Syaikh Tajuddin Abil Abbas Ahmad bin ‘Athaillah al Sakandari dalam salah satu karyanya yang berjudul Taj al ‘Arus al Hawi Li Tahdzib al Nufus memuat satu hadis riwayat Imam Hakim. Nabi bersabda, “Salman al Farisi termasuk golongan kami, bagian dari ahlul bait”.
Nabi mengakui dan memasukkan Salman dalam jajaran ahlul bait (keluarga) beliau. Padahal Salman adalah orang Persia dan tidak memiliki jalur nasab atau kekerabatan dengan Nabi. Ini membuktikan bahwa Rasulullah tidak memandang nasab sebagai standar utama untuk menentukan siapa orang yang dicintainya.
Semua umat Islam yang mengikuti Nabi dan berusaha semaksimal mungkin meniru beliau dalam perkataan dan perbuatan, akan tercatat akan diakui sebagai bagian dari umatnya. Bahkan sebagaimana Salman al Farisi, akan dimasukkan menjadi bagian dari ahlul bait.
Mengikuti Nabi, walaupun tidak bisa secara totalitas, harus berusaha sekuat tenaga. Sebab seseorang disebut ikut bila menjadi bagian tak terpisahkan dari yang diikuti dalam segala hal. Mulai dari ucapan, perbuatan dan segala prilaku kehidupan. Maka sebagai pengikut Nabi Muhammad harus berusaha menjadi seperti beliau. Tidak pemarah, sopan, tidak gemar mencaci, kasih sayang kepada sesama sekalipun beda agama dan seterusnya.
Untuk tujuan ini, Syaikh Tajuddin Abil Abbas Ahmad bin ‘Athaillah al Sakandari dalam kitab yang sama menulis doa sebagai upaya menjadi pengikut Nabi yang sesungguhnya. Bukan hanya mengaku-ngaku, sementara akhlaknya jauh melenceng dari akhlak Baginda Nabi.
Doa tersebut adalah :
اللهم اني اسئلك المتابعة لرسولك صلي الله عليه وسلم في الأقوال والافعال
Allahumma Inni Asalukal Mutaba’ata Lirasulika Shalallahu alaihi wa Sallam Fil Aqwali wal Af’ali.
“Ya Allah, Sesungguhnya saya meminta kepada-Mu supaya dijadikan pengikut Nabi Muhammad di dalam perkataan dan perbuatan”.
Doa ini penting dibaca, terutama setelah shalat supaya kita dijadikan sebagai penganut Islam yang sesuai dengan ajarannya. Sebab banyak penampilan umat Islam sekarang ini yang tidak mencirikan perilaku Nabi, perkataan dan perbuatan jauh dari akhlak Nabi. Yang paling tampak adalah gemar mencaci, gemar menyalahkan dan sampai mengkafirkan.
Padahal, menurut Ibnu ‘Athaillah, di antara syarat penting untuk menjadi pemeluk Islam yang sesungguhnya harus tidak mendzalimi hamba-hamba Allah yang lain. Baik sama agamanya, maupun dengan yang berbeda keyakinan.