Modal Otodidak dan Akal Semata Lalu Berdakwah
Modal Otodidak dan Akal Semata Lalu Berdakwah

Berdakwah Modal Otodidak dan Akal Semata Bolehkah?

Jika seorang muslim membahas masalah agama tentunya tidak boleh sembarangan atau asal ngomong. Namun, semua yang disampiakan harus memiliki sanad, karena dalam beragama tidak hanya dimintai pertanggungjawab di dunia tetapi juga di akhirat.

Sayangnya yang terjadi di zaman ini, banyak muslim yang sering membicarakan agama dan menjadikan agama seolah-olah semua orang bisa dengan bebas membicarakan masalah agama meski mereka taraf keilmuannya belum memadai. Berbekal otodidak ia dengan bangga mulai menyampaikannya. Berbekal bacaan di medsos kadang tidak gentar menghadapi diskusi agama di komen media sosial.

Agama itu tentang periwayatan. Ada alur dari Rasul hingga ke umat saat ini. Dalam konteks inilah agama membutuhkan sanad, membutuhkan riwayat, sehingga tidak sembarang orang boleh berbicara agama apalagi hanya bermodal akal saja.

Agama diturunkan oleh Allah melalui para Nabi yang dipilih dan dipercaya oleh Allah, dengan tujuan agar manusia mengerti akan kehendakNya terhadap manusia, beserta seluruh isi alam jagad raya ini.

Allah berfirman, Allah SWT berfirman, “Dia (Allah) telah mensyariatkan kepadamu agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan ‘Isa, yaitu tegakkanlah agama (keimanan dan ketakwaan) dan janganlah kamu berpecah-belah di dalamnya. Sangat berat bagi orang-orang musyrik (untuk mengikuti) agama yang kamu serukan kepada mereka. Allah memilih orang yang Dia kehendaki kepada agama tauhid dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya bagi orang yang kembali (kepada-Nya).” (QS. Asy-Syura 42: Ayat 13).

Seperti yang kita ketahui bahwasanya iblis dan malaikat merupakan dua makhluk Allah yang sama-sama memiliki pikiran dan akal. Ketika agama dikaitkan hanya dengan akal dan pikiran saja tanpa berpedoman dengan surat dan hadist, maka iblis merupakan mahluk paling benar, karena cara berpikir iblis menganggap bahwa Nabi Adam dianggap lemah karena hanya terbuat dari tanah, sementara iblis terbuat dari api. Jika dimasukkan ke akal dapat diartikan iblis lebih unggul dibanding manusia. Tapi agama bukan semata akal.

Ketika akal tidak menjangkau teks wahyu adalah andalannya. Namun, teks atau wahyu tidak cukup juga dengan akal apalagi dengan belajar otodidak. Sekedar mengetahui arti terjemahan lalu berani tampil bersuara dan berdakwah. Berbicara teks agama harus didasarkan juga dengan sanad yang jelas. Bukan berdasarkan akal semata.

Jadi, tidak cukup agama mengikuti akal melainkan harus mengikuti ulama yang juga bersanad jelas. Karena itulah, posisi ulama dikatakan sebagai pewaris para Nabi. Di sanalah sanad dan riwayat ilmu agama ditanam dan diwariskan.

Agama seringkali memang disoal oleh akal karena agama tanpa akal nantinya tidak akan bisa berdiri. Maka dari itulah, sanad atau riwayat sangat penting di dalam beragama. Pendiri mahzab Maliki yakni Imam Malik sangat tidak suka jika agama dilogikakan, hal ini dikarenakan orang yang punya logika akan merasa memiliki otoritas terhadap agama.

Allah berfirman, “Dan jika Kami menghendaki niscaya Kami berikan kepada setiap jiwa petunjuk (bagi)nya, Tetapi telah ditetapkan perkataan (ketetapan) dari-Ku, Pasti akan Aku penuhi Neraka Jahanam dengan jin dan manusia bersama-sama.” (QS. As-Sajdah 32: Ayat 13)

Ilmu agama merupakan alat umat muslim untuk mendekatkan diri kepadaNya. Pada hakikatnya agama mampu dirasakan secara nyata karena adanya al-Quran dan hadist. Berbeda halnya dengan disiplin ilmu pengetahuan umum, yang cukup dimengerti oleh Akal Pikir. Seperti ilmu Matematika atau fisika sebanyak apapun juga rumus dan formulanya, asalkan sudah mengerti secara Akal Pikir,  maka sudah dikatakan pandai dalam bidangnya.

Ilmu agama dapat di pelajari dengan menggunakan akal pikir sebagai alat untuk menghafal ilmunya,  dan menggunakan hati serta perasaan sebagai alat untuk mentawadhukan diri dan bersabar diri,  serta qolbu sebagai alat untuk merasakan hasilnya atau kenyataan yang bisa dirasakan secara langsung. Lalu, masih beranikah berdakwah hanya bersandarkan belajar otodidak dan sanad ilmu yang tidak jelas?

Bagikan Artikel ini:

About Imam Santoso

Check Also

nabi musa

Testament : The Story of Moses di Netflix, Bagaimana Nabi Musa Versi Al-Quran?

Film tentang Nabi Musa di Netflix cukup mendapatkan respon positif dari permisa. Film berjudul Testament …

hakikat zakat fitrah

Hakikat Zakat Fitrah : Laku Spiritual dan Solusi Sosial

Selain berpuasa sebagai bentuk ibadah, Ramadan juga menjadi momen bagi umat Islam untuk meningkatkan kedermawanan …