aswaja
aswaja

Doktrin Sikap Ahlussunnah Wal Jama’ah Terhadap Pemerintah

Jika kita lihat sejarah peradaban Islam sejak masa shahabat tidak lepas dari pemberontakan dan perlawanan terhadap penguasa. Dan pelakunya selalu saja kelompok-kelompok yang diklaim sebagai ahlud dhalal (orang-orang yang sesat) oleh masyarakat umum. Hal tersebut dapat kita lihat dari pemberontakan Khawarij paska peristiwa Tahkim pada perang Shiffin yang berujung kematian Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra di tangan Ibn Muljam.

Begitu juga setelahnya hingga sekarang, kelompok-kelompok menyimpang tersebut melakukan perlawanan dan pemberontakan terhadap penguasa ketika tidak sesuai dengan kemauan atau visi misinya. Sehingga seolah-olah menjadi ciri khas aliran menyimpang yaitu diantaranya suka memberontak kepada penguasa.

Sikap seperti ini bukan sikap Ahlussunnah wal Jama’ah. Ahlussunnah wal Jama’ah menolak keras terhadap sikap memberontak dan melawan penguasa, bahkan sekalipun penguasa tersebut dholim. Patuh dan taat terhadap penguasa, di dalam konteks Indonesia adalah Pemerintah, merupakan kewajiban bersifat syar’i yang telah ditetapkan di dalam al Qur’an. Di dalam ayat 59 surat An Nisa’, Allah swt berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ

Artinya: “Taatlah kalian kepada Allah, Rasul dan yang mengurusi kalian” (QS. An Nisa’: 59)

Ayat ini sangat tegas memerintahkan orang-orang yang beriman kepada Allah swt dan Rasul_Nya untuk taat terhadap penguasa, baik itu adil atau pun dzolim. Sebab keberadaan penguasa sekalipun dzolim lebih baik daripada tidak ada penguasa. Karena tanpa penguasa, setiap orang merasa berhak terhadap apapun yang diinginkan tanpa terikat dengan etika atau mengganggu kepentingan orang lain. Imam Malik dan At Tsauri berkata:

سُلْطَانٌ جَائِرٌ سَبْعِيْنَ سَنَةً خَيْرٌ مِنْ أُمَّةٍ سَائِبَةٍ سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ

Artinya: “Penguasa yang dzolim selama tujuh puluh tahun itu lebih baik dibanding umat terlantar sekalipun hanya satu jam dalam satu hari”

Ini menunjukkan bagaimana pentingnya keberadaan pemimpin dalam suatu negara sekalipun dipimpin oleh penguasa dzolim. Sebab itu, Ahlussunnah wal Jama’ah mengambil sikap taat dan patuh kepada penguasa seperti apa pun dia. Sepanjang apa yang diperintahkan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Sehingga dianggap tindakan salah jika melakukan pemberontakan terhadap penguasa seandainya terdapat kekeliruan. Imam At Thahawi berkata di dalam kitab Matan Al Aqidah At Thahawiyah:

وَلَا نَرَى الْخُرُوْجَ عَلَى أَئِمَّتِنَا وَوُلَاةِ أُمُوْرِنَا وَإِنْ جَارُوْا

Artinya: “Kami tidak memandang boleh keluar dari pemimpin dan penguasa kami”

Selanjutnya, imam At Thahawi juga menegaskan sikap apa yang selayaknya dilakukan ketika Pemerintah melakukan tindakan keliru:

وَنَرَى طَاعَتَهُمْ مِنْ طَاعَةِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ فَرِيْضَةٌ مَا لَمْ يَأْمُرُوْا بِمَعْصِيَةٍ وَنَدْعُوْا لَهُمْ بِالصَّلَاحِ وَالْمُعَافَاةِ

Artinya: “Kami memandang ta’at terhadap pemimpin dan penguasa merupakan ta’at kepada Allah azza wa jalla yang hukumnya wajib selama tidak memerintahkan kepada kema’siatan. Dan selayaknya kita mendo’akan mereka dengan kebaikan dan perlindungan dari Allah azza wa jalla”

Demikianlah sikap Ahlussunnah wal Jama’ah terhadap Pemerintah. Tetap konsisten akan taat dan patuh sekalipun Pemerintah bukan dari partai atau kelompok yang kita usung.

wallahu a’lam

 

Bagikan Artikel ini:

About M. Jamil Chansas

Dosen Qawaidul Fiqh di Ma'had Aly Nurul Qarnain Jember dan Aggota Aswaja Center Jember

Check Also

shalawat

Menyanyikan Shalawat, Bolehkah ?

Akhir-akhir ini, jam’iyah shalawat semakin ramai di mana-mana. Tujuan dari jam’iyah tersebut tidak lain agar …

shalat jamaah perempuan

Posisi Yang Utama Bagi Perempuan Saat Menjadi Imam Shalat

Beberapa hari belakangan ini sempat viral di media sosial tentang video yang menampilkan seorang perempuan …