filosofi ihram
filosofi ihram

Filosofi Pakaian Ihram, Kenapa Harus Kain Putih?

Ketika kaum muslim telah melaksanakan ibadah haji ataupun umrah, sebelumnya mereka harus mengetahui tentang aturan dan ketetapan ketika berada di baitullah. Seperti diwajibkannya berihram di tempat yang telah ditentukan (miqat).

Secara harfiah, miqat memiliki arti sebagai batas dimulainya ibadah haji atau umrah (batas-batas yang telah ditetapkan). Apabila melintasi miqat, seseorang yang ingin mengerjakan haji atau umrah perlu mengenakan kain ihram dan memasang niat.  Dengan niat Jemaah tengah mengetuk pintu perbatasan yang dijaga oleh penghuni–penghuni surga.

Miqat dibedakan atas dua macam yaitu Miqat Zamani (batas waktu) dan Miqat Makami (batas letak tanah). Miqat Zamani adalah miqat yang berhubungan dengan batas waktu, yaitu kapan atau pada tanggal dan bulan apa hitungan Haji itu.

Ketika pelaksanaan haji dan umrah dimulai seluruh umat muslim dari berbagai latar belakang bertemu dan berkumpul seragam. Tiada warna yang tampak kecuali lautan warna putih yang menghiasi rumah Tuhan. Tidak ada kebanggaan yang patut diunggulkan karena semuanya berdiri sejajar dalam balutan kain berwarna putih.  

Tentunya banyak dari kita yang bertanya-tanya mengapa saat menjalankan ibadah haji atau umroh, kaum muslim di wajibkan menggunakan pakaian ihram? Lalu, kenapa pakaian itu harus berwarna putih?

Ibn Abbas mengungkapkan tiga hal berkaitan pakaian ihram. Pertama, kebiasaan manusia apabila mendatangi manusia lain maka akan memakai pakaian paling membanggakan. Dengan adanya keharusan ihram memakai kain putih tidak berjahit yang bertolak belakang dengan kebiasaan manusia tersebut, Allah seakan ingin memberi tahu bahwa tujuan untuk mendatangi tempat Allah berbeda dengan mendatangi tempat makhluk.

Ketika kita bertamu di rumah Allah, hendaknya kita menggunakan pakaian yang berbeda dengan ketika kita berkunjung ke tempat manusia lainnya. Karena perbedaan posisi inilah maka hendaknya manusia juga membedakan perilaku terhadap Tuhan dan kepada mahlukNya.

Tidak ada yang patut dibanggakan ketika menghadap Tuhan. Seluruh manusia adalah hamba yang sama tanpa perlu membedakan diri antara satu dengan lainnya. Semuanya sama dalam persaudaraan kemanusiaan.

Kedua, ketika menggunakan pakaian ihram, para Jemaah harusnya menyadari behwa dirinya telah menanggalkan diri dari harta benda duniawi. Layaknya bayi yang keluar dari rahim ibunya tanpa memakai sehelaipun pakaian. Dengan menggunakan pakaian ihram merupakan bentuk perilaku pemakainya dalam melepas hal-hal yang berbau ke duniawian.

Baju ini mengingatkan kita untuk menanggalkan kesibukan duniawi dan hanya berkonsentrasi untuk beribadah. Putih adalah melambangkan fitri atau kesucian yang harus dijaga ketika manusia beribadah kepada Allah. Tiada niat lain selain tulus dan ikhlas.

Ketiga, keadaan ihram menyerupai keadaan saat hadir di tempat di mana kelak kita dihisab oleh Allah di tempat tersebut. Kain putih itu akan mengingatkan kepada kematian ketika manusia yang gagah dan lemah, manusia yang kayak dan miskin semuanya sama dibalut hanya dengan kain putih. Yang membedakan hanyalah bekal keimanan dan ketakwaannya.

Dari ketiga hal tersebut, kita dapat merenungkan bahwa ihram yang merupakan permulaan haji merupakan pintu awal manusia menghadap Allah dan membersihkan diri dari hal dunawi. Saat di rumah Tuhan manusia harus menanggalkan nafsunya dan hanya tersisa ikhlas dan tulus.

Meski fitrah manusia pada dasarnya tidak bisa hidup tanpa adanya harta duania, namun manusia juga mesti sadar bahwa harta dunia tidak lantas membuat mereka merelakan kesadarannya, dan berbuat keji terhadap mahluk lainnya hanya karena harta dan kedudukan.

Dengan menggunakan pakaian ihram, manusia haruslah tau bahwa siapapun dia, dia tetaplah sama dengan mahluk ciptaan Allah yang lainnya ketika datang bertamu kerumah Tuhan. Tidak ada kaya, tidak ada miskin, tidak ada jabatan tinggi ataupun rendah. Semua sama, menggunakan selembar kain putih.

Semua manusia yang berbeda pada akhirnya adalah sama. Mereka lahir dari keturunan yang sama dan akan mati dalam balutan kain putih yang sama. Derajat manusia di depan Tuhan adalah sama kecuali nilai takwa dan keimanannnya.

Bagikan Artikel ini:

About Eva Novavita

Check Also

singgasana sulaiman

Cerita Nabi Sulaiman untuk Anak (3) : Kisah Raja Sulaiman dan Ratu Balqis

Setelah Nabi Daud wafat, kini Nabi Sulaiman meneruskan tahta kerajaan dan memimpin Bani Israil. Seperti …

singgasana sulaiman

Cerita Nabi Sulaiman untuk Anak (2) : Nabi Sulaiman dan Perempuan Korban Pemerkosaan

Sebelumnya sudah diceritakan tentang kecerdasan Nabi Sulaiman dalam memecahkan masalah. Kisah kehebatan Nabi sulaiman tak …