Riyadh – Pemerintah Arab Saudi beberapa waktu lalu mengkonfirmasi penangkapan beberapa ulama terkenal di kerajaan tersebut. Setelah sebelumnya penangkapan ulama tidak disebutkan alasannya, kini mulai terkuak kenapa para ulama itu harus ditangkap. Para ulama itu ditangkap disinyalir akibat mengkritik kebijakan putra mahkota Mohamed bin Salman (MBS), termasuk kebijakan penanggulangan ekstremisme.
Sebelumnya diberitakan otoritas Arab Saudi telah menangkap dua ulama ternama, Saud al-Funaisan dan Abdullah Basfar. Saud al-Funaisan adalah seorang profesor di Universitas Al-Imam Riyadh. Dia pernah menduduki jabatan dekan di kampusnya itu. Ia ditangkap pada Maret lalu.
“Kami mengonfirmasi penahanan Syekh Saud al-Funaisan sejak Maret 2020,” tulis akun Twitter Prisoners of Conscience.
Sementara Basfar adalah ulama yang juga salah seorang qari (pembaca Al-Qur’an) ternama di dunia Islam. Dia adalah seorang profesor di Departemen Studi Syariah dan Islam di Universitas King Abdul Aziz Jeddah. Dia juga tercatat pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Organisasi Kitab dan Sunnah Dunia.
“Kami mengonfirmasi penangkapan Syekh Dr Abdullah Basfar sejak Agustus 2020,” tulis akun Twitter Prisoners of Conscience, Jumat (4/9/2020).
Dikutip dari laman Middle East Monitor, langkah itu memicu pro-kontra di wilayah Kerajaan. Sebagian orang memuji penahanan itu dan menyebutnya sebagai bagian dari tindakan keras terhadap ekstremisme di Kerajaan.
Hal itu disebut sesuai dengan rencana Putra Mahkota Saudi, Mohammed bin Salman (MBS) yang ingin menghapus identitas agama Saudi. Sedangkan sebagian warga yang lainnya menyebut bahwa penangkapan tersebut merupakan kampanye terbuka untuk menyingkirkan Islam dan menanamkan kejahatan di tanah Haramain.
Sejak diangkat menjadi Putra Mahkota Saudi pada 2017, Mohammed bin Salman (MBS) melakukan sejumlah langkah radikal dan kontroversial di Kerajaan Arab Saudi. Beberapa langkah MBS dalam menyikapi kritik warga terhadap kebijakan kerajaan dinilai miris.
Salah satunya adalah menangkap banyak orang yang berasal dari latar belakang yang berbeda. Mulai dari aktivis dunia maya, ekonom, penyair, kepala organisasi pemuda, jurnalis, akademisi, hingga ulama.
Lantas, apa alasan otoritas Saudi melakukan itu? Pada 14 September 2017, The New York Times memberitakan bahwa Arab Saudi mulai melancarkan tindakan keras terhadap sejumlah pihak yang dianggap menentang kebijakan MBS.
Hasilnya, 16 orang ditangkap dalam kurun waktu sepekan pada saat itu. Mereka yang ditangkapi itu merupakan ulama terkemuka, akademisi, penyair, ekonom, jurnalis, dan kepala organisasi pemuda. Sedikitnya dua perempuan dan seorang pangeran, serta anak seorang mantan raja juga tak luput dari penahanan paksa ini.
Beberapa dari mereka yang ditangkapi antara lain seorang ulama berpengaruh, Salman al-Awda; Pangeran Abdulaziz bin Fahd, putra Raja Fahd yang juga keponakan Raja Salman; Essam al-Zamil, seorang penulis dan ekonom; Ziyad bin Naheet, seorang penyair.
Seorang jurnalis dan komentator politik Arab Saudi, Jamal Khashoggi, berkomentar bahwa penangkapan orang-orang oleh otoritas Saudi tidak masuk akal. Dia menolak pendapat yang dikampanyekan pendukung Kerajaan di media sosial bahwa individu-individu yang ditahan itu merencanakan sebuah perlawanan terhadap negara.
“Tidak ada konspirasi. Tidak ada yang meminta penangkapan semacam itu. Mereka bukan anggota organisasi politik, dan mereka mewakili sudut pandang yang berbeda,” kata Khashoggi kala masih hidup.
Setahun berselang, tepatnya 2 Oktober 2018, Jamal Khashoggi dibunuh ketika mendatangi Konsulat Arab Saudi di Istanbul Turki untuk mengurus dokumen pernikahannya dengan kekasihnya, Hatice Cengiz. Hingga hari ini, kematian Khashoggi masih menjadi misteri. Jenazahnya belum ditemukan.