kapil mishra
kapil mishra

Inikah Orator Pemicu Kerusuhan Berdarah Antaragama di New Delhi?

New Delhi – Kerusuhan yang pecah di New Delhi timur dan sekitarnya pekan kemarin bermula dari orasi politikus bernama Kapil Mishra, anggota partai nasionalis Hindu yang baru saja kalah pemilihan. Ia disebut tengah berusaha bangkit kembali dari kekalahannya dengan memanfaatkan momentum demonstrasi menentang Undang-Undang Kewarganegaraan.

Kapil Mishra (39), dikenal karena kerap blak-blakan menyampaikan pandangannya. Dia berasal dari kasta tinggi masyarakat Hindu dan keturunan politikus. Dia juga pernah bekerja di Amnesty International dan Greenpeace, dan naik pangkat di salah satu organisasi politik paling progresif di India.

Tetapi beberapa tahun lalu dia terjun ke politik dan menjadi anggota Partai Bharatiya Janata (BJP), partai berkuasa di India saat ini, yang memiliki akar yang kuat dalam ideologi supremasi Hindu.

Pada Minggu, dia muncul dalam sebuah kampanye melawan pengunjuk rasa (didominasi perempuan) yang menentang UU Kewarganegaraan Baru India yang dinilai diskriminatif terhadap Muslim. Dalam kesempatan itu dia menumpahkan kemarahannya dalam pidato berapi-api dimana dia mengeluarkan ultimatum kepada polisi agar membubarkan pengunjuk rasa yang memblokir jalan utama, atau dia dan pengikutnya akan melakukannya sendiri.

Dalam beberapa jam, kekerasan terburuk Muslim-Hindu di India dalam beberapa tahun ini pecah. Kelompok Hindu dan Muslim saling serang dengan golok dan pentungan, toko-toko terbakar, pecahan batu bata melayang di udara, dan gerombolan massa mengeroyok orang-orang yang terpojok.

Banyak warga India, termasuk Hindu, meyakini Mishra dan pendukung nasionalis Hindunya menyulut api kebencian. Di negara mayoritas Hindu itu, dengan pemerintahan nasionalis Hindu yang mengizinkan pembunuh Muslim tak dihukum, ketakutan tumbuh bahwa ekstremisme Hindu yang kejam dapat lepas kendali.

“Kapil Mishra harus ditangkap,” kata pengusaha Rupesh Bathla yang mengaku mengenal Mishra sejak mereka remaja.

“Dia memulai kerusuhan komunal. Dia menanam kebencian di hati orang-orang,” lanjutnya, dikutip dari The New York Times, Kamis (27/2/2020).

Sebanyak 42 orang dikabarkan tewas selama tiga hari kerusuhan. Berdasarkan keterangan pejabat rumah sakit, dan korban meninggal terbanyak karena luka tembak. Beberapa saksi mata mengatakan tembakan langsung datang dari arah petugas polisi, dan korban meninggal termasuk Hindu dan Muslim.

Walaupun bangunan milik warga Hindu dibakar, kerusakan jauh lebih berat dirasakan masyarakat Muslim. Di wilayah Muslim, toko-toko dirusak dan pasar dibakar. Puluhan penduduk Muslim menuding polisi hanya berdiri tanpa tindakan saat terjadi perusakan.

“Secara keseluruhan, kerusuhan Delhi pekan ini mulai terlihat seperti pogrom (serangan besar-besaran terhadap kelompok tertentu), seperti (kerusuhan) Gujarat 2002 dan Delhi 1984,” kata Ashutosh Varshney, Direktur Pusat Asia Selatan Kontemporer Universitas Brown.

“Gerombolan massa memulai kekerasan biadab sementara polisi memalingkan muka, atau bergabung dengan gerombolan, bukannya secara netral mengintervensi untuk menghalau kerusuhan,” sesalnya.

Saat suasana mulai tenang sesaat, Perdana Menteri India Narendra Modi angkat bicara. Sebelumnya Modi sibuk menyambut kunjungan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Melalui Twitter, Modi mengajak rakyatnya memperkuat perdamaian dan persaudaraan.

“Kedamaian dan harmoni adalah inti jiwa bangsa kita,” ujarnya.

Kapil Mishra menolak diwawancarai dan dalam unggahan Twitter dia mengatakan, “Bukanlah kejahatan meminta penutupan jalan dibuka. Bukanlah kejahatan menyampaikan kebenaran. Saya tidak takut kampanye kebencian besar-besaran terhadap saya.”

Dalam pidatonya Mishra juga mengatakan tak ingin membuat masalah sebelum Trump meninggalkan India pada Selasa malam. Tapi menjelang Minggu malam, sekelompok pria Hindu dan Muslim mulai saling melempar batu, dan dengan cepat berubah menjadi kerusuhan besar.

Pada sidang pengadilan tentang kerusuhan ini, seorang hakim mendesak para pejabat polisi kenapa mereka tidak melihat video kebencian Mishra. Ini menjadi indikasi polisi tidak serius menyelidiki sumber-sumber kekerasan.

“Ini benar-benar memprihatinkan,” kata hakim, S. Muralidhar, menurut LiveLaw, situs web berita resmi.

“Ada begitu banyak TV di kantor Anda, bagaimana bisa seorang petugas polisi mengatakan bahwa ia belum menonton video? Saya benar-benar terkejut dengan keadaan kepolisian Delhi.”

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

banjir

Teologi Lingkungan dalam Islam: Membaca Bencana Sumatera sebagai Peringatan dan Pelajaran

Gelombang bencana yang melanda Sumatera dalam beberapa waktu terakhir—banjir bandang di Padang, longsor di Sibolga, …

091882600 1679803445 830 556

Universitas Al-Azhar Mesir Kutuk Serangan Terhadap Mahasiswa Saat Ibadah di Kampus

JAKARTA – Sebuah video viral di media sosial yang memperlihatkan mahasiswa yang sedang melaksanakan shalat …