imam bukhari-alustrasi by AI

Berpikir Filosofis ala Imam Bukhari: Menyatukan Nalar dan Wahyu

Filsafat, dalam esensinya, adalah upaya manusia untuk memahami realitas secara mendalam dan menyeluruh. Ia tidak hanya berurusan dengan teori-teori abstrak, tetapi menyentuh jantung kehidupan: mencari makna, kebenaran, dan kebijaksanaan. Dalam ranah ini, berpikir filosofis bukan sekadar kegiatan intelektual, melainkan cara hidup—mengolah akal untuk menyelami nilai.

Seringkali filsafat dianggap bertentangan dengan teks keagamaan karena filsafat bersifat rasional dan spekulatif, sementara agama dianggap tekstual dan dogmatis. Namun, pandangan ini terlalu sempit. Dalam tradisi keilmuan Islam, terdapat figur-figur luar biasa yang berhasil menyatukan rasionalitas kritis dengan keimanan tekstual. Salah satunya adalah Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari (810–870 M), sosok ulama besar yang dikenal sebagai perawi dan penyusun kitab hadis paling otoritatif dalam Islam: Ṣaḥīḥ al-Bukhārī.

Filsafat dalam Kritik Hadis: Nalar Bertemu Wahyu

Sekilas, disiplin ilmu hadis terlihat sangat tekstual. Ia berkutat pada narasi, sanad (mata rantai perawi), dan matan (isi hadis), yang tampak kaku dan sangat terikat pada tradisi. Namun, Imam Bukhari menunjukkan bahwa kajiannya terhadap hadis sarat dengan pendekatan filsafat kritis, terutama dalam aspek metodologis dan epistemologis.

Salah satu fondasi berpikir Imam Bukhari adalah skeptisisme epistemisme yakni, tidak menerima suatu klaim sebelum ada bukti yang memadai. Dalam filsafat, skeptisisme bukan berarti menolak segalanya, melainkan bersikap hati-hati dalam menerima kebenaran, terutama yang datang dari luar. Imam Bukhari menerapkan sikap ini dalam seleksi hadis..  Saat menemukan sebuah hadis, beliau tidak langsung menerimanya. Ia bertanya:Siapa yang meriwayatkan hadis ini? Apakah orang itu benar-benar hidup di masa yang tepat? Apakah dia pernah bertemu dengan perawi sebelumnya? Bagaimana reputasi kejujurannya? Apakah dia memiliki ingatan yang kuat? Apakah ada kemungkinan hadis ini bertentangan dengan nalar sehat atau dalil yang lebih kuat?

Pertanyaan-pertanyaan ini adalah contoh metodologi berpikir ilmiah dan filosofis. Imam Bukhari mengevaluasi setiap elemen dalam rantai periwayatan dengan standar verifikasi yang sangat ketat, bahkan mendekati metodologi ilmiah modern.

Sanad dan Matan: Dua Pilar Kritik Rasional

Dalam ilmu hadis, Imam Bukhari memisahkan proses validasi ke dalam dua aspek utama:

Sanad (rantai perawi): Ini adalah upaya menelusuri siapa saja yang meriwayatkan hadis dari Rasulullah ﷺ hingga kepada orang yang terakhir meriwayatkannya. Imam Bukhari menolak hadis jika dalam sanadnya ada satu saja perawi yang diketahui,  pernah berdusta lemah hafalannya, kurang terpercaya menurut ulama lainnya, tidak memiliki hubungan yang logis atau historis dengan perawi sebelumnya

Matan (isi hadis): Bahkan jika sanadnya tampak sahih, matan juga harus bebas dari kejanggalan, tidak bertentangan dengan Al-Qur’an, logika dasar, atau fakta sejarah.

Dari sekitar 600.000 hadis yang pernah ia dengar dan teliti, hanya sekitar 7.000 hadis (termasuk pengulangan) yang beliau nyatakan sahih dan masukkan dalam karyanya. Ini menunjukkan sikap kerendahan hati intelektual serta penolakan terhadap klaim kebenaran yang tergesa-gesa.

Sikap Ilmiah dalam Beragama

Metodologi Imam Bukhari memberikan pesan penting: beragama tidak boleh asal percaya. Iman memang memerlukan hati, tetapi ia harus ditemani oleh akal. Bahkan dalam menerima hadis yang notabene adalah bagian dari agama—dibutuhkan verifikasi, pembuktian, dan telaah mendalam.

Inilah alasan para ulama menyebut bahwa penetapan hadis sahih, hasan, dha’if (lemah), atau bahkan maudhu’ (palsu), bukan sekadar hasil dari teks, tapi merupakan hasil ijtihad ilmiah berbasis metodologi yang ketat.

Di era banjir informasi seperti sekarang, pendekatan Imam Bukhari sangat relevan. Banyak orang yang dengan mudah menyebarkan informasi keagamaan tanpa mengecek kebenaran atau sumbernya. Padahal, tidak semua yang “berbau agama” pasti benar.

Imam Bukhari mengajarkan bahwa ilmu harus melewati proses—bukan sekadar hafalan atau ikut-ikutan, melainkan pencarian akan kebenaran yang dapat diuji, diverifikasi, dan dipertanggungjawabkan.

Filsafat Imam Bukhari: Antitesis Klaim Sepihak

Sikap Imam Bukhari ini sebetulnya merupakan bentuk filsafat praktis: mengolah informasi dengan nalar dan hati-hati sebelum sampai pada kesimpulan. Sikap ini adalah antitesis dari fenomena modern di mana orang terlalu cepat menyimpulkan, mengklaim kebenaran sepihak, atau bahkan menyalahkan orang lain atas dasar informasi yang belum jelas validitasnya.

Dalam konteks Ramadhan—bulan refleksi, ilmu, dan pencerahan—pendekatan Imam Bukhari seharusnya menjadi teladan. Sebab Ramadhan tidak hanya soal lapar dan haus, tetapi juga penyucian diri dari kebodohan, fanatisme, dan kesewenang-wenangan berpikir.

Seperti Imam Bukhari yang mendedikasikan hidupnya untuk memilah kebenaran dari kepalsuan dengan komitmen intelektual dan spiritual, maka kita pun—di era digital ini—perlu membiasakan diri untuk menyaring informasi, menahan lidah, dan mengedepankan akal sehat.

Warisan Intelektual yang Tak Lekang oleh Zaman

Kitab Ṣaḥīḥ al-Bukhārī bukan sekadar kumpulan hadis sahih, tetapi juga representasi dari tradisi keilmuan Islam yang sangat rasional dan sistematis. Imam Bukhari membuktikan bahwa berpikir filosofis tidak berarti meninggalkan agama, dan berpegang pada teks tidak berarti menolak akal.

Justru, perpaduan antara wahyu dan rasio inilah yang membuat warisan keilmuan Islam menjadi besar dan mampu melahirkan peradaban yang agung.

Jika Imam Bukhari bisa menyaring 600.000 hadis menjadi 7.000 yang sahih, bukankah kita pun harus lebih kritis dalam menerima 600.000 berita, opini, ceramah, dan fatwa yang membanjiri media sosial setiap hari? Berpikir filosofis ala Imam Bukhari adalah warisan yang harus kita hidupkan kembali.

 

Bagikan Artikel ini:

About Dr. Suaib Tahir, Lc, MA

Anggota Mustasyar Diniy Musim Haji Tahun 2025 Staf Ahli Bidang Pencegahan BNPT Republik Indonesia

Check Also

korupsi

Islam sangat Membenci Prilaku Korupsi

Berita nasional dan lokal kita dalam sehari tidak pernah lepas dari liputan korupsi. Rasanya korupsi …

dalil maulid nabi

Rasulullah SAW Teladan dalam Segala Aspek Kehidupan

Umat Islam di seluruh dunia termasuk di Indonesia baru saja merayakan peringatan hari mauled Nabi …