alquran
alquran

Benarkah Ayat “Wa Allaysa Lil Insani Illa Ma Sa’a” Dalil Tidak Sampainya Pahala kepada yang Sudah Meninggal?

Di dalam salah satu ayatnya, Allah swt berfirman:

وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسانِ إِلَّا ما سَعَى

Artinya: Dan tidaklah bagi manusia kecuali yang ia lakukan (QS. An Najm: 39)

Ayat ini yang dijadikan hujjah oleh Salafi Wahhabi tentang tidak sampainya pahala membaca al Qur’an, dzikir untuk orang yang sudah mati. Sekalipun di dalam Ahlussunnah wal Jama’ah terdapat juga sebagian kecil ulama’ yang berpendapat mirip dengan Salafi Wahhabi namun hal itu dalam hal-hal tertentu tidak secara mutlak.

Kesimpulan dengan pemahaman seperti itu tidak lepas dari memahami makna ayat tersebut. Salafi Wahhabi memahami makna ayat tersebut dengan: Pahala atau dosa seseorang itu semua hanya dapat diperoleh dari amal perbuatannya sendiri. Sementara menurut ulama’ ahli tafsir, terdapat banyak pendapat tentang makna ayat tersebut sebagaimana disampaikan imam al Qurtubi dalam kitab Rawai’ul Bayan. Setidaknya, ada lima penafsiran tentang ayat tersebut.

Pertama, Penafsiran dari kebanyakan ulama’ tafsir. Amal perbuatan seseorang tidak memberi manfaat apapun kepada orang lain. Ini dapat dibuktikan berdasarkan ijma’ ulama’ bahwa seseorang tidak bisa mengganti shalatnya orang lain. Puasa Ramadlan yang ditinggalkan tidak dapat diganti dengan puasanya orang lain. Begitu juga zakat yang ditinggalkan tidak bisa diganti oleh ahli warisnya atau orang lain. Artinya, menurut penafsiran ini, segala bentuk kewajiban yang ditinggalkan selama hidup itu tetap menjadi tanggung jawab orang yang mati. Sehingga ia tetap bermaksiat jika meninggalkan kewajiban tersebut tanpa ada udzur yang dibenarkan. Dan kewajiban-kewajiban yang ditinggalkan tersebut tidak menjadi hilang tanggung jawabnya jika dilakukan oleh ahli warisnya atau orang lain.

Kedua, Sebagian ulama’ menafsirkan ayat tersebut dengan pendekatan kepada makna huruf lam yang berada pada kalimat lil insani. Menurut penafsiran ini, lam tersebut memiliki makna milik dan pasti. Sehingga jika dipahami melalui penafsiran ini, bahwa apa yang diusahakan oleh manusia tidak pasti akan menjadi miliknya, kecuali Allah swt telah memberikan anugerah baginya. Sehingga berdasarkan penafsiran ini, maka amal perbuatan seseorang sangat berpotensi bermanfaat kepada orang lain dengan adanya nugerah dari Allah swt tersebut.

Ketiga, Menurut Rabi’ bin Anas amal perbuatan manusia tidak bermanfaat apa pun bagi orang lain. Tetapi ini bagi orang kafir. Sementara bagi orang mu’min tetap bermanfaat.

يَعْنِي الْكَافِرَ وَأَمَّا الْمُؤْمِنُ فَلَهُ مَا سَعَى وَمَا سَعَى لَهُ غَيْرُهُ

Artinya: Ini jika melakukan orang kafir. Tetapi jika yang melakukan orang mumin, maka bermanfaat baginya apa yang ia lakukan sendiri dan orang lain lakukan untuknya

Menurut imam al Qurtubi, kebanyakan ulama’ ahlul hadits lebih condong dengan penafsiran yang ketiga ini. Sebab tidak ada satu ulama’ pun baik dari ahlul hadits, ahlut tafsir dan ahlul fiqh yang menolak sampainya pahala shadaqah kepada orang yang sudah mati.

قُلْتُ وَكَثِيْرٌ مِنَ الْأَحَادِيْثِ يَدُلُّ عَلَى هَذَا الْقَوْلِ وَأَنَّ الْمُؤْمِنَ يَصِلُ إِلَيْهِ ثَوَابُ الْعَمَلِ الصَّالِحِ مِنْ غَيْرِهِ وَقَدْ تَقَدَّمَ كَثِيْرٌ مِنْهَا لِمَنْ تَأَمَّلَهَا وَلَيْسَ فِي الصَّدَقَةِ اِخْتِلَافٌ

Artinya: Aku berpendapat: Kebanyakan hadits menunjukkan sesuai pendapat ini, bahwa pahala perbuatan baik orang mumin sampai kepada orang mumin lainnya. Dan telah disebutkan sebelumnya tentang hadits-hadits tersebut bagi orang yang mau berpikir tentangnnya. Dan tidak ada perbedaan pendapat tentang shadaqah

Keempat, Amal perbuatan manusia hanya kembali kepada pelakunya sendiri dan tidak bisa kepada orang lain hanya dalam masalah keburukan saja. Seandainya ada orang yang ingin menanggung dosa orang lain, maka hal tersebut tidak berpindah kepada yang menanggung dosa. Tetap saja dosa berlaku bagi pelaku itu. Berbeda dengan amal perbuatan yang baik, menurut penafsiran ini, bermanfaat kepada orang lain.

Kelima, Menurut Ibn Abbas ra, ayat ini telah dimansukh oleh ayat lain yaitu ayat:

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيْمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ

Artinya: Dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka (QS. At Thur: 21)

Sehingga menurut penafsiran ini, anak yang sudah mati dapat menerima manfaat dari orang tuanya yang masih hidup, begitu juga sebaliknya. Hal ini diperkuat dengan bukti hadits shahih:

إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ وَعِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُو لَهُ

Artinya: Apabila seseorang telah mati, maka amal perbuatannya terputus kecuali tiga hal, yaitu: Shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakannya

Jika melihat penafsiran-penafsiran di atas, tidak ada satu penafsiran pun yang menolak bahwa amal perbuatan baik yang itu bukan perbuatan wajib tidak dapat memberi manfaat kepada orang yang sudah mati. Seperti pahala bershadaqah, pahala membaca al Qur’an dan pahala dzikir serta pahala-pahala dan do’a orang lain menurut penafsiran-penafsiran di atas, tetap sampai kepada orang yang mati.

 

Wallahu a’lam

 

Bagikan Artikel ini:

About M. Jamil Chansas

Dosen Qawaidul Fiqh di Ma'had Aly Nurul Qarnain Jember dan Aggota Aswaja Center Jember

Check Also

shalat jamaah perempuan

Posisi Yang Utama Bagi Perempuan Saat Menjadi Imam Shalat

Beberapa hari belakangan ini sempat viral di media sosial tentang video yang menampilkan seorang perempuan …

menghambat terkabulnya doa doa

Meminta Doa kepada Orang Shalih Hukumnya Haram? Ini Dalilnya !

Dalam salah satu ceramahnya, Yazid bin Abdil Qadir Jawas berkata tidak boleh meminta doa kepada …