Jika mencari dalil tentang sifat wujud Allah swt yang sharih (jelas) di dalam al Qur’an atau al Hadits maka tidak akan menemukannya. Hanya saja beberapa indikasi menyebutkan ada Tuhan pencipta alam, dia lah Allah swt. Misal, surat Luqman ayat 25 yang berbunyi:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
Artinya: “Jika kamu bertanya kepada mereka tentang pencipta langit dan bumi, maka mereka berkata “Allah” (QS. Lukman: 25)
Atau Allah swt menyebutkan bahwa ada khaliq dan ada makhluk tapi Allah swt tidak menyebutkan dirinya wujud. Seperti dalam ayat 35 surat At Tur:
أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ
Artinya: “Apakah mereka yang diciptakan tanpa sesuatu atau mereka yang menciptakan” (QS. At Thur: 35)
Dan ayat-ayat yang mengandung indikasi adanya Allah swt.
Imam Abu Hasan al Asy’ari adalah ulama’ yang pertama kali merumuskan Allah swt memiliki sifat wajib yang 20. Kemudian rumusan Imam Abu Hasan al Asy’ari ini disepakati kebenarannya oleh mayoritas umat Islam yang kemudian dijadikan pegangan aqidah dalam Ahlussunnah wal Jama’ah.
Di dalam 20 sifat wajib bagi Allah swt, Imam Abu Hasan al Asy’ari memasukkan sifat wujud. Memang dalil tentang sifat wujud tidak sharih sebagaimana Allah swt mensifati dirinya dengan sifat al Ilmu (mengetahui). Seperti dalam ayat 29 surat al Baqarah:
وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Artinya: “Dialah (Allah) yang maha mengetahui terhadap segalanya” (QS. Al Baqarah: 29)
Atau ayat 115:
وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Artinya: “Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS. Al Baqarah: 115)
Begitu juga sifat qudrat, Allah swt begitu jelas menyampaikannya di dalam al Qur’an. Misal surat al Baqarah ayat 20:
إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya: “Sesungguhnya Allah maha kuasa terhadap apapun” (QS. Al Baqarah: 20)
Begitu juga sifat-sifat lainnya di mana Allah swt begitu jelas menyampaikannya di dalam al Qur’an al Karim. Namun demikian tidak diterangkan secara sharih bukan berarti Allah swt tidak ada, atau diragukan keberadaannya. Jika direnungkan secara mendalam, pada hakikatnya sifat wujud Allah swt sudah jelas dan terang benderang. Sebab sifat-sifat yang lain yang Allah swt sampaikan secara jelas sangat tergantung kepada keberadaan sifat wujud.
Berbeda dengan sifat wujud yang tidak tergantung kepada sifat-sifat lainnya. Dalam makna pemahaman, bahwa jika sifat-sifat yang lain ada maka sifat wujud pasti ada, tetapi jika sifat wujud ada, maka sifat yang lain bisa ada bisa tidak ada. Ini menunjukkan keberadaan sifat yang lain sangat tergantung kepada sifat wujud. Karena sifat sangat melekat kepada mausufnya (yang disifati). Sebab itulah, Imam Abu Hasan al Asy’ari memasukkan sifat wujud kepada sifat nafsiyah artinya sifat yang berdiri sendiri tanpa ada ketergantungan kepada yang lain.
Dari hal ini, maka tidak perlu Allah swt menjelaskan sifat wujud secara sharih di dalam al Qur’an atau melalui Nabi_Nya. Akal normal pasti sudah dapat menangkap kesharihan dari sifat-sifat Allah swt yang lain sebagai bukti bahwa ada mausufnya, dan dialah Allah swt.
Wallahu a’lam