mufti
mufti

Abu Hafs Al Muritani: Mufti Besar Al-Qaeda yang Telah Bertaubat

Awalnya Mufti al-Qaeda

Mahfud Walad Al Walid atau yang dikenal dengan nama Abu Hafs Al Muritani adalah pria kelahiran Mouritania, salah satu negara di Padang Sahara yang bertetangga dengan Marokko dan Aljazair. Ia lahir pada tahun 1979 dan belajar di Mouritania hingga ia selesai dengan juduh tesis “Kebangkitan Islam di Mouritania”.

Abu Hafs adalah orang ketiga di al-Qaeda setelah Osama bin Laden dan Aiman Al zawahiri. Ia adalah Mufti Besar al-Qaeda di Tanzim Al-Qaeda (organisasi Al Qaeda). Namun kemudian ia meninggalkan al-Qaeda dan menyatakan beraubat dari pemikiran jihadiyahnya pasca pemboman World Trade Center di Amerika. Ia menentang langkah penyerangan tersebut.

Ia dan teman-temannya pergi ke Iran dan berdomisili disana selama kurang lebih sepuluh tahun dan kembali ke negaranya setelah diusir oleh pemerintah Iran.

Abu Hafs Al Mourtania masuk dalam daftar orang yang paling berbahaya di Sahara kawasan Afrika Utara. Ia lama di Afghanistan berjuang bersama Taliban dan al-Qaeda mengusir Soviet dan melanglang buana di beberapa negara kawasan untuk memberikan pengarahan kepada kader-kader al-Qaeda.

Osama bin Laden menganggapnya sebagai guru yang paling dihormati dan menjadikan sebagai rujukan utama dalam berbagai masalah fiqih. Ia tidak seperti dengan Osama yang belajar artistik kemudian terjun dalam pemikiran keagamaan begitu juga dengan Aiman Al Zawahiri yang belajar kedokteran. Abu Hafs memang dari awal belajar masalah agama sehingga masalah apapun diketahuinya secara utuh.   

Dalam sebuah wawancara ekslusif dengan kantor berita Ahbarul Aan Mouritania, Desember 2013, sebuah wawancara yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Mouritania setelah yang bersangkutan sangat ditakuti pemerintah dan masyarakat setempat, Ia mengungkapkan bahwa pertaubatannya sangat erat kaitannya dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Osama bin Laden selama beberapa tahun bersamanya.

Kesesatan Kelompok Teroris

Menurut Abu Hafs bahwa pada awalnya ia sangat mendukung al-Qaeda. Ia bergabung ke dalam organisasi itu karena ia melihat bahwa negara-negara di Timur Tengah yang diintervensi oleh pasukan asing merupakan suatu hal yang tidak bisa diterima oleh siapapun apakah dia bergabung ke dalam satu organisasi atau tidak. Adalah menjadi kewajaran jika seseorang muslim menolak keberadaan pasukan-pasukan asing di negeri-negeri Islam apalagi di tanah haram.

Dalam penuturannya, ketika al-Qaeda dan Taliban berhasil mengakhiri invasi Soviet di Afghanistan, sejatinya al-Qaeda menjalin hubungan baik dengan Mullah Umar, pemimpin Taliban yang terpilih sebagai penguasa legal di Afghanistan setelah jatuhnya Soviet di hadapan Taliban.

Akan tetapi Osama Bin Laden justru menampakkan pertentangan dengan Taliban padahal semestinya al-Qaeda sebagai tamu di negeri orang menghormati tuan rumah. “Saya sangat sependapat dengan kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh Osama bin Laden untuk menginvestasikan kekayaannya di Sudan yang kala itu baru saja mendeklarasikan sebagai negara Islam dan membutuhkan investor-investor muslim untuk menanamkan modalnya di Sudan seperti infrastruktur, pertanian dan jasa. Langkah itu sangat positif dan saya dukung secara penuh karena harus demikianlah sejatinya umat Islam saling tolong menolong dan membantu dalam kebaikan dan ketaqwaan” tegasnya.

Namun ketika Osama mengambil kebijakan lain terhadap Taliban ia justru mulai meragukan kesungguhannya memperjuangkan Islam. Ia menilai Osama kelihatannya mulai berambisi menjadi penguasa di Aghanistan. Padahal sebagai Mufti besar al-Qaeda, ia telah menasihati agar tidak melakukan penyerangan itu. Namun Osama bin Laden tetap bersikeras ingin berseteru dengan Mullah Omar. “Langkah ini mulai menimbulkan keraguan saya terhadap perjuangan al-Qaeda yang sesungguhnya dan ini dipahami oleh semua teman-teman saya di lingkungan al-Qaeda”.

Terkait penyerangan ke Wordl Trade Center (WTC) sebelumnya Abu Hafs yang berperan sebagai mufti besar al-Qaeda juga telah menasihati agar tidak membuka perang dengan Amerika karena kesiapan jihad al-Qaeda belum mendukung. Tidak ada harapan untuk memenangkan peperangan.

Namun Osama tetap bersikeras atas sikapnya bahwa Amerika adalah musuh utama al-Qaeda. Demikian pula pengeboman mall dan gereja di Nairobi yang mengakibatkan banyak korban sipil sama sekali bertentangan dengan fatwa-fatwa yang ia sampaikan sebagai mufti besar al-Qaeda kepada Osama bin Laden. Menurutnya bagaimanapun syariat melarang keras pertumpahan darah terhadap orang-orang yang tak berdosa serta anak-anak dan perempuan.

Mengenai Suriah dan Iraq, Abu Hafs menegaskan bahwa ideologi takfiri yang menyasar anak-anak muda di sana sudah melewati batas-batas agama karena mana ada syariat yang membolehkan pembantaian terhadap siapapun yang tak berdosa. Suatu hal yang tidak bisa dihindari adalah perseteruan mazhab antara Syiah, Sunni dan juga Hizbullah. Ini adalah malapetaka bagi orang-orang Suriah dan Irak yang tak berdosa. Al Qaeda sejatinya menasihati para militan-militanya bahwa penyembelihan sama sekali diharamkan dalam agama dan tidak pantas bagi anggota Alqaeda melakukan hal itu.

Menurut Abu Hafs meskipun berbagai hambatan yang kini dihadapi oleh al-Qaeda di mana-mana seperti komunikasi, pengejaran dan lain-lain, namun menurutnya bahwa Aiman al Zawahiri hingga saat ini masih dapat berkomunikasi dengan semua cabang-cabang al-Qaeda di belahan dunia.  Ini dapat dlihat dari instruksi-instruksi Aiman pasca wafatnya Osama bin Laden yang meminta kepada kombatan-kombatannya agar tetap konsisten terhadap perjuangannya.

Butuhnya Keterbukaan, Hindari Fanatisme

Setelah puluhan tahun bergabung dengan al-Qaeda dan menjadi orang kepercayaan Osama bin Laden khususnya dalam hal-hal yang terkait dengan hukum ia memutuskan kembali ke jalan yang lurus. Kini Hafs hidup di Mouritania bersama keluarganya dan mengisi kehidupan sehari-harinya dengan berbagai aktivitas keagamaan, sosial dan politik. Kini ia termasuk sebagai kalangan elit di negeri itu.

Dalam setiap kesempatan selalu mengajak umat Islam agar tidak fanatik, selalu terbuka terhadap semua mazhab. Selain itu ia mengajak umat Islam tidak tekstual dan kaku dalam memahami teks serta tidak memandang mazhab sendiri sebagai mazhab yang paling benar. Keterbukaan inilah yang harus dimiliki umat Islam agar tidak terjebak pada pemikiran fanatisme buta.

Ia juga selalu menekankan bahwa ajaran Ahlussunnah wal jamaah harus selalu menjadi patokan dan rujukan dalam menjalankan ajaran agama ini. Pemikiran aswaja adalah pemikiran Islam yang menekankan pada jalan tengah (wastiyah) dan tidak berhaluan radikal dan ekstrim.  

Disadur dari beberapa link berita arab media online.     

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

Lebaran Topat perkuat silaturahmi dan jaga tradisi leluhur

Lebaran Topat di Mataram Pupuk Silatarahmi Antaragama dan Jaga Tradisi Leluhur

Mataram – Seperti di daerah-daerah lain saat Hari Raya Idul Fitri, di Kota Mataram, Nusa …

KH Yusnar Yusuf Rangkuti PhD

Tak Bertentangan dengan Syariat Islam, Budaya dan Kearifan Lokal Saat Idulfitri Perlu Terus Dilakukan

Jakarta – Perayaan Idulfitri di Indonesia biasanya diramaikan dengan berbagai budaya dan kearifan lokal, sesuai …