Sudah lumrah bagi kalangan muslim Indonesia, mengaji al Qur’an di maqbarah para ulama’, kiai dan orang-orang shalih lainnya, serta mengalirkan pahala bacaan tersebut kepada yang berada di dalam kubur. Salafi Wahhabi memandang persoalan ini sebagai perbuatan bid’ah. Seperti yang disampaikan Bin Bazz, mufti Saudi Arabia, ketika ditanya tentang membaca al Qur’an di kuburan, ia menjawab:
اَلْقِرَاءَةُ عِنْدَ الْقُبُوْرِ بِدْعَةٌ، وَلَا يَجُوْزُ فِعْلُهَا وَلَا الصَّلَاةُ عِنْدَهَا لِأَنَّ الرَّسُوْلَ صلى الله عليه وسلم لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ وَلَا أَرْشَدَ إِلَيْهِ وَلَا خُلَفَاؤُهُ الرَّاشِدُوْنَ
Artinya: “Membaca al Qur’an di kuburan termasuk perbuatan bid’ah, tidak boleh melakukannya, dan tidak boleh shalat di kuburan, karena Rasulullah saw tidak pernah melakukan hal tersebut, dan tidak memberi petunjuk tentang hal itu, begitu pula para Khulafaurrasyidin”
Jawaban yang sama juga pernah disampaikan oleh Utsaimin.
Sebagaimana maklum, umat Islam di Indonesia bermadzhab Syafi’i. Sekalipun demikian, bukan berarti menolak madzhab yang lain, seperti Madzhab Hanafi, dan lainnya. Dalam kondisi tertentu, umat Islam di Indonesia juga melepas kefanatikannya dengan madzhab Syafi’i dan berpindah kepada madzhab yang lain. Misal tentang bercadar. Artinya, umat Islam Indonesia tetap berpegang teguh kepada empat madzhab dalam Fiqh yang merupakan rumusan terakhir dari paham Ahlussunnah wal Jama’ah sebagaimana dijelaskan oleh Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari dalam kitabnya At Ta’liqat.
Terkait fenomena membaca al Qur’an di kuburan, empat madzhab Fiqh Ahlussunnah wal Jama’ah berbeda pendapat tentang hal tersebut. Sebagian mengatakan sunnah, sebagian makruh. Namun dari keempat madzhab tersebut tidak ada satu pun yang berkomentar kepada hukum haram.
Berikut pendapat-pendapat empat madzhab tentang membaca al Qur’an di kuburan:
Madzhab Syafi’i
Di dalam kitab al Umm, imam Syafi’i berkata:
وَأَحَبُّ لَوْ قُرِئَ عِنْدَ الْقَبْرِ وَدَعَى لِلْمَيِّتِ وَلَيْسَ فِي ذَلِكَ دُعَاءٌ مُؤَقَّتٌ
Artinya: “Saya senang seandainya al Qur’an dibaca dikuburan dan berdo’a untuk mayyit. Karena dalam hal tersebut tidak ada do’a yang dibatasi dengan waktu”
Hal ini dipertegas lagi oleh imam an Nawawi dalam kitabnya al Majmu’ Syarh al Muhaddzab ketika menjelaskan etika ziarah kubur:
وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَقْرَأَ مِنَ الْقُرْآنِ مَا تَيَسَّرَ وَيَدْعُوْ لَهُمْ عَقِبَهَا نَصَّ عَلَيْهِ الشَّافِعِيُّ وَاتَّفَقَ عَلَيْهِ الْأَصْحَابُ
Artinya: “Sunnah membaca apa yang mudah dari al Qur’an, setelah itu, sunnah mendoakan mayit. Hal ini ditegaskan oleh imam Syafi’i dan disepakati oleh Ashabus Syafi’i”
Madzhab Hanafi
Di dalam madzhab Hanafi, tentang membaca al Qur’an di kuburan ada dua pendapat. Pertama, pendapatnya Abu Hanifah bahwa membaca al Qur’an hukumnya makruh. Sementara menurut Muhammad tetap hukumnya sunnah.
وَهَلْ قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ عِنْدَ الْقُبُورِ مَكْرُوهَةٌ؟ تَكَلَّمُوا فِيهِ قَالَ أَبُو حَنِيفَةَ يُكْرَهُ، وَقَالَ مُحَمَّدٌ لَا يُكْرَهُ. اهـ. وَمَشَايِخُنَا أَخَذُوا بِقَوْلِ مُحَمَّدٍ رَجُلٌ مَاتَ فَأَجْلَسَ وَارِثُهُ رَجُلًا يَقْرَأُ الْقُرْآنَ عَلَى قَبْرِهِ تَكَلَّمُوا فِيهِ مِنْهُمْ مَنْ كَرِهَ ذَلِكَ وَالْمُخْتَارُ أَنَّهُ لَيْسَ بِمَكْرُوهٍ
Artinya: “Apakah membaca al Qur’an di kuburan hukumnya makruh ? Mereka berbicara tentang hal tersebut, bahwa Abu Hanifah memakruhkannya. Sementara menurut Muhammad hukumnya tidak makruh. Dan seluruh guru-guru kami, mengikuti pendapatnya Muhammad. Ketika ada seseorang laki-laki mati, lalu ahli warisnya menyuruh seseorang utuk membaca al Qur’an. Kemudian mereka berbicara bahwa ada ulama’ yang mengharamkannya, namun pendapat yang dipilih mengatakan tidak makruh”
Madzhab Maliki
Mayoritas madzhab Maliki berpendapat membaca al Qur’an di kuburan hukumnya makruh tanzih. Sebagian dari madzhab Maliki berpendapat kemakruhan ini tidak mutlak. Membaca al Qur’an di kuburan hukumnya makruh apabila meyakini membaca al Qur’an hukumnya sunnah atau membacanya dengan nyaring. Ad Dardiri dalam kitab As Syarhul Kabir berkata:
وَ كُرِهَ قِرَاءَةٌ بَعْدَهُ أَيْ بَعْدَ مَوْتِهِ وَعَلَى قَبْرِهِ لِأَنَّهُ لَيْسَ مِنْ عَمَلِ السَّلَفِ لَكِنَّ الْمُتَأَخِّرُوْنَ عَلَى أَنَّهُ لَا بَأْسَ بِقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ وَالذِّكْرِ وَجَعَلَ ثَوَابَهُ لِلْمَيِّتِ وَيَحْصُلُ لَهُ اْلاَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ وَهُوَ مَذْهَبُ الصَّالِحِيْنِ مِنْ أَهْلِ الْكَشْفِ
Artinya: “Membaca al Qur’an hukumnya makruh setelah kematian dan di kuburan, karena hal tersebut bukan amaliyah ulama’ Salaf. Akan tetapi, ulama’-ulama’ mutaakhirin berpendapat tidak apa-apa membaca al Qur’an dan berdzikir serta menjadikan pahalanya untuk mayyit. Dan Insyaallah pahala tersebut akan sampai kepadanya. Dan ini merupakan madzhabnya Ulama’ Salafus Shalih yang ahlul kasyaf”
Bahkan jika dalam rangka tabarrukan terhadap al Qur’an, maka membacanya di kuburan hukumnya bukan hanya sekedar tidak makruh, tetapi meningkat menjadi sunnah sebagaimana disampaikan oleh As Showi dalam Syarh As Shaghir.
Madzhab Hanbali
Dalam madzhab Hanbali juga tidak mempermasalahkan membaca al Qur’an di kuburan. Bahkan dalam salah satu riwayat sebagaimana dikutip oleh Ibn Qudamah, imam Ahmad bin Hanbal menganjurkan membaca ayat Kursi ketika masuk maqbarah.
وَلَا بَأْسَ بِالْقِرَاءَةِ عِنْدَ الْقَبْرِ وَقَدْ رُوِيَ عَنْ أَحْمَدَ أَنَّهُ قَالَ إذَا دَخَلْتُمْ الْمَقَابِرَ اقْرَءُوا آيَةَ الْكُرْسِيِّ وَثَلَاثَ مَرَّاتٍ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ثُمَّ قُلْ اللَّهُمَّ إنَّ فَضْلَهُ لِأَهْلِ الْمَقَابِرِ
Artinya: “Tidak apa-apa membaca al Qur’an di kuburan. Dan sungguh-sungguh diriwayatkan dari Ahmad bin Hanbal bahwa ia berkata: Apabila kalian memasuki kuburan, maka bacalah ayat Kursi sebanyak tiga kali, dan surat al Ikhlash, kemudian berdo’a: Allahumma inna fadlahu li ahlil maqabir”
Dari uraian di atas, dapat kita ketahui bahwa empat madzhab besar dalam Islam tidak ada yang mengharamkan membaca al Qur’an di kuburan. Bahkan jika dalam rangka menghadiahkan kepada mayit yang berada di maqbarah, keempat madzhab tersebut sepakat hukumnya sunnah.
Wallahu a’lam
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah