israiliyat
israiliyat

Menguji Nalar dan Keimanan tentang Isra Mi’raj

Sungguh suatu peristiwa luar biasa yang menggetarkan masyarakat jahiliyah ketika seorang pemuda bercerita telah melakukan perjalanan singkat dalam waktu semalam. Biasanya orang Quraisy melakukan perjalanan dari Makkah ke Baitul Maqdis membutuhkan waktu sebulan berangkat dan sebulan pulang dengan mengendarai unta. Nah Muhammad, Rasulullah, membawa cerita di luar kebiasaan dan nalar orang Arab.

Jelas, bukan kali pertama Rasulullah membuat kehebohan di luar nalar dan tradisi masyarakat Quraisy. Klaim kenabian Muhammad pertama kali jelas telah menggegerkan tatanan teologi dan spiritual masyarakat Makkah. Apalagi doktrin tauhidnya telah mengguncang praktek politeisme dan paganisme Arab.

Di tengah cacian, cemohan, tuduhan gila, dan siksaan para pengikutnya, Rasulullah justru datang dengan cerita yang akan lebih dianggap gila. Jika Rasulullah menceritakan menerima wahyu dianggap sedang halusinasi, lalu bagaimana dengan cerita Isra’ Mi’raj yang lebih menantang nalar dan tradisi masyarakat kala itu?

Akibat cerita ini, Abu Jahal tampak gembira dan menganggap Isra dan Mi’raj adalah peluang emas untuk semakin mengolok-olok Muhammad dengan sebutan gila dan halusinasi. Dia memanggil masyarakat baik yang sudah beriman maupun yang masih kafir. Yang beriman diharapkan menjadi ragu dan yang tidak beriman semakin yakin tentang Muhammad seorang yang gila dan tidak masuk akal.

Pertanyaan besarnya mengapa Rasulullah justru menceritakan hal luar biasa di luar nalar manusia pada umumnya di tengah dakwah yang baru dimulai dan tatanan keyakinan masyarakat yang belum mapan. Kenapa tidak diceritakan ketika di Madinah ketika fondasi masyarakat relijius terbangun dan jalinan masyarakat muslim dan non muslim bersatu?

Tentu saja, Allah menghendaki suatu keimanan dan keyakinan yang kokoh bagi para pemeluknya. Bukan sekedar keyakinan logika yang mudah rapuh dan selalu berubah. Keyakinan itu harus dimulai dari peristiwa besar yang melampaui nalar manusia. Keimanan itu adalah pembenaran atas peristiwa yang tidak hanya bisa diukur dengan nalar dan logika.

Pertanyaan adalah apakah dalam kebenaran keimanan membutuhkan hal yang masuk nalar dan akal manusia? Apakah akal manusia menjadi ukuran yang dianggap sebagai kebenaran yang mutlak ? Apakah kebenaran akan dikatakan benar ketika itu masuk logika dan nalar manusia?

Ketika cerita Nabi Muhammad diverifikasi-bahkan pada tataran difalsifikasi dengan pernyataan-pernyataan kabilah yang biasa pulang pergi ke Baitul Maqdis. Namun, semua uraian detail Nabi tentang peristiwa dan bentuk Baitul Maqdis tidak bisa dibantah. Artinya, sangat mungkin Muhammad telah pergi kesana. Bahasa sangat mungkin karena ada setitik kebenaran, tetapi nalar manusia tetap tidak bisa menjangkau kecepatan perjalanan itu.

Namun, bagaimana mungkin dalam semalam bro???? Nalar tidak menjangkau dan logika lumpuh menghadapi cerita ini. Apalagi pemuda ini bercerita telah naik ke langit ketujuh yang menembus batas bumi. Kekuataan dahsyat seperti apa yang dimiliki pemuda ini? Lalu, apa bukti Isra Mi’raj sebagai suatu peristiwa yang benar terjadi?

Akal Bukan segalanya dalam Mencari Kebenaran

Karena luar biasanya inilah, maka Allah melukiskan dengan kalimat yang sangat anggun dalam al-Quran : “Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya.” SQ. Al-Isro’: 1.

Diawali dengan kalimat tasbih untuk melukiskan peristiwa luar biasa yang tidak bisa dijangkau oleh nalar karena nalar atau logika bukan ukuran satu-satunya kebenaran. Apalagi digunakan untuk mencapai kebenaran mutlak. Maka, sejatinya Allah ingin mengajarkan ada kekuatan Maha Dahsyat yang menggerakkan (asra) “hamba-Nya” yang tidak mungkin dilakukan oleh patung dan berhala yang tidak mampu bergerak sama sekali, apalagi menggerakkan.

Karena keimanan tidak hanya bersandar pada nalar, tetapi keyakinan totalitas terhadap yang Maha Dahsyat, maka ketika Abu Bakar ditanya dengan pertanyaan yang nampaknya bertentangan dengan akal sehat, beliau mengatakan : Jika Muhammad mengatakan hal itu maka, dia benar”.

Kaum Qurasih mencoba menggoda iman Abu Bakar dengan mengatakan “apa yang membuatmu membenarkannya?”. Abu Bakar berkata dan perkataan ini penting untuk menjadi pelajaran bagaimana seharusnya iman bekerja : Ya, bukan sekedar peristiwa yang mustahil itu, jauh lebih dari itu tentang berita dari langit yang datang kepadanya setiap pagi dan sore, akupun membenarkannya”.

Dalam konteks ini keimanan adalah suatu penegasan keyakinan yang bukan tidak masuk akal, tetapi di luar batas akal. Berbeda dengan tidak masuk akal, tetapi keimanan bekerja di luar batas akal dapat meraihnya. Sesungguhnya nalar dan akal bukan satu-satunya cara menguji kebenaran. Banyak hal di luar batas akal yang tidak sama sekali menunjukkan bahwa di luar itu tidak eksis suatu fakta dan kebenaran.

Peristiwa Isra Mi’raj merupakan ujian besar logika dan nalar bagi umat Islam yang sudah mengimani Rasulullah dan sesungguhnya tantangan teologis bagi kaum Quraisy yang hanya mengandalkan kepada tuhan berhala yang tidak berdaya. Rasulullah ingin menunjukkan bahwa keagungan Tuhan Muhammad bahkan melampaui batas apa yang dipikirkan oleh manusia dengan akalnya. Tuhan yang sesungguhnya adalah Tuhan yang melampaui batas akal manusia, karena manusia diciptakan oleh Nya. Tidak mungkin akal manusia mampu menandingi keagungan dan kedahsyatan kekuatan Penciptanya.

Ketidakmungkinan dalam ranah manusia bukan suatu yang mustahil bagi Tuhan. Ketidaksanggupan berada dalam perspektif manusia, bukan dalam wilayah Tuhan yang Maha Agung dan Menggerakkan segala sesuatu. Kacamata dalam beriman bukan sekedar akal, tetapi perasaan dan keyakinan teguh tentang semua peristiwa mungkin dengan Tuhan yang Kuasa.

Apa bukti keimanan? Keimanan yang kokoh bukan berdasarkan logika. Karena jika logika adalah ukuran kebenaran, ia mudah rapuh dengan perubahan bukti dan fenomena. Iman bukan tentang logika, tetapi keyakinan yang melampuai batas logika. Bukan sesuatu yang tidak masuk akal, tetapi keimanan terlebih luas melampuai batas kemampuan logika.

Bagikan Artikel ini:

About Islam Kaffah

Check Also

duduk di kuburan

Saat Ziarah, Bolehkah Duduk di Kuburan?

Meskipun arus puritanisasi  mengklaim ziarah kubur adalah ritual bid’ah, tapi tidak banyak muslim nusantara yang …

shalat ghaib korban bencana

Shalat Ghaib untuk Korban Bencana

Pada tanggal 4 Desember 2021 telah terjadi peningkatan aktifitas vulkanik di gunung semeru. Hal itu …