aswaja
aswaja

Fiqh Bermadzhab Syafi’i, Aqidah Bermadzhab Asy’ari, Kenapa Bisa ?

Sebagaimana dijelaskan dalam ilmu Ushul Fiqh bahwa kemampuan manusia dalam memahami syariat Islam terbagi dua; Awam dan Khawash. Awam adalah orang-orang yang tidak diberi kelebihan kemampuan untuk menggali nash-nash Syar’i (al Qur’an dan al Hadits), sehingga dalam praktek syariat Islam ia harus mengikuti pendapat orang-orang Khawash. Awam juga disebut sebagai Muqallid (orang yang bertaqlid). Sementara Khawash adalah orang-orang yang diberi kelebihan oleh Allah swt berupa kemampuan bisa menggali hukum melalui metode-metode tertentu yang ia miliki berdasarkan hasil penelitian terhadap nash-nash Syar’i.

Pada saat ini, disepakati bahwa umat Islam masuk kategori Awam atau Muqallid, belum ada yang sampai pada taraf tingkatan mujtahid. Sebab itu, setiap orang harus bermadzhab. Tanpa bermadzhab sangat berpotensi terjerumus kepada kesimpulan yang salah.

Sudah maklum bahwa Ahlussunnah wal Jama’ah merupakan golongan yang bermadzhab. Hal ini bukan berarti ulama’-ulama’ Mujtahid bukan Ahlussunnah wal Jama’ah karena tidak bermadzhab. Tetapi sebagaimana yang telah disampaikan di atas, bahwa dalam konteks saat ini, umat Islam tidak ada yang memenuhi syarat berat menjadi Mujtahid. Di samping itu, Mujtahid sosok yang nanti pendapatnya akan diikuti oleh semua orang. Jadi tidak perlu memasukkan Mujtahid ke dalam ranah rumusan ini. Hal ini diibaratkan “Islam harus mengikuti firman Allah swt dan sabda Nabi Muhammad saw”. Pernyataan tersebut bukan berarti menafikan Nabi Muhammad saw sebagai umat Islam.

Sebagai kelompok bermadzhab, di dalam Fiqh, Ahlussunnah wal Jama’ah bermadzhab kepada salah satu imam yang empat, yaitu: Abu Hanifah, Malik bin Anas, Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal, di dalam aqidah mengikuti imam Abu Hasan al Asy’ari dan imam Abu Mantsul al Maturidi, di dalam tashawwuf mengikuti pendapatnya imam al Ghazali dan imam Junaid al Baghdadi.

Banyak kelompok di luar Ahlussunnah wal Jama’ah mempersoalkan cara bermadzhab ala Ahlussunnah wal Jama’ah. Ada tiga kritik yang sering digaungkan: Pertama, Tidak konsisten dalam bermadzhab. Seolah-olah dalam bermadzhab menyesuaikan hasrat kecocokan hati. Dalam aqidah mengikuti Abu Hasan al Asy’ari tetapi dalam hal lain mengikuti ulama’ lain. Kedua, Mengakui adanya perbedaan pandangan antara imam madzhab Fiqh Ahlussunnah wal Jama’ah dengan madzhab semisal aqidah.

Mengikuti imam Syafi’i dalam hal Fiqh tetapi aqidah tidak mengikutinya tetapi justru mengikuti pendapat imam lain yaitu Abu Hasan al Asya’ri ini menunjukkan bahwa keduanya tidak memiliki pemahaman yang sama dalam aqidah dan Fiqh. Seandainya sama, mengapa tidak mengikuti satu madzhab saja dalam Fiqh dan aqidah. Ketiga, Empat madzhab dalam Fiqh bukan Ahlussunnah wal Jama’ah karena tidak mengikuti aqidahnya Abu Hasan al Asy’ari atau Abu Mansur al Maturidi. Sebab keempat madzhab Fiqh tersebut sudah wafat sebelum kedua imam aqidah ini lahir. Bagaimana mungkin orang yang sudah meninggal bermadzhab kepada orang yang masih akan lahir.

Perbedaan imam yang diikuti oleh Ahlussunnah wal Jama’ah dalam bermadzhab bukan berarti mereka berbeda pendapat dalam aspek aqidah dan Fiqh. Kita mengetahui bahwa imam Abu Hasan al Asy’ari itu bermadzhab Syafi’i, begitu juga imam al Ghazali juga bermadzhab Syafi’i. Karena mereka berdua tidak sampai kepada tingkatan Mujtahid. Sehingga dalam hal Fiqh, mereka juga sebagai Muqallid (orang yang bertaqlid) kepada imam Syafi’i. Sehingga tidak perlu bertaqlid kepada imam Abu Hasan al Asy’ari atau imam al Ghazali sementara mereka juga seorang Muqallid.

Bagaimana dengan aqidah imam Syafi’i dan imam-imam madzhab Fiqh lainnya yang tidak mengikuti madzhab imam Abu Hasan al Asy’ari ?

Persoalannya sebenarnya tidak berbeda dengan yang pertama. Tidak mengikuti imam Syafi’i dan mengikuti imam Abu Hasan al Asy’ari bukan berarti keduanya memiliki aqidah yang berbeda. Aqidah imam Abu Hasan al Asy’ari sama dengan aqidah imam Syafi’i.

Lalu mengapa tidak langsung mengikuti imam Syafi’i ?

Imam Abu Hasan al Asy’ari bukan seorang imam yang sedang membuat aqidah baru dalam Islam. Melainkan Abu Hasan al Asy’ari merumuskan suatu aqidah setelah meneliti dari berbagai aqidah-aqidah ulama’-ulama’ sebelumnya. Termasuk aqidahnya empat imam madzhab Fiqh. Dalam penelitian imam Abu Hasan al Asy’ari, keempat madzhab Fiqh tersebut dan juga ulama’-ulama’ lainnya memiliki aqidah yang sama, seperti menolak Allah swt berjisim, bergerak, memiliki arah dan berada di suatu tempat. Sehingga dalam hal ini, Abu Hasan al Asy’ari begitu juga Abu Mantsur al Maturidi dikenal sebagai pelopor aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah. Sebab itu, imam Murtadha Az Zabidi berkata di dalam kitab Ittihafus Sadatil Muttaqin:

إِذَا أُطْلِقَ أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ فَالْمُرَادُ بِهِمْ اَلْأَشَاعِرَةُ وَالْمَاتُرِيْدِيَّةُ

Artinya: “Jika nama Ahlussunnah wal Jama’ah disebutkan, maka yang dimaksud adalah madzhabnya Abu Hasan al Asy’ari dan Abu Mantsur al Maturidi”

Jadi imam Abu Hasan al Asy’ari oleh para ulama’ dikenal sebagai sosok imam yang merumuskan aqidah Islam melalui penelitian-penelitian orang-orang yang dekat masanya dengan Rasulullah saw. Ini bukan berarti imam Syafi’i dan imam-imam madzhab Fiqh lainnya tidak paham persoalan aqidah hanya saja mereka lebih dikenal konsentrasi dalam Fiqh di dalam aqidah. Begitu juga, imam Bukhari dan imam Muslim lebih terkenal daripada imam Syafi’i dan imam Hanafi dalam hal hadits, bukan berarti imam Syafi’i dan imam Hanafi tidak paham hadits, justru mereka pakar hadits. Hanya saja dalam Fiqh mereka lebih menonjor di mata umat Islam dibanding hadits.

Dari hal ini, maka wajar jika di dalam aqidah banyak orang menyebut sebagai pengikutnya Abu Hasan al Asy’ari atau Abu Mantsul al Maturidi sementara dalam Fiqh mengikuti imam Syafi’i atau lainnya.

Wallahu a’lam

Bagikan Artikel ini:

About M. Jamil Chansas

Dosen Qawaidul Fiqh di Ma'had Aly Nurul Qarnain Jember dan Aggota Aswaja Center Jember

Check Also

al quran hadits

Bolehkah Menerima Hadits dari Perawi Syiah ?

Di dalam menilai kredibilitas suatu hadits, maka dapat dilihat dari dua aspek; Pertama, dari aspek …

rasulullah

Apakah Rasulullah Saw Pernah Berbuat Salah ?

Ulama’ Salaf dan Khalaf sepakat bahwa Nabi Muhammad saw adalah sosok manusia yang ma’shum (terjaga), …