tauhid scaled
tauhid scaled

Ilmu Tauhid untuk Mengokohkan Iman Seorang Muslim, Bukan untuk Mengkafirkannya

Sebelum Fiqh menjadi dasar kehidupan beragama, tauhid seharusnya ditanamkan terlebih dahulu pada diri seseorang. Begitu Rasulullah saw cara mendakwahkan Islam kepada ummat manusia[1]. Sebelum ummat Islam mengenal kewajiban shalat, zakat, puasa dan naik haji, terlebih dahulu mereka diperkenalkan terhadap siapa yang akan disembah, dan siapa yang dipercayai sebagai pembawa risalah kehidupan yang nantinya menjadi aturan penting dalam kehidupan manusia. Sebab secara nalar akal manusia normal, tidak mungkin akan menerima tatacara menyembah suatu dzat sementara dzat yang akan disembah masih belum diketahui.

Sebab itulah, risalah pertama Allah swt terhadap para utusan-utusannya adalah untuk memberikan penjelasan kepada ummat manusia tentang dzat Allah swt. Di dalam al Qur’an, Allah swt berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

Artinya: “Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”(QS. Al Anbiya’: 25)

Sejak ulama salaf, pembahasan tentang aqidah merajai dari segala pengetahuan yang ada pada saat itu. Sehingga muncullah beberapa aliran-aliran dalam Islam dengan mengusung konsep aqidah tersendiri sebagai simbol pribadi aliran tersebut. Fenomena itu muncul sebagai reaksi dari pencarian terhadap dzat maha sempurna yang pantas disembah, yaitu Allah swt.

Maka dari sinilah ilmu Tauhid lalu disusun dengan rapi sehingga menjadi sebuah disiplin ilmu yang berisi tentang jalan menuju Allah swt. dan mengenal_Nya dengan mudah, bukan jalan untuk menyesatkan orang beriman, apalagi sampai menjauhkannya. Dengan demikian jelas bahwa tujuan utama dari ilmu Tauhid sebagai sarana menguatkan iman seseorang setelah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang patut disembah selain Allah swt dan Nabi Muhammad saw adalah utusannya.

Hanya saja, ilmu Tauhid oleh aliran Salafy Wahaby yang tidak paham cara berdakwah ala Rasulullah saw justru ilmu Tauhid dijadikan alat untuk mengukur keislaman seseorang, apalagi pada taraf mengkufurkan iman. Apakah orang ini Islam atau kafir maka diukur menggunakan Tauhid versi mereka. Inilah kesalahan fatal bagaimana memperkenalkan Islam kepada orang beragama lain.

Beda halnya dengan Ahlussunnah wal Jama’ah yang menjadikan ilmu Tauhid sebagai sarana memperkokoh keimanan seseorang. Dr. Alawi ibn Syihabuddin, salah satu ulama di Hadramaut Yaman pernah ditanya tentang bagaimana cara memperkuat keimanan, ia menjawab:

إِذَا اَرَدْتَ اَنْ يَقْوِيَ إِيْمَانَكَ فَعَلَيْكَ بِتَعَلُّمِ عِلْمِ التَّوْحِيْدِ

Artinya: “Jika kamu menginginkan imanmu kuat, maka pelajarilah ilmu Tauhid”[2]

Dari jawaban Dr. Alawi ibn Syihabuddin di atas jelas bahwa peran penting ilmu Tauhid adalah untuk memperkokoh keimanan seseorang.

Dengan demikian maka dakwah Tauhid yang seharusnya ditanamkan kepada ummat adalah bagaimana agar mereka semakin mengenal Allah swt hingga keyakinan tentang kebenaran Allah swt sebagai satu-satunya dzat yang pantas disembah semakin kuat dan tidak mudah roboh. Bukan malah menakut-nakuti mereka dengan vonis kafir hanya gara-gara berbeda penafsiran tentang materi dalam ilmu Tauhid.

Tauhid merupakan ilmu untuk membangun keyakinan dan keimanan yang kokoh. Bukan dijadikan ilmu untuk mengkafirkan dan mengukur keimanan seseorang. Ini sungguh fatal. Tauhid dikenalkan bukan untuk mengajak umat lain menjadi muslim, tetapi justru menjadikan muslim menjadi kafir. Logika yang sudah serampangan.

Karena itulah, mari kita pelajari tauhid untuk semata mengokohkan keimanan kita dan tidak perlu mengukur keimanan orang lain, apalagi sampai menuduh kafir orang lain. Jadikan ilmu tauhid agar umat lain mengenal keimanan Islam, bukan menjadikan ilmu tauhid mengeluarkan muslim dari Islam.

Wallahua’lam


[1] Ibn Abi al Izz al Hanafy, Syarh al Aqidah al Thahawiyah, hal 77

[2] Dr. Alawi ibn Syihabuddin, Intabah dinuka fi khathar, Hal 9

Bagikan Artikel ini:

About M. Jamil Chansas

Dosen Qawaidul Fiqh di Ma'had Aly Nurul Qarnain Jember dan Aggota Aswaja Center Jember

Check Also

membaca al-quran

Membaca Al Qur’an di Kuburan Menurut Ibn Qayyim Al Jauziyah

Di antara tradisi Ahlussunnah wal Jama’ah yaitu melakukan ziarah kubur. Bahkan menurut Ibn Hazm sebagaimana …

shalat jamaah perempuan

Posisi Yang Utama Bagi Perempuan Saat Menjadi Imam Shalat

Beberapa hari belakangan ini sempat viral di media sosial tentang video yang menampilkan seorang perempuan …