jangan komentar
jangan komentar

Ciri Muslim yang Baik: Jangan Banyak Komentar Jika Itu Tidak Bermanfaat

Banyak orang memahami ajaran agama Islam, tetapi banyak pula orang yang gagal memahami bagaimana cara mempraktekkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu contoh sederhana praktik keislaman yang tidak direstui dan tidak diajarkan oleh rasulullah adalah pertama, berbicara di saat saat ia seharusnya berdiam diri. Kedua, berdiam diri di saat saat semestinya ia berbicara. Kedua praktik ini, bila dilakukan bisa melenyapkan kemanfaatan dirinya dalam kehidupan sosial.

Di jagad media sosial, nampak sekali orang pingin exist dan tampil bisa mengomentari segalanya. Kadang hal tidak tahu pun ia komentari. Bahkan hal sepele tidak berguna pun ia komentari.  

Rasul bersabda

من حسن اسلام المرء قلة الكلام فيما لا يعنيه

“Termasuk praktik keislaman seseorang yang baik adalah sedikit berbicara di dalam hal-hal yang tidak berguna”. HR. Ahmad 1685.

Al-Sya’rani memberikan kriteria terhadap batasan banyak dan sedikit berbicara. Menurutnya, sedikit berbicara yang dimaksud adalah hanya berbicara pada hal-hal yang dibutuhkan atau yang mendatangkan manfaat kepada agama dan dunianya saja. Selebihnya itu termasuk banyak berbicara. Tanbih al-Mughtarrin, 81

Setiap rakyat memiliki hak untuk berbicara apa saja sebagai aspirasinya, biasanya Rakyat mengekspresikannya dengan demontrasi, jika menyampaikan aspirasi dinilai mampu membawa manfaat untuk agama dan dunianya, maka, berdemontrasilah ! jika tidak, lebih baik jangan.

Menurut Hasan al-Qazzaz sebagaimana dikutip oleh al-Qusyairi mengatakan: berbicaralah ketika kondisi menghendaki untuk berbicara. Karena hal itu adalah tindakan bijaksana. Abu BAkar al-Shiddiq (sahabat sekaligus Mertua Rasulullah) pernah mengganjal mulutnya dengan batu selama satu tahun lamanya, agar ia mampu tidak sering berbicara. Risalah al-Qusyairiyyah, 98, 122

Al-Harifisy menceritakan kebiasaan Imam Syafi’i yang sedikit berbicara. Suatu ketika Imam al-Syafi’i ditanya tentang suatu masalah umat. Namun beliau memilih diam tidak menjawab. Alasannya, beliau akan menjawab jika menyakini bahwa jawabannya itu akan mampu mendatangkan manfaat. Jika tidak, beliau akan menutup mulut. Al-Raudh al-Faiq, 193

Hidup di tengah alam demokrasi, seperti di Indonesia, tidak semua aspirasi harus disampaikan. Apalagi melakukan demontrasi yang anarkhis. Karena ujung ujungnya adalah kerugian bersama. Padahal agama memerintahkan untuk menyampaikan aspirasi dengan catatan apabila aspirasi tersebut mendatangkan manfaat untuk agama dan kehidupan bernegara. Bukan malah merugikan agama dan kehidupan bernegara.

Bagikan Artikel ini:

About Abdul Walid

Alumni Ma’had Aly Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbondo

Check Also

hewan yang haram

Fikih Hewan (1): Ciri Hewan yang Haram Dimakan

Soal halal-haram begitu sentral dan krusial dalam pandangan kaum muslimin. Halal-haram merupakan batas antara yang …

tradisi manaqib

Tradisi Membaca Manaqib, Adakah Anjurannya ?

Salah satu amaliyah Nahdhiyyah yang gencar dibid’ahkan, bahkan disyirikkan adalah manaqiban. Tak sekedar memiliki aspek …