Sikap toleran dalam kehidupan beragama akan terwujud dengan adanya kebebasan dalam masyarakat untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Inklusifitas dalam beragama juga turut andil dalam persatuan manusia yang majemuk. Khususnya di Indonesia, sebagaimana kita ketahui bahwa kebhinekaan dalam memandang agama Islam itu sendiri masih beragam. Terbukti dengan adanya sejumlah organisasi-organisasi masyarakat yang mengatasnamakan Islam. Dari beragam pandangan tersebut terkadang dari sebagian golongan masih ada yang saling menjatuhkanbahkan saling mengkafirkan.
Hal tersebut membuktikan adanya krisis toleransi antara penganut organisasi masyarakat tersebut. Padahal sebagaimana kita ketahui dalam pasal 21 UU RI Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat menyatakan bahwa setiap organisasi masyarakat mempunyai kewajiban untuk menjaga perdamaian dan menjaga keutuhan NKRI.
Menurut hemat penulis, bahwa adanya krisis toleransi tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat akan nilai-nilai toleransi dalam beragama. Hal tersebut dikarenakan sejak dibangku sekolah, masyarakat Indonesia telah didoktrin dengan Pendidikan Islam yang normatif. Dimana secara umum, pendidikan Islam di Indonesia dipengaruhi oleh pendidikan di masyarakat yang eksklusif.
Tafsir Qs. Al-Hujurat/49: 13
Dalam Al-Qur’an sebenarnya gagasan tentang pendidikan Inklusif termaktub dalam beberapa ayat. Diantara salah satunya adalah Qs. Al-Hujurat/49: 13. Di mana dalam surah tersebut memaparkan tentang etika atau akhlak dalam berhubungan antar sesama manusia. Berikut akan disampaiakan tentang surah al-Hujurat/49 ayat 13 beserta tafsirnya.
Dalam Al-Qur’an Surah al-Hujurat ayat 13 juga mengaskan kepada semua manusia bahwa mereka diciptakan Allah swt secara pluralistik, berbangsa, bersuku yang bermacam-macam dengan keberagaman dan kemajemukan bukan untuk saling berpecah belah atau saling merasa benar, melainkan untuk saling mengenal, bersilaturohim, berkomunikasi, serta saling memberi dan menerima. Allah berfirman dalam surah al-Hujurat 13:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Pada ayat di atas memaparkan bahwa al-Qur’an sangat menghormati prinsip-prinsip kemajemukan yang merupakan realitas yang dikehendaki oleh Allah swt. Perbedaan tersebut tidak harus dipertentangkan sehingga harus ditakuti, melainkan harus menjadi titik tolak untuk berkompetisi dalam kebaikan. Allah swt menciptakan manusia secara pluralistik, berbangsa dan bersuku yang bermacam-macam dengan keaneragaman dan kemajemukan manusia bukan untuk berpecah belah atau saling merasa benar, melainkan untuk saling mengenal, bersilaturohim, berkomunikasi, serta saling memberi dan menerima. Kata لِتَعَارَفُوا terambil dari kata عَرَف yang artinya mengenal. Patron kata yang digunakan ayat ini mengandung makna timbal balik, dengan demikian ia berarti saling mengenal.
Semakin kuat pengenalan satu pihak kepada selainnya, makan semakin terbuka peluang untuk saling memberi manfaat. Karena itu, ayat diatas menekankan perlunya saling mengenal. Perkenalan itu dibutuhkan untuk saling menarik pelajaran dan pengalaman pihak lain guna meningkatkan ketaqwaan kepada Allah swt yang dampaknya tercermin pada kedamaian dan kesejahteraan hidup duniawi dan kebahagiaan ukhrawi.
Berdasarkan tafsir diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa untuk mencapai suatu kedamaian dan kesejahteraan dalam bermasyarakat perlu adanya sikap saling terbuka dimulai dengan adanya kesediaan untuk saling menganal antara satu sama lain dan saling menghargai perbedaan dengan tidak melakukan diskriminasi terhadap golongan tertentu. Hal tersebut akan terlaksana dengan mengenalkan pendidikan Inklusif yang terbuka di mulai dari bangku sekolah.
Taaruf Sebagai Upaya Penanggulangan Intoleran
Allah SWT, telah menciptakan manusia berbangsabangsa dan bersuku-suku, padahal pada awalnya manusia berasal dari sumber yang sama yaitu Adam dan Hawa. Dengan kekuasaan dan kehendaknya terlahir manusia yang berbeda ras dan warna kulit, dan sudah menjadi sunah-Nya bahwa segala yang diciptakannya tidak sia-sia. Perbedaan semua itu adalah agar semua manusia satu sama lain melakukan ta’aruf (saling mengenal). Ajaran ini merupakan ajaran universal.
Dengan demikian, ajaran ta’aruf akan menembus batas-batas ras, golongan, suku, jenis kelamin, bahkan termasuk agama. Di sisi lain konsep ta’aruf pada prinsipnya untuk menegakkan sikap saling menghargai dan menghormati di antara sesama. Sehingga dengan demikian, masing-masing anggota masyarakat akan senantiasa merasa aman dan nyaman, tanpa merasa takut diganggu pihak lain, walaupun ia berbeda identitas atau merupakan kelompok minoritas. Karena pada dasarnya manusia tidak bisa hidup tanpa bermasyarakat dan bantuan orang lain.
Dengan ta’aruf pula rasa saling menyayangi akan timbul di antara sesama. Untuk menciptakan masyarakat yang harmonis tidak cukup hanya dengan ta’aruf (saling mengenal), akan tetapi harus dibina dan dipupuk dengan subur melalui upaya yang dapat membuat hubungan di antara manusia dapat bertahan lama. Upaya ini dikenal dengan istilah silaturrahim. Silaturrahim artinya menyambungkan tali persaudaraan. Silaturrahim merupakan ajaran yang harus senantiasa dipupuk agar bisa tumbuh dengan subur. Selain itu, silaturrahim memiliki nilai yang luas dan mendalam, yang tidak hanya sekedar menyambungkan tali persaudaraan, lebih daripada itu, silaturrahim juga bisa dijadikan sebagai sarana untuk mempermudah datangnya sebuah rezeki.
Rasulullah tidak menyukai pemutusan hubungan kekeluargaan atau pengabaian terhadap masalah-masalah kemanusiaan. Doa orang yang memutus hubungan dengan keluarga tidak diterima oleh Allah SWT. Hal ini sesuai dengan hadis yang disampaikan oleh Jubair ibn Muth’im bahwa Rasulullah SAW, bersabda: Tidak akan masuk surga orang yang memutus tali silaturrahim. (HR.Muslim).
Salah satu bentuk paling sempurna dari menjaga ikatan kekeluargaan adalah memperlakukan kerabat dekat dengan baik. Kerabat dekat tersebut jangan dilupakan sama sekali meskipun mereka benar-benar memutus tali persaudaraan. Seseorang wajib membantu kerabatnya selagi mereka tidak berbuat dosa-dosa besar. Meski demikian, ia tetap harus berupaya untuk memperbaiki dan menjaga mereka agar tidak mengalami degradasi moral. Pendidikan ta’aruf hendaknya diajarkan kepada anak didik sejak kecil, sehingga ketika sudah dewasa anak tersebut nakan menjadi pribadi yang peduli kepada sesama melalui upaya ta’aruf.
Namun kalau dicermati bahwa pada zaman sekarang ini tradisi ta’aruf sekaligus silaturrahim kurang mendapat perhatian terlebih lagi di kota-kota besar, kehidupan lebih bersifat individualistik. Setiap orang sudah disibukkan dengan urusannya masing-masing, sehingga ta’aruf dan jalinan silaturrahim semakin terabaikan. Oleh karena itu, seorang pendidik harus menanamkan kembali tentang pentingnya ta’aruf dan silaturrahim, sehingga diharapkan nantinya ketika sudah dewasa anak tersebut gemar melakukan ta’aruf dan bersilaturrahim sebagai wujud kepedulian sesama.