logo halal
logo halal

Debat Logo Halal Tidak Produktif! Ini yang Semestinya Dibahas

Saat Kementerian Agama (Kemenag) mengeluarkan Logo Halal yang berlaku secara nasional sebagai bentuk implementasi undang-undang, perdebatan pun mengemuka. Pro-kontra pun mulai bermunculan. Tidak menariknya, perdebatan hanya persoalan logo. Mereka rebut mendebatkan seputar logo bukan subtansi strategi gaya hidup halal secara nasional. Miris!

Tentu saja dari kalangan MUI harus bersuara lantang karena sedianya persoalan sertifikasi halal ini pada awalnya berada di bawah wewenangnya. Tentu MUI tidak mau “proyek” ini beralih tangan. Sayangnya polemik yang muncul menjadi persoalan logo. Begitu pun dengan riak yang muncul di dunia maya. Sepenuhnya kritik tentang logo yang catatan drone emprit hanya berkisar di 39 orang saja. Isu ini pun akhirnya menggelinding viral dan sangat tidak produktif!

Di beberapa negara yang pemerintah mengurusi persoalan keagamaan, masalah sertifikasi halal berada di bawah kementerian atau lembaga pemerintah. Malaysia misalnya dengan Jakim, Brunei Darussalam misalnya diurus oleh Jabatan Hal Ehwal Syariah dan masih banyak contoh lain. Sementara di negara sekuler yang tidak mempunyai kementerian urusan keagamaan, persoalan label halal dikeluarkan oleh asosiasi muslim yang dipercaya negara tersebut. Hal ini misalnya di beberapa negara seperti Jepang, Taiwan, Singapura dan negara barat yang dikelola oleh ormas.

Letak masalahnya adalah bukan logo pada mulanya. Namun, ada keinginan pemerintah untuk memberlakukan label dan sertifikat halal secara nasional melalui satu sumber. Persoalan logo, bentuk dan jenis kaligrafi adalah isu untuk membingkai pertarungan otoritas sertifikasi tersebut. Apalagi sudah mulai merembet pada persoalan wayang yang Jawa Sentris yang sejatinya tidak mengakui wayang sebagai budaya dan warisan nasional bukan lagi sekat suku bangsa. Belum lagi persoalan warna dan sebagainya.

Persoalan logo baru tentu butuh sosialisasi, apalagi menggantikan yang lama yang sudah dikenal masyarakat. Namun, itu bukan persoalan. Hanya butuh kebiasaan, pembiasaan dan sosialisasi yang terus menerus. Tidak perlu diributkan jika hanya persoalan logo. Kecuali ada maksud lain dari kepentingan yang terasa direbut.

Karena itulah, persoalan yang muncul persoalan logo menurut hemat saya tidak produktif. Gantilah dengan debat yang lebih produktif dengan mengajak MUI, ormas keagamaan lain dan para penceramah untuk mensosialisasikan logo baru ini. Butuh strategi bersama agar logo ini segera dikenal masyarakat, bukan diamputasi sejak kemunculannya karena masalah perebutan otoritas. Pada akhirnya, logo ini akan dikenal dan bisa menjadi terbiasa, apalagi sudah ada tulisan Halal Indonesia.

Yang lebih produktif sejatinya, bagaimana MUI dan Kemenag membuat suatu strategi gaya hidup halal bersama untuk mensosialisasikan kepada generasi muda saat ini. Sekali lagi bukan persoalan logo. Gaya hidup halal ini harus menjadi bagian dari cara konsumsi masyarakat, khususnya perkotaan yang dijejali dengan ragam produk global.

Dalam hal urusan keagamaan, MUI sejatinya tidak harus selalu berperan oposisi terhadap pemerintah dalam hal Kemenag. Ada banyak cara kolaborasi terkait dengan isu label Halal ini. Jika kepentingannya untuk kemashlahatan umat tentu persoalan ego sectoral dan otoritas sertifikasi halal tidak perlu diributkan.

Pada akhirnya sangat tidak diinginkan jika harus ada demo berjilid-jilid menyesuaikan tanggal untuk menolak logo halal ini. Tentu aksi dan demonstrasi seperti itu lebih sangat tidak produktif. Semoga tidak terjadi. Amin.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

ketum pemuda muhammadiyah dzul fikar ahmad tawalla 169

Usai Putusan MK, Pemuda Muhammadiyah Serukan Persatuan Dan Hidup Rukun-Damai

Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan sengketa Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) 2024 pada Senin, …

Alissa Wahid ok

Semangat Emansipasi Kartini Bisa Pengaruhi Penafsiran Agama Modern Terhadap Posisi Perempuan

Jakarta – Kesetaraan gender dan penolakan terhadap diskriminasi perempuan merupakan nilai-nilai yang terus diperjuangkan dalam …