaran kami (Islam), maka amal tersebut ditolak” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari hadis ini, dapat disimpulkan bahwa tradisi yang bertentangan dengan ajaran Islam dapat dianggap sebagai bid’ah. Namun, jika tradisi tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan tidak menyalahi prinsip-prinsip agama, maka tradisi tersebut tidak dapat disebut sebagai bid’ah.
Sebagai tradisi yang melibatkan doa dan harapan untuk anak, iwel-iwel pada dasarnya memiliki dasar yang baik dalam Islam, yang menekankan pentingnya doa dan harapan untuk kebaikan anak-anak. Namun, dalam praktiknya, beberapa elemen dalam tradisi iwel-iwel mungkin tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam yang benar, seperti penggunaan kue dan bentuk doa bersama yang tidak diatur dalam ajaran Islam.
Mengakulturasi Syukur dan Doa untuk Bayi dalam Kebatinan Jawa
Mendoakan bayi ketika lahir adalah sebuah sunnah. Tradisi yang dilakukan Nabi mislnya disebut dengan tahnik atau mengunyah sesuatu kemudian diletakkan dalam mulut bayi. Hal ini dilakukan supaya bayi terlatih terhadap makanan.
Biasanya tahnik dilakukan dengan kurma. Jika tidak ada, tentu sesuatu yang manis semisal madu, pisang dan lainnya. Selain itu, mendoakan bayi dan memberikan ungkapan syukur adalah bagian dari sunnah. Dalam banyak hadist diceritakan bagaimana Nabi mendoakan anak yang baru lahir yang dimintakan doa kepada beliau.
Penting untuk memahami bahwa penilaian terhadap suatu tradisi haruslah kontekstual dan berdasarkan penalaran yang bijaksana. Tradisi iwel-iwel dapat dilihat sebagai perpaduan antara nilai-nilai Islam yang baik dan nilai-nilai budaya lokal yang kaya. Namun, sebagai umat Islam, kita juga perlu melakukan kritik dan refleksi terhadap praktik-praktik yang mungkin tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam yang benar.
Dengan demikian, tradisi iwel-iwel adalah contoh konkret dari akulturasi antara nilai-nilai Islam dan budaya lokal. Meskipun mungkin terdapat elemen-elemen dalam tradisi ini yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam yang benar, namun ia tetap memiliki makna dan nilai yang mendalam bagi masyarakat Jawa. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk terus menggali dan memahami makna di balik tradisi-tradisi lokal, sambil tetap menjaga keberpihakan pada prinsip-prinsip agama yang benar.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah