Mufti kota Xanthi Ahmed Mete
Mufti kota Xanthi Ahmed Mete

Pengadilan Yunani Hukum Penjara Mufti dan Ulama Besar Kota Xanthi

Ankara – Pengadilan kota Thessaloniki, Yunani, menjatuhkan hukuman penjara dan penangguhan hukuman selama tiga tahun kepada mufti agung dan ulama besar kota Xanthi, Yunani, Ahmed Mete. Vonis itu dijatuhkan karena Mete dituduh telah mengganggu ketertiban umum dan menyebabkan perselisihan publik.

Vonis ini langsung dikutuk keras pemerintah Turki. Kementerian Luar Negeri Turki dalam sebuah pernyataan menggambarkan keputusan itu sebagai manifestasi lain dari tekanan hukum dan kebijakan intimidasi oleh Yunani terhadap Mufti terpilih Minoritas Turki Thrace Barat atas keinginan mereka sendiri.

Mengutip keputusan Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa sebelumnya terhadap Yunani tentang pelanggaran kegiatan mufti di negara itu, kementerian mengatakan proses hukum yang dilakukan pengadilan Yunani tidak berdasar dan bertujuan untuk mencegah para mufti menjalankan tugas keagamaan dan sosial mereka dengan bebas.

“Kami mengundang Yunani sekali lagi untuk mengakhiri praktik penindasannya yang melanggar hak-hak dasar dan kebebasan Minoritas Turki Thrace Barat dan Mufti terpilihnya,” tulik Kemenlu Turki dalam sebuah pernyataan yang dikutip di AA via laman republika.co.id, Jumat (18/6/2021).

Xanthi (Iskece) adalah bagian dari wilayah Thrace Barat Yunani, yang memiliki populasi 150.000 Muslim Turki sejak berabad-abad yang lalu. Pemilihan mufti, atau ulama Islam, oleh umat Islam di Yunani diatur oleh Perjanjian Athena 1913, sebuah pakta Kekaisaran Yunani-Utsmaniyah yang dilaksanakan oleh Athena pada 1920.

Namun pada tahun 1991, dengan melanggar hukum internasional, Yunani membatalkan undang-undangnya tentang perjanjian 1913 dan secara tidak sah mulai menunjuk mufti itu sendiri. Para mufti yang ditunjuk oleh negara Yunani sejak itu telah merampas hak yurisdiksi Muslim lokal atas masalah keluarga dan warisan.

Kebanyakan Muslim Turki di Trakia Barat tidak mengakui mufti yang ditunjuk oleh negara Yunani dan sebaliknya memilih mufti mereka sendiri. Namun, sejak 1991, negara Yunani telah menolak untuk mengakui mufti terpilih, dan pihak berwenang bahkan telah mengadili ulama.

Turki telah lama mengecam pelanggaran Yunani terhadap hak-hak minoritas Muslim dan Turki, mulai dari menutup masjid dan membiarkan masjid bersejarah rusak hingga menolak mengizinkan kelompok lokal menggunakan kata “Turki” atas nama mereka.

“Langkah-langkah ini melanggar Perjanjian Lausanne 1923 serta putusan Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa, membuat Yunani menjadi negara yang mencemooh hukum,” kata pejabat Turki.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

ketum pemuda muhammadiyah dzul fikar ahmad tawalla 169

Usai Putusan MK, Pemuda Muhammadiyah Serukan Persatuan Dan Hidup Rukun-Damai

Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan sengketa Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) 2024 pada Senin, …

Alissa Wahid ok

Semangat Emansipasi Kartini Bisa Pengaruhi Penafsiran Agama Modern Terhadap Posisi Perempuan

Jakarta – Kesetaraan gender dan penolakan terhadap diskriminasi perempuan merupakan nilai-nilai yang terus diperjuangkan dalam …